Digagalkan, Penyelundupan 22 Kg Sisik Trenggiling di Pasaman Barat
Pengendali Ekosistem Hutan Wilayah I Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat dan Kepolisian Resor Pasaman Barat menggagalkan upaya penyelundupan 22 kilogram sisik trenggiling di Pasaman Barat.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS — Pengendali Ekosistem Hutan Wilayah I Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat dan Kepolisian Resor Pasaman Barat menggagalkan upaya penyelundupan 22 kilogram sisik trenggiling (Manis javanica) di Pasaman Barat. Tiga orang ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan perdagangan bagian tubuh satwa dilindungi.
Petugas Pengendali Ekosistem Hutan Wilayah I BKSDA Sumbar Ade Putra, Kamis (30/7/2020), mengatakan, penangkapan para pelaku dilakukan pada Kamis sekitar pukul 01.50 di Nagari Desa Baru, Kecamatan Ranah Batahan, Pasaman Barat. Ada tiga pelaku yang ditangkap, yaitu S (68), R (44), dan IS (41).
”Mereka ditangkap saat sedang dalam perjalanan. Dari ketiganya, didapatkan barang bukti 22 kilogram sisik trenggiling. Ketiganya sudah ditetapkan tersangka dan kasusnya ditangani oleh Polres Pasaman Barat,” kata Ade.
Ade menjelaskan, pengungkapan kasus ini bermula dari informasi petugas Taman Nasional Kerinci Seblat wilayah Jambi pada April 2020 bahwa ada sisik trenggiling dari Pasaman Barat, Sumbar, yang diperdagangkan di Jambi. Petugas BKSDA Sumbar kemudian mendalami kasus ini dan ternyata pelaku adalah bagian jaringan antarprovinsi.
Menurut Ade, S berperan sebagai tauke yang mengumpulkan sisik trenggiling di Sumut. S, warga Sumatera Utara, mendapatkan pasokan trenggiling dari sejumlah wilayah di Sumut, seperti Toba, Sipirok, dan Simalungun.
Sisik itu lantas dikirimkan S kepada IS dan R, warga Pasaman Barat, dan disimpan di gudang penampungan sementara. Dari gudang di Pasbar itu, sisik trenggiling kemudian dikirimkan ke Jambi dan wilayah lainnya di Sumbar.
”Kami sedang mendalami dua nama lagi yang terkait S di Sumut. Karena mereka di wilayah Sumut, kami bekerja sama dengan BKSDA Sumut,” ujar Ade, yang juga Kepala Resor Konservasi Wilayah Agam BKSDA Sumbar.
Ade melanjutkan, selama 2020, Pengendali Ekosistem Hutan Wilayah I BKSDA Sumbar telah menangani tiga kasus perdagangan satwa dilindungi. Sebelum kasus di Pasaman Barat, mereka mengungkap kasus perdagangan sisik trenggiling di Pasaman pada 1 Juli 2020 serta perdagangan burung beo dan nuri melalui Facebook di Agam pada 17 Juli 2020. Dalam dua kasus terdahulu, masing-masing ada satu pelaku yang ditangkap.
Kami sedang mendalami dua nama lagi yang terkait S di Sumut. Karena mereka di wilayah Sumut, kami bekerja sama dengan BKSDA Sumut.
Sisik trenggiling, kata Ade, biasanya diperdagangkan ke China untuk bahan obat-obatan dan narkotika jenis sabu. Walaupun demikian, manfaat sisik trenggiling hingga kini belum terbukti ilmiah.
Ade menambahkan, para pelaku melanggar Pasal 21 Ayat 2 D Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem. Tersangka bisa dijerat hukuman lima tahun penjara dan denda maksimal Rp 100 juta.
Kepala Unit Tindak Pidana Tertentu Satuan Reserse dan Kriminal Polres Pasbar Inspektur Polisi Satu Ferly Marasin membenarkan penangkapan ini. IS, R, dan S telah melanggar UU No 5/ 1990.
”Dari hasil interogasi, sisik trenggiling seberat 1 kilogram bisa membunuh 4 ekor trenggiling. Berarti sisik trenggiling seberat 22 kilogram sama dengan membunuh 88 ekor trenggiling. Ini merupakan penangkapan kasus penjualan hewan langka trenggiling terbesar di Indonesia,” kata Ferly dalam keterangan tertulis di laman resmi Polres Pasbar. Ferly melanjutkan, para pelaku ditahan di Polres Pasaman Barat bersama barang bukti untuk penyelidikan dan proses hukum lebih lanjut.