Toleransi Shalat Idul Adha di Gang Buntu Penfui Kupang
Jumat (31/7/2020) pukul 07.00 Wita, suasana shalat Idul Adha tidak seperti biasanya. Sekitar 300 warga Muslim mengambil tempat shalat di gang buntu RT 005 RW 003 Kelurahan Penfui, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·6 menit baca
Pada Jumat (31/7/2020) pukul 07.00 Wita, suasana shalat Idul Adha tidak seperti biasanya. Sekitar 300 warga Muslim mengambil tempat shalat di gang buntu RT 005 RW 003 Kelurahan Penfui, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Di gang buntu itu, umat Nasrani memberi kesempatan bagi Muslim melangsungkan ibadah secara khusyuk dan tenang. Toleransi terbangun di sana karena Idul Adha merupakan kesempatan berbagi dan menghargai.
Pandemi Covid-19 kali ini membawa sejumlah perubahan meski tatanan normal baru mulai berlaku, termasuk perubahan tempat ibadah. Sebagian umat masih menjalankan ibadah secara virtual dan sebagian besar sudah menjalankan ibadah secara bersama di rumah ibadah atau lapangan terbuka. Salah satunya adalah shalat Idul Adha 1441 H.
Jumlah umat keseluruhan sekitar 2.000 orang, tetapi yang datang kali ini sekitar 1.000 orang. Mereka tidak mempersoalkan tempat. Yang paling penting hati dan niat tulus untuk berdoa.
Suasana khusyuk dan khidmat terbangun di gang itu. Tidak ada kendaraan yang lalu lalang selama shalat Idul Adha berlangsung. Warga di kompleks RT 005 RW 003 Kelurahan Penfui itu pun tidak hilir mudik di sekitar lokasi shalat. Tidak ada suara musik atau lolongan binatang seperti biasanya.
Semua warga di RT 005 RW 003 ini, baik Kristiani maupun Muslim, sepakat agar Muslim melangsungkan ibadah di sini. Karena itu, suasana di gang buntu ini harus dijaga betul. Binatang piaraan, seperti anjing, pun disingkirkan selama shalat berlangsung.
Umat duduk bersila di sepanjang lorong sepanjang 70 meter dan lebar 4 meter itu. Tepat di ujung gang atau pas di gang buntu, mimbar dibangun. Khatib dan imam tidak bisa memandang secara keseluruhan umat yang hadir, tetapi suara cukup jelas untuk membawa jemaah yang terdiri dari orang tua dan anak-anak itu beribadah dengan tenang, khusyuk, dan damai.
Di rumah-rumah penduduk sepanjang gang itu tertulis ”Tempat Wudu”. Di situ juga terdapat rumah-rumah warga Kristiani. Umat Kristiani membiarkan umat Islam berdoa di gang buntu itu. Karena itu, mereka tidak masuk-keluar gang atau keluar rumah selama ibadah berlangsung. Suasana hening, sunyi, kecuali suara khatib dan imam dari mimbar darurat.
”Semua warga di RT 005 RW 003 ini, baik Kristiani maupun Muslim, sepakat agar Muslim melangsungkan ibadah di sini. Karena itu, suasana di gang buntu ini harus dijaga betul. Binatang piaraan, seperti anjing, pun disingkirkan selama shalat berlangsung,” kata Talita Djita, Ketua RT 005 RW 003 Kelurahan Penfui, Kupang.
Saling membantu
Di gang buntu itu terdapat sekitar 120 keluarga yang terdiri dari 80 keluarga Kristiani dan 40 keluarga Muslim. Selama ini, mereka hidup berdampingan, saling membantu dalam kesulitan, dan saling mengingatkan untuk tetap menjaga protokol kesehatan jika keluar rumah. Namun, jemaah yang ikut shalat di gang itu berasal dari Kelurahan Penfui, Nasipanaf, dan Baumata.
Menurut Talita Djita, pengalihan tempat ibadah itu sudah dikoordinasikan dengan semua pihak, termasuk TNI AU. Lapangan basket yang selama ini digunakan untuk shalat Idul Adha dan Idul Fitri (kecuali tahun ini) digunakan untuk shalat anggota TNI AU. Pengalihan tempat shalat ini sudah disiapkan beberapa hari sebelumnya.
Saat shalat di gang buntu itu pun, jemaah tetap menjalankan protokol kesehatan dengan mengenakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Jemaah paham soal ini sehingga masing-masing saling menjaga.
Hanya saja, informasi soal pemindahan lokasi itu tidak diketahui oleh sebagian umat Islam di wilayah itu. Akibatnya, mereka kebingungan saat mendatangi kompleks lapangan basket TNI AU sekitar pukul 07.00.
Seorang anggota TNI AU yang berjaga di sekitar lokasi kemudian mengarahkan jemaah menuju sekitar Kantor Basarnas Kota Kupang. ”Kegiatan shalat Idul Adha pindah di sana. Coba ke sana, ada banyak kendaraan parkir itu. Di sini sedang digunakan,” katanya. Lokasi Basarnas itu berjarak sekitar 700 meter dari kompleks TNI AU.
Mereka penasaran, lokasi mana yang dijadikan shalat Idul Adha. Setelah memarkir kendaraan di sisi Jalan Adi Sucipto, mereka berjalan kaki menyusuri Jalan Basarnas. Sekitar 30 meter dari tempat pakir itu tampak ratusan orang duduk di sepanjang gang, yang oleh warga setempat disebut gang buntu, karena memang jalan buntu.
Jemaah tampak khusyuk berdoa dan mengikuti siraman rohani dari khatib muda, Ajhar Jowe, yang juga Ketua DPW GP Ansor Nusa Tenggara Timur.
”Pandemi Covid-19 jangan membuat orang beriman takut datang bertemu Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Justru pandemi Covid-19 ini mengajak bersatu hati dan meneguhkan iman untuk tetap mencari Allah dan berlindung di bawah kebesaran-Nya. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar,” kata Jowe dengan nada lantang.
Menyilih dosa
Idul Adha atau hari raya kurban jangan mendepankan egoisme dan kesenangan pribadi atau kelompok, tetapi semangat berkorban untuk orang lain, orang yang membutuhkan pertolongan dan bantuan dari umat Islam. Praktik spiritual menyembelih hewan kurban bermakna menyilih dosa, membersihkan diri dari kejahatan selama ini yang menghalangi kehadiran Allah SWT.
Darah hewan kurban merupakan darah yang membersihkan umat Islam dari sikap arogan, merasa diri paling pintar, sombong, iri dan benci, serta tidak peduli terhadap sesama di sekitar yang membutuhkan uluran tangan. Pandemi Covid-19 mengajak umat Islam untuk saling berbagi di tengah kondisi ekonomi yang sedang terpuruk.
Saling berbagi dalam keterbatasan bukan beban. Semakin sering berbagi, pahala semakin mendekati kesalehan hidup, dan anugerah Tuhan melimpah atas hidup dan karya umat Islam.
Idul Adha merupakan napak tilas perjalanan menuju kesalehan sosial, mengandung unsur kemanusiaan untuk kembali kepada Sang Pencipta melalui perbuatan amal kepada mereka yang membutuhkan. Bersedekah, berbagi, dan memberi dengan hati tulus sebagai bagian dari panggilan dari Nabi Ibrahim yang memberikan hal paling indah dalam hidupnya bagi Tuhan.
”Sikap persaudaraan dalam Islam, yakni satu bagian tubuh sakit, yang lain pun ikut sakit, sama arti dengan satu anggota masyarakat mengalami musibah, kesulitan hidup, kita yang lain harus ikut merasakan dan segera menolong. Jangan merasa bangga dan senang saat orang di sekitar mengalami musibah karena mereka adalah sesama saudara kita,” kata Jowe.
”Kita mendapat suasana baru di tengah pandemi Covid-19 ini, yakni toleransi dan saling menghargai dengan teman-teman Kristiani. Ini lebih bermakna karena ada ketulusan, saling menghargai, dan saling berbagi,” katanya. Anwar Boli Sabon (45), salah seorang anggota jemaah warga RT 005 RW 003 Penfui, mengatakan puas dengan ibadah tersebut. Ia merasa lebih khusyuk berdoa di tempat itu karena berdoa berdekatan dengan saudara-saudara Kristen.
Ketua Majelis Ulama Indonesia Kota Kupang Muhammad MS mengatakan tidak masalah shalat Idul Adha berlangsung di gang itu. Bukan soal tempat ibadah, melainkan tujuan ibadah dan niat yang tulus untuk bersyukur dan berkorban bagi diri sendiri dan orang lain.
Ia mengatakan, jumlah hewan kurban yang disembelih tahun ini menurun drastis. Tahun 2019 ada sebanyak 680 sapi dan 3.500 kambing, tetapi tahun ini hanya 80 sapi, termasuk bantuan dari pemerintah kota dan pemerintah provinsi. Jumlah kambing sebanyak 1.500 ekor. Covid-19 menyebabkan daya beli umat menurun drastis.
Ia mengatakan, meski jumlah hewan kurban menurun, pembagian kepada warga miskin, janda, yatim, dan yatim piatu tetap dilakukan. Hanya, jumlahnya tidak seperti tahun-tahun sebelumnya.
”Kalau tahun sebelumnya, satu keluarga bisa dapat 3-5 kilogram daging kurban, tahun ini mungkin tidak sampai 1 kilogram. Meski sedikit, semua bisa dapat, termasuk teman-teman Nasrani yang berhak,” kata Muhammad.