Tes Usap Massal di Sleman Sasar Pengajar dan Pengelola Pesantren
Sejumlah pondok pesantren di Kabupaten Sleman, DIY, siap beroperasi lagi. Pengajar dan pengelola tempat pendidikan berasrama ikut menjadi target tes usap massal pemerintah daerah untuk menekan potensi penularan Covid-19.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Sejumlah pondok pesantren di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, siap beroperasi kembali. Untuk itu, pengajar dan pengelola tempat pendidikan berasrama tersebut menjadi target tes usap massal pemerintah daerah untuk memastikan kegiatan belajar-mengajar bebas dari penularan Covid-19.
Kepala Dinas Kesehatan Sleman Joko Hastaryo menyampaikan, sejauh ini, sudah ada 50 pondok pesantren yang mengajukan permohonan izin operasional kembali. Dari jumlah tersebut, terdapat sedikitnya tiga pondok pesantren yang sudah diberi persetujuan.
Operasional kembali mensyaratkan penerapan protokol kesehatan, seperti pemakaian masker, jaga jarak fisik, pemasangan instalasi cuci tangan, dan ketersediaan ruang karantina. Ruang karantina diperlukan untuk isolasi mandiri santri atau pengajar pondok pesantren yang baru datang dari luar daerah.
”Dari 50 pondok pesantren yang mengajukan, semuanya sudah dikunjungi. Yang sudah terbit (diizinkan beroperasi kembali) baru dua atau tiga. Menurut rencana, awal Agustus mulai beroperasi kembali,” kata Joko di Pondok Pesantren Sunan Pandanaran, Kabupaten Sleman, Rabu (29/7/2020).
Dari beberapa peninjauan, Joko memberi catatan bagi pondok pesantren lain soal ketidaktersediaan ruang karantina. Padahal, ruang karantina penting untuk mengisolasi santri yang baru tiba dari luar daerah. Isolasi mandiri juga menjadi salah satu langkah pencegahan penularan Covid-19.
Selain itu, Joko mengatakan, pihaknya juga menyasar pengajar dan pengelola pondok pesantren di Sleman dalam rangkaian tes usap massal yang diadakan Dinas Kesehatan Sleman. Targetnya, terdapat 1.000 pengajar dan pengelola yang akan menjalani tes. Khususnya bagi pengajar dan pengelola yang berasal dari luar daerah. Tes dilakukan dengan metode sampling.
Pelaksanaan tes massal pertama diadakan terhadap 100 pengajar dan pengelola Pondok Pesantren Sunan Pandanaran, Rabu. Pelaksanaan tes dilakukan bertahap hingga awal Agustus terhadap sekitar 150 pondok pesantren.
Tes massal terhadap pengajar dan pengelola pondok pesantren termasuk dalam upaya mencapai target pengambilan sampel usap terhadap 5.000 orang di Sleman. Sejauh ini, sudah ada sekitar 2.000 orang yang diambil sampel usapnya. Tes tersebut menyasar tenaga kesehatan di Kabupaten Sleman. Nantinya, tes massal akan diperluas ke ruang-ruang publik dengan potensi penularan tinggi.
Tes massal terhadap pengajar dan pengelola pondok pesantren termasuk dalam upaya mencapai target pengambilan sampel usap terhadap 5.000 orang di Sleman.
Sementara itu, Kepala Kantor Perwakilan Kementerian Agama Sleman Sa’ban Nuroni menyatakan, tak dimungkiri banyak pengajar pondok pesantren di Sleman berasal dari luar daerah, seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tes massal penting mengingat pondok pesantren akan segera beroperasi kembali.
”Pengajar dan pengelola ini sebagai sentral kegiatan di pondok pesantren. Kalau yang di depan (pengajar dan pengelola) itu ada masalah, itu jadi menyebar ke mana-mana. Ini bentuk pencegahan. Kalau ini aman, aman pula pesantren itu,” kata Sa’ban.
Sa’ban menegaskan, pondok pesantren harus menerapkan protokol kesehatan ketat apabila akan beroperasi kembali. Pengenaan masker, jaga jarak, dan cuci tangan sudah harus menjadi kebiasaan baru kegiatan di tempat pendidikan berasrama tersebut.
”Kami juga mengubah desain kamar. Misalnya, yang biasanya ditempati 10 orang per kamar, sekarang hanya bisa ditempati 4-5 orang per kamar. Selain itu, dipasang pula sejumlah penanda agar para santri selalu jaga jarak dan tak berkerumun di kamar,” kata Sa’ban.
Kami juga mengubah desain kamar. Misalnya, yang biasanya ditempati 10 orang per kamar, sekarang hanya bisa ditempati 4-5 orang per kamar.
Dewan Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Pandanaran Azka Syabana mengatakan, protokol kesehatan berlangsung ketat di pondok pesantren yang dikelolanya. Pihaknya mewajibkan pengajar dari luar DIY menjalani tes usap dan tes cepat sebelum datang kembali ke pondok pesantren. Tanpa bukti tes kesehatan itu, para pengajar belum diperbolehkan mengajar lagi.
Azka menambahkan, santri dari luar daerah diharuskan menjalani karantina 14 hari di ruang yang sudah disediakan sebelum kembali beraktivitas di pondok pesantren. Total terdapat 4.000 santri dari pondok pesantren itu. Hingga Rabu, terdapat 800 santri yang sudah kembali ke pondok pesantren. Khusus santri dari daerah zona merah, belum diperbolehkan kembali.