Penanganan Perkawinan Anak di Aceh Belum Menjadi Prioritas
Setelah menikah, anak perempuan tidak dapat melanjutkan pendidikan. Kesehatan reproduksi terganggu, bahkan ada korban yang mengalami keguguran karena secara usia, rahimnya belum siap mengandung.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Pernikahan dini atau perkawinan anak usia di bawah umur belum menjadi isu prioritas bagi pemerintah daerah dan para pihak di Aceh. Padahal, praktik perkawinan anak di provinsi itu masif terjadi karena berbagai faktor, seperti kesulitan ekonomi, keluarga disharmonis, dan dipaksa menikah karena hamil di luar nikah.
Hal itu mengemuka dalam diskusi daring ”Perkawinan Anak di Aceh” yang digelar Flower Aceh, Rabu (29/7/2020). Diskusi itu dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional yang jatuh setiap tanggal 23 Juli. Flower Aceh merupakan lembaga swadaya masyarakat yang fokus pada isu anak dan perempuan.
Masih sulit mendapatkan data perkawinan anak. Kami datangi instansi terkait, data perkawinan anak tidak ada. (Ayu Ningsih)
Komisioner Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak (KPPA) Aceh, Ayu Ningsih, mengatakan, isu perkawinan anak belum menjadi prioritas bagi lembaganya. Pengawasan sukar dilakukan karena data kasus perkawinan anak dari kabupaten/kota di Aceh sulit diperoleh.
”Masih sulit mendapatkan data perkawinan anak. Kami datangi instansi terkait, data perkawinan anak tidak ada,” kata Ayu.
Namun, KPPA Aceh mendapatkan beberapa aduan kasus perkawinan anak, seperti anak belum berusia 19 tahun dipaksa menikah karena ditangkap warga saat sedang pacaran. Di kalangan warga perdesaan di Aceh ada pandangan pelaku mesum harus dinikahkan meski pasangan itu belum usia dewasa.
Padahal, setelah mereka menikah, karena belum siap secara mental, justru rentan terjadi disharmonis. ”Rentan penceraian, penelantaran karena suami tidak punya penghasilan, dan kekerasan fisik,” ujar Ayu.
Menurut Ayu, perkawinan anak sebagian besar tidak dicatat secara resmi. KPPA Aceh menemukan pasangan suami istri yang masih usia anak, tetapi di kartu tanda penduduk statusnya belum menikah. Akibatnya, pasangan itu dan anaknya akan sulit mengakses pelayanan publik secara maksimal.
Dalam UU Perkawinan disebutkan batas minimal usia anak perempuan dan laki-laki untuk menikah adalah 19 tahun. Namun, di lapangan masih ditemukan anak menikah pada usia 15 tahun. Ditemukan juga pemalsuan usia anak untuk dapat dinikahkan secara resmi.
Direktur Flower Aceh Riswati mengatakan, pihaknya melakukan survei terhadap kasus perkawinan Aceh di Kabupaten Pidie, Aceh Utara, dan Banda Aceh. Selama Mei 2020, Flower menemukan 36 kasus perkawinan anak. Kesimpulan dari wawancara mendalam, perkawinan anak terjadi karena keluarga anak perempuan kesulitan ekonomi, anak dari keluarga disharmonis, dan anak korban hamil di luar nikah.
Ada yang menafkahi
”Tujuan menikahkan anaknya agar ada yang menafkahi. Namun, setelah menikah, ekonominya semakin buruk karena mereka tidak punya pekerjaan dan skill,” kata Riswati.
Setelah menikah, tambah Riswati, anak perempuan tidak dapat melanjutkan pendidikan. Kesehatan reproduksi terganggu, bahkan ada korban yang mengalami keguguran karena secara usia, rahimnya belum siap mengandung.
Menurut Riswati, perkawinan anak masih terjadi karena pengawasan dan perlindungan lemah. Dia mengajak para pihak untuk sama-sama bergerak melindungi anak dari praktik perkawinan dini. Perkawinan anak bukan gerbang menuju kebahagiaan, melainkan gerbang kesengsaraan.
Wakil Ketua Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Provinsi Aceh Dyah Erti Idawati menjelaskan, perkawinan anak dapat mengancam bonus demografi sebab berpotensi menciptakan keluarga yang disharmonis, pendidikan rendah, kesehatan yang buruk, dan ekonomi lemah.
Menurut Dyah, pihaknya melalui kader PKK di perdesaan telah mengampanyekan tolak perkawinan anak. Namun, diperlukan kerja bersama para pihak untuk membuat aksi mencegah perkawinan anak.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Banda Aceh Cut Azharida mengatakan pihaknya membentuk desa layak anak dan forum anak Banda Aceh untuk mengampanyekan perlindungan dan pemenuhan hak anak.