Detektor Tsunami Bawah Laut Disiapkan di Selat Makassar
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi menyiapkan sensor berbasis kabel bawah laut untuk deteksi tsunami akibat longsoran bawah laut di Selat Makassar. Sensor ini merentang dari Balikpapan-Mamuju, Sulawesi Barat.
Oleh
SUCIPTO
·4 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi menyiapkan sensor berbasis kabel bawah laut untuk deteksi tsunami akibat longsoran bawah laut di Selat Makassar. Sensor ini penting mengingat terdapat palung laut yang dalam di antara Pulau Kalimantan dan Sulawesi.
Direktur Pusat Teknologi Reduksi Risiko Bencana Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Eko Widi Santoso mengatakan, sensor yang akan dipasang adalah Indonesia Cable Based Tsunameter (InaCBT). Kabel akan dipasang di dasar laut, merentang dari pantai Balikpapan hingga pantai Mamuju, Sulawesi Barat, sepanjang 272 kilometer.
”Rencana pemasangan kabel tahun depan. Tahun ini, kami fokus studi kelayakan, detail engineering design (DED), dan perizinan,” kata Eko dalam kunjungan BPPT ke Balikpapan, Kamis (30/7/2020).
Sensor ini merupakan teknologi baru pengganti buoy (pelampung) yang kerap dirusak oleh manusia. Pada tahap pertama, kabel itu akan dipasang dari Selat Makassar hingga pantai Balikpapan sepanjang 240 kilometer.
Di Balikpapan, ujung kabel akan diarahkan di sebuah bangunan beton di lahan seluas 9 meter persegi yang akan menangkap informasi jika ada getaran yang berpotensi membuat longsoran bawah laut.
Selat Makassar menjadi titik penting karena ada potensi tsunami yang disebabkan longsoran bawah laut. Jejak longsoran ditemukan di dasar laut dan diduga menjadi penyebab utama tsunami di Teluk Palu, Sulawesi Tengah, pada 2018, yang berada di sisi barat laut Selat Makassar.
Sejumlah survei menemukan banyak longsoran di perbukitan sekeliling Teluk Palu hingga hilangnya daratan ke laut. Jejak longsoran ditemukan di dasar laut dan diduga menjadi penyebab utama tsunami di Teluk Palu yang menelan lebih dari 2.000 korban jiwa.
Adapun gempa di darat bermagnitudo 7,4 dengan mekanisme sesar geser yang melanda Donggala, 28 September 2018, lazimnya tidak memicu tsunami besar. Survei tim gabungan Indonesia-Jepang menemukan titik terang ada potensi longsor bawah laut yang menjadi sumber dari tsunami kali ini. Untuk memastikannya, perlu ada pemetaan bawah laut (Kompas, 8/10/2018).
Pelengkap
Alat pendeteksi tsunami di Selat Makassar ini akan melengkapi sistem peringatan dini bencana di sisi timur Pulau Kalimantan. Dihubungi terpisah, Kepala Stasiun Geofisika Kelas III Balikpapan Mudjianto mengatakan, saat ini sudah terpasang seismograf di delapan lokasi di Kaltim, yakni di Berau, Paser, Kutai Kartanegara, Bontang, Penajam Paser Utara, Kutai Timur, Kutai Barat, dan Balikpapan.
Jadi, total sensor gempa yang sudah terpasang di Pulau Kalimantan sebanyak 15 buah. ”Tahun ini rencananya akan dibangun 29 sensor di Kalimantan. Namun, karena terkendala Covid-19, tidak bisa direalisasikan semua. Hanya tambahan 3 sensor saja,” kata Mudjianto.
Menurut catatan Stasiun Geofisika Kelas III Balikpapan, secara seismistas wilayah Kalimantan memang relatif lebih kecil dibandingkan dengan wilayah lain. Potensi kegempaan di Kalimantan berasal dari patahan lokal yang berada di Kalimantan. Secara umum, kategori gempa di Pulau Kalimantan merupakan gempa dangkal.
Adapun hasil subduksi Western Molucca Sea merupakan gempa menengah dan/atau dalam yang berada di sebelah utara Pulau Kalimantan. Selain itu, juga terdapat hasil subduksi dari Eurasia-Australian Plate yang dikategorikan sebagai gempa-gempa dalam.
Rencananya, tahun ini akan dibangun 29 sensor di Kalimantan. Namun, karena terkendala Covid-19, tidak bisa direalisasikan semua.
Patahan yang aktif di Kalimantan merupakan Patahan Meratus, Patahan Mangkalihat, dan Patahan Tarakan yang memiliki panjang lebih dari 100 km. Patahan itu dapat menimbulkan gempa bumi dengan magnitudo 7. Sesar mendatar Tarakan terletak di bagian utara yang terbentang mulai dari daratan sampai ke lepas pantai.
Sesar Mangkalihat, yang berupa sesar mendatar, diidentifikasi di pantai timur Pulau Kalimantan. Dengan kondisi demikian, getaran yang berpotensi menyebabkan longsoran bawah laut yang berakibat tsunami bisa dideteksi dengan InaCBT di Selat Makassar. Ini menjadi titik penting ketika ibu kota negara resmi pindah ke Kaltim. Sebab, Balikpapan akan menjadi salah satu kota penyangganya.
Pemasangan InaCBT di Balikpapan-Mamuju ini merupakan titik ketiga setelah dipasang di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat dan di sekitar Gunung Anak Krakatau. Selain di Selat Makassar, BPPT juga merencanakan memasang InaCBT dalam waktu dekat di Nusa Tenggara Timur, yakni di sekitar Gunung Rokatenda di sebelah utara Pulau Flores dan di sekitar Labuan Bajo.