10 Paus Biru Mati Terdampar di Pantai Raijua, Kabupaten Sabu Raijua
Sebanyak 10 dari 11 ekor paus biru terdampar di pantai Raijua, kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur. Satu ekor berhasil didorong kembali ke laut dan 10 ekor sudah dikubur di pesisir Raijua oleh warga setempat.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
MENIA, KOMPAS — Sebanyak 10 dari 11 ekor paus biru terdampar di pantai Raijua, kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur. Satu ekor berhasil didorong kembali ke laut, sedangkan 10 ekor langsung dikubur di pesisir Raijua oleh warga dan aparat keamanan setempat. Kematian paus di pantai Sabu Raijua ini hampir sering terjadi. Perlu diteliti apa penyebab kematian paus-paus itu.
Bupati Sabu Raijua Nikodemus Rihi Heke, dihubungi di Menia, ibu kota kabupaten Sabu Raijua, Kamis (30/7/2020), mengatakan, pukul 11.00 Wita warga di Pantai Raijua menemukan satu ekor paus biru terdampar di pantai Raijua masih dalam keadaan hidup. Saat warga berusaha mendorong paus pertama ke laut, tiba-tiba muncul 10 ekor paus biru yang sama, terdampar sekitar 500 meter dari lokasi paus pertama ditemukan.
”Sepuluh ekor yang ditemukan terakhir itu sudah mati. Karena sekarang pandemi Covid-19, aparat pemda, Polres, TNI, dan masyarakat sekitar berkoordinasi segera menguburkan 10 ekor paus yang mati tersebut. Kebetulan di Pulau Raijua sedang ada pekerjaan proyek jalan sehingga alat berat yang ada di sana segera dikerahkan,” kata Nikodemus.
Jumlah 10 paus yang mati itu memiliki panjang masing-masing sekitar 11-18 meter dengan lebar 6-10 meter. Berat paus itu masing-masing 70-120 ton, dengan usia masing-masing paus 30 tahun sampai dengan 80 tahun. Ke-10 paus itu mati dengan posisi tergeletak di pasir pantai yang halus, berjarak dari paus yang satu ke paus lain 5-50 meter.
Ia mengatakan, 10 paus itu dikuburkan terpisah karena dibutuhkan lubang panjang dan dalam. Lubang yang digali cukup dalam, masing-masing 7-12 meter. Saat ini musim pandemi Covid-19 sehingga dikhawatir terjadi penyebaran virus atau bakteri yang dibawa paus-paus itu.
Sepuluh ekor yang ditemukan terakhir itu sudah mati. Karena sekarang pandemi Covid-19, aparat pemda, Polres, TNI, dan masyarakat sekitar berkoordinasi segera menguburkan 10 ekor paus yang mati tersebut. (Nikodemus)
Satu ekor yang didorong masuk ke laut, itu pun belum tentu hidup dan melanjutkan perjalanan sendirian karena paus biasanya hidup bergerombolan. Sering terjadi paus yang sudah terdampar bersama rekannya, dan masih hidup, setelah didorong, akan kembali ke daratan untuk mati juga.
Sekujur tubuh paus yang telah mati dan masih hidup itu mengalami luka-luka. Belum diketahui penyebab luka-luka tersebut.
Pihak Konservasi Taman Nasional Laut Sawu berkantor di Kupang telah menghubungi Nikodemus untuk datang ke Raijua guna melihat, mengamati, dan bila perlu menyelidiki penyebab kematian paus. Penyelidikan ini perlu guna memastikan kematian 10 paus itu. Sebelumnya, pekan lalu, 22 Juli 2020, juga satu paus biru mati terdampar di Pantai Nunhila Kota Kupang dalam keadaan luka-luka di beberapa bagian tubuh.
”Memang butuh penyelidikan untuk memastikan kematian paus-paus itu. Luka-luka di tubuh paus itu karena apa. Apakah dipanah atau ditombak oleh nelayan, paus bertengkar antara mereka atau dengan jenis mamalia laut lain, atau penyebab lain. Penyelidikan juga terkait dengan wilayah perairan di Pulau Sabu Raijua. Setiap tahun atau selang 1-3 tahun selalu ada paus yang mati terdampar di pulau Sabu,” kata Nikodemus.
Ia mengatakan, karena di Pulau Sabu Raijua hampir setiap tahun selalu ada kematian paus, perlu solusi dari pihak berwenang seperti BKSDA Kupang, Dinas Kesehatan serta Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT.
Perlu diselidiki apakah paus yang baru saja mati bisa dimanfaatkan warga untuk kebutuhan ekonomi. Misalnya, diolah menjadi dendeng, minyak paus diambil untuk kebutuhan rumah tangga, atau daging paus dikonsumsi warga.
Jika dapat dimanfaatkan, secara ekonomi Sabu Raijua cukup diuntungkan. Selama ini, masyarakat tidak pernah memiliki pengalaman bagaimana cara memanfaatkan paus itu, kecuali masyarakat tradisional di Lamalera, Lembata. Mereka malah memiliki tradisi tua memburu paus secara adat untuk kebutuhan ekonomi rumah tangga.
Jangan dikonsumsi
Kepala Perwakilan Dinas Kelautan dan Perikanan NTT untuk Kabupaten Sumba Timur Isaak Angwarmase mengatakan, paus yang mati dengan sendirinya kemudian terdampar di pantai tidak boleh dikonsumsi. Paus mati itu sebagian besar disebabkan oleh penyakit tertentu bukan karena usia. Seluruh bagian tubuh paus yang mati penuh bakteri.
”Kalau rangka ikan paus itu dikumpulkan kemudian dimasukan dalam satu museum khusus Paus di Sabua Raijua, itu lebih bagus. Rangka paus itu bisa dijadikan destinasi wisata baru. Cara mengambil rangka paus, yakni paus dikubur, setelah enam bulan rangkanya diangkat kemudian dibersihkan, lalu disimpan dalam museum,” kata Isaak.