Kian Hebat meski di Tengah Pandemi Covid-19
Badai pandemi Covid-19 menghantam berbagai sektor ekonomi hingga mati suri. Namun, semangat mandiri berbagi inovasi justru lebih dahsyat digaungkan sebagian pelakunya di Bandung, Jawa Barat.
Badai pandemi Covid-19 menghantam berbagai sektor ekonomi hingga mati suri. Namun, semangat mandiri berbagi inovasi justru lebih dahsyat digaungkan sebagian pelakunya di Bandung, Jawa Barat.
Sejak empat bulan lalu, pilar ekonomi ratusan pelaku usaha penyablonan di Kampung Wisata Sablon Muararajeun, Bandung, ambruk diguncang pandemi. Penghasilan hingga belasan juta rupiah per bulan hilang.
Di tengah situasi sulit itu, Asep Gunawan (49), menolak frustrasi. Tumpukan kaleng cat sablon tak terpakai justru menginspirasinya membuat lukisan. Kreativitas otodidak ini telah dirintisnya sejak setahun lalu. Namun, dia baru menyeriusinya sejak memasuki pandemi Maret lalu.
Asep tidak melukis dengan kuas. Dia menggunakan spuit plastik mirip cara membubuhkan krim pada kue. Tak kurang 25 lukisan berbagai obyek dipajang di dinding rumahnya. Ukurannya bervariasi, mulai dari 40 x 60 sentimeter hingga 1 x 1,5 meter.
Dua lukisan yang mencuri perhatian ilmuwan Albert Einstein dan grup band The Beatles yang memakai masker. Meski berbeda generasi, masker dijadikan penanda lukisan dibuat di masa pandemi Covid-19.
”Orang secerdas Einstein dan band sekeren The Beatles saja memakai masker, masa kita enggak? Pesan moralnya semua orang harus mematuhi protokol kesehatan untuk mencegah penularan korona,” ujarnya di Bandung, Minggu (19/7/2020).
Dalam tiga bulan terakhir, Asep gencar mengunggah lukisan-lukisan itu di akun media sosial. Sejumlah orang tertarik membelinya. Namun, karena ekonomi belum stabil, tak mudah menjual lukisan itu. Asep tidak kecewa. Dia justru melihat peluang usaha. Dia percaya diri membanderol Rp 300.000-Rp 3 juta per lukisan.
Ke depan, mimpinya panjang. Asep tak ingin sendiri memanfaatkan bisnis anyar itu. Dia sadar, banyak pelaku usaha sablon di Muararajeun butuh sumber penghasilan baru. Dia janji, teknik melukis itu akan dibagikan kepada rekan-rekannya.
Baca juga: Teknologi Menyelamatkan UMKM
Ketua Kampung Wisata Sablon Muararajeun Wahyu Sudarto mengapresiasi kreativitas Asep. Ia berencana menggelar pelatihan untuk mempelajari teknik pembuatan lukisan itu. Menurut Wahyu, tak kurang dari 50 rumah tangga usaha sablon di Muararajeun terdampak Covid-19. Dalam empat bulan terakhir, mereka bertahan dengan menggunakan uang tabungan dan beralih ke usaha lain, seperti menjual sembako dan membuat masker.
”Harapannya, kreativitas Pak Asep ini bisa dimanfaatkan sebagai jalan keluar dari keterpurukan,” ujarnya.
Arry Setiawan (59) juga tidak mau menyerah. Dia memperlihatkannya saat menuntun jemarinya menggambar suasana perdesaan di atas kertas A3. Nantinya, gambar itu bakal menjadi latar dalam salah satu video animasi yang diunggah akun Tumaritis Reborn di media sosial Youtube.
Tumaritis Reborn adalah akun video animasi buatan Moch Iqbal (43), penggiat komik asal Bandung beserta belasan temannya. Selain ilustrator, ikut direkrut juga pengisi suara hingga penulis cerita. Ada 14 orang yang terlibat. Hampir semuanya minim pengalaman dan usaha sebelumnya terdampak Covid-19.
Arry, mengatakan, pandemi menghancurkan mata pencariannya sebagai pelukis kanvas di Jalan Braga, Bandung. Tak ada wisatawan yang datang sama dengan tiada rupiah yang bisa ia kantongi. Saat Iqbal mengajak bergabung membuat latar animasi, ia cepat mengiyakan, meski harus belajar banyak hal baru.
Latar pertama yang dia kerjakan ada di episode keempat berjudul ”Kolam Pocong-Petruk CS”. Video kali ini berbeda. Karakter yang ada bergerak sederhana layaknya film animasi. ”Kalau belajar, saya selalu merasa muda,” ujarnya sambil tertawa.
Bagi Arry, meski memiliki dasar menggambar, dia mendapatkan pengetahuan baru terkait rumus sudut pandang dalam menggambar latar belakang animasi. ”Awalnya, saya kesulitan karena terbiasa menggambar di kanvas besar dan fokus sudut pandang di tengah. Sekarang, saya ubah gaya, menggambar dengan sudut pandang 45 derajat atau bird view (sudut pandang burung).
Iqbal menuturkan, Turmaritis Reborn bukan sekadar kegiatan iseng mengisi waktu. Ada mimpi besar untuk ikut meramaikan dunia animasi Indonesia kelak meski terbatas modal. Oleh karena itu, dia terus memperkenalkan Tumaritis Reborn kepada teman-teman dan kenalannya agar mau menonton karya mereka.
”Karena keterbatasan modal, kami akan memanfaatkan monetisasi dari jumlah penonton yang disediakan Youtube dulu. Dana itu akan menjadi modal operasional meningkatkan kualitas film animasi. Kami yakin dengan terus belajar, semangat ini bakal jadi besar,” ujarnya.
Tak hanya karya baru, inovasi bisnis juga dilakukan pengusaha kuliner Bandung. Keterbatasan dana dilawan kreativitas tanpa mengesampingkan protokol kesehatan.
Siasat M Nurul Hudha (44), pemilik Warung Kopi Imah Babaturan, menunggu jadi contoh. Tak hanya membuatnya bertahan, tetapi membantu warga lainnya. ”Selama pandemi, keuntungan susut hingga 50 persen. Namun, kami ngotot tidak ingin merumahkan 15 karyawannya di tengah kesulitan ini. Ada beberapa inovasi yang kami tawarkan,” katanya.
Berjualan daring, ia mendukung jaminan kesehatan bagi konsumen. Selain makanan yang higienis, pengemudi ojek daring diberi masker hingga hand sanitizer. ”Cara ini membangun kepercayaan konsumen,” katanya.
Selain itu, kepercayaan pengunjung juga dibangun lewat bekal literasi yang tepat. Dia memberikan koran secara gratis kepada pelanggan mereka di akhir pekan.
Cara tersebut telah dilakukan sejak akhir Juni 2020. Dia membeli 30 koran Pikiran Rakyat dan Kompas di Sabtu dan Minggu ke salah satu loper koran. Harapannya, pelanggan bisa mendapat informasi menarik sekaligus tepercaya di tengah pandemi. Sembari menyantap menu andalan seperti cumi cabai hijau hingga tongseng sapi, harapannya konsumen tetap tercerahkan jauh dari kabar bohong. Hasilnya memuaskan. Konsumen antusias. Hingga kini, tak ada satu pun karyawan yang kehilangan pekerjaan.
Bahkan, tidak hanya Imah Babaturan saja yang bertahan. Adang Rusmana (61), pemilik kios koran, meraup bahagia. Mangkal sekitar 50 meter dari Imah babaturan, Adang terbantu dengan inovasi itu. Korannya laris manis. Bila biasanya dalam sehari itu habis cuma lima koran, dia kini bisa menjual 60 lembar setiap akhir pecan.
”Saya sempat cemas Covid bisa membuat usaha ini semakin terpuruk. Namun, ketika ada orang yang mau beli banyak untuk promosi, saya semangat jualan lagi. Semoga semakin banyak yang mau menerapkan cara ini,” ujarnya.
Pandemi jelas tak mudah dihadapi. Namun, sudah semestinya inovasi tidak boleh lantas mati.
Baca juga: UMKM di Jawa Barat Bidik Peluang Baru di Masa Adaptasi Kebiasaan Baru