Banjir di Kotawaringin Barat Sudah Sebulan Lebih, Warga Mengeluh Tak Ada Perbaikan
Setiap tahun banjir selalu menghantui warga di Kotawaringin Barat. Namun, banjir kali ini dinilai yang terburuk karena intensitas dan tingginya air. Saking bosan dan letih, warga punya tradisi sendiri saat banjir.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Sudah sebulan lebih banjir di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, berlangsung. Pemerintah kabupaten bahkan dua kali memperpanjang status Siaga Darurat. Masyarakat mengeluhkan infrastruktur.
Banjir mulai melanda Kabupaten Kotawaringin Barat sejak awal Juni lalu sampai kini. Setidaknya tiga kecamatan terendam, yakni Kecamatan Arut Utara, Arut Selatan, dan Kotawaringin Lama. Ketinggian air berkisar 0,5-3 meter.
Kepala Desa Rungun, Kecamatan Kotawaringin Lama, Gusti Mawardi mengungkapkan, masyarakat di desanya sudah sering menghadapi banjir yang selalu datang setiap tahun. Warga bosan dengan banjir yang menghantui setiap musim hujan.
”Kali ini banjir lebih parah, bukan hanya lama, airnya paling tinggi tahun ini,” kata Mawardi saat dihubungi dari Palangkaraya, Selasa (28/7/2020).
Mawardi menjelaskan, karena terbiasa dengan banjir, warga memiliki tradisi baru, yaitu membuat nangkat yang artinya meninggikan ruangan di dalam rumah. Nangkat hanya berupa susunan kayu yang dipasang di tengah rumah untuk tempat tidur dan menyimpan barang berharga.
Tradisi itu muncul sejak 1992 saat banjir pertama menyerang. Karena sebagian besar rumah kayu, warga tak lagi susah untuk memasang dan menyusun kayu tersebut.
”Tetapi, ada sekitar tiga rumah guru yang ditinggal sebelum banjir itu terendam dan hampir semua barang-barang di dalamnya terbawa banjir, apalagi selama pandemi ini kosong rumah itu jadi enggak ada yang jaga,” kata Mawardi.
Kali ini banjir lebih parah, bukan hanya lama, airnya juga paling tinggi tahun ini.
Di awal Juli, lanjut Mawardi, banjir merendam seluruh rumah di desanya. Tak hanya itu, fasilitas umum, seperti masjid, sekolah, dan akses jalan, pun tak bisa digunakan.
”Kami tak bisa beraktivitas, tak bisa kerja. Kami berharap pemerintah daerah dan pusat bisa meninggikan jalan dan akses lainnya supaya kalau banjir datang bisa tetap beraktivitas,” ungkap Mawardi.
Menurut Mawardi, meski banjir melanda tiap tahun, tak ada intervensi ataupun perbaikan infrastruktur, seperti pendalaman parit, yang bisa meminimalisasi banjir. ”Semoga tahun-tahun depan tidak ada banjir lagi meski agak mustahil,” katanya.
Kepala Bidang Pencegahan dan Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kotawaringin Barat Reneli menjelaskan, pihaknya sudah dua kali memperpanjang status Siaga Darurat banjir. Pertama pada awal Juni hingga akhir Juni, lalu diperpanjang pada pertengahan Juli lalu sampai awal Agustus nanti.
”Keputusan itu diambil karena dari pantauan di lapangan, air luapan tidak surut tidak juga naik drastis, agak aneh banjir kali ini,” kata Reneli.
Menurut Reneli, banjir terjadi karena luapan dua sungai, yakni Sungai Lamandau dan Sungai Arut. Sungai tersebut meluap karena tingginya curah hujan pada masa peralihan musim. ”Ini banjir yang terburuk. Tak ada korban jiwa, sedangkan kerugian materi masih dihitung,” kata Reneli.
Reneli mengungkapkan, meski masih menggenang, banjir mulai berkurang dilihat dari tinggi muka air yang terus menurun hingga setengah meter dari sebelumnya 1 meter. Intensitass hujan pun terus menurun.
”Memang prediksinya akhir Juli ini sudah memasuki musim kemarau sehingga curah hujan juga sedikit,” kata Reneli.
Prakirawan cuaca dari Stasiun Meteorologi Kota Palangkaraya Alfandi menjelaskan, keadaan udara atau atmosfer di wilayah-wilayah banjir sedang tidak stabil. Hal itu menyebabkan intensitas hujan bisa sangat tinggi bisa juga tidak ada hujan sama sekali.
”Saat ini sedang peralihan dari musim hujan ke kemarau yang tidak merata di beberapa wilayah Kalimantan Tengah. Karena tidak stabil, (keadaan udara) memengaruhi cuaca dan tentunya intensitas hujan,” ungkap Alfandi.
Masa peralihan, lanjut Alfandi, terjadi pada awal Juli hingga akhir Juli. Agustus sampai September Kalteng akan mulai masuk ke musim kemarau.
Alfandi menambahkan, pada masa peralihan musim kemarau saat ini, pihaknya memberikan peringatan dan imbauan kepada pemerintah maupun masyarakat agar waspada perubahan cuaca yang terjadi tiba-tiba, seperti intensitas hujan disertai petir atau kilat, juga angin kencang.
”Tetap mengantisipasi potensi terjadinya banjir dan tanah longsor,” ujarnya.