Titik Panas Banyak Terpantau di Wilayah Tengah Sumatera Selatan
Titik-titik panas mulai terlihat di Sumatera Selatan, terutama di wilayah tengah provinsi itu. Sejumlah upaya terus dilakukan untuk mengantisipasi puncak musim kemarau yang diperkirakan terjadi pada Agustus-Sepetember.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Titik-titik panas kebakaran hutan dan lahan mulai terlihat terutama di wilayah tengah Sumatera Selatan. Berbagai upaya terus dilakukan mengantisipasi puncak musim kemarau yang diperkirakan pada Agustus-Sepetember. Salah satunya, penyediaan alat pertanian untuk memudahkan petani membuka lahan tanpa membakar.
Kepala Bidang Penanganan Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Selatan Ansori, Senin (27/7/2020), di Palembang, mengatakan, titik panas belakangan kerap muncul di wilayah tengah Sumatera Selatan, seperti Muara Enim, Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), dan Ogan Ilir. Di wilayah itu, karakteristik tanahnya masih berupa lahan mineral sehingga ketika ditemukan titik panas, api tidak mudah menyebar.
Namun, menurut Ansori, titik panas sudah menuju ke kawasan pesisir timur yang memiliki lahan gambut, seperti Ogan Komering Ilir dan Musi Banyuasin. Hal ini perlu diwaspadai. Terlebih, berdasarkan prediksi BMKG, Sumsel akan memasuki puncak musim kemarau pada Agustus-September 2020.
Ansori menjelaskan, sejak Januari hingga Juli 2020, total titik panas di Sumsel mencapai 2.166 lokasi. Kabupaten Muara Enim masih menjadi wilayah dengan titik panas terbanyak dengan 429 lokasi.
Ansori menambahkan, hingga kini, pihaknya sudah melakukan pemadaman di sejumlah kawasan yang terbakar. Secara keseluruhan, pihaknya sudah melakukan 584 kali bom air dengan menumpahkan 2,6 juta liter air.
Meski demikian, menurut Ansori, untuk saat ini kebakaran lahan belum terjadi di kawasan rawan sehingga proses pemadaman jauh lebih mudah karena api tidak mudah menyebar. Embung yang dibuat sebagai tempat sumber air untuk mempermudah pemadaman dari udara juga masih tersedia. Jumlah armada helikopter pun sudah ditambah dari delapan unit menjadi sembilan unit.
Ansori menuturkan, kebakaran lahan di Sumsel kebanyakan disebabkan aktivitas warga yang melakukan pembukaan lahan pertanian dan perkebunan. Beruntung kondisi lahan saat ini tidak terlalu kering sehingga api tidak mudah menyebar. ”Mereka membakar tanaman liar untuk pembukaan lahan baru,” ujarnya.
Kebakaran lahan di Sumsel kebanyakan disebabkan aktivitas warga yang melakukan pembukaan lahan pertanian dan perkebunan.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Hortikultura Sumatera Selatan Antoni Alam mengatakan, saat ini pembukaan lahan pertanian di Sumsel belum marak terjadi karena air masih membasahi lahan pertanian mereka. ”Walau demikian, kami masih harus tetap waspada,” ujarnya.
Secara keseluruhan dari 959.000 hektar lahan pertanian di Sumsel, sekitar 170.000 hektar di antaranya rawan terbakar. ”Biasanya kebakaran lahan terjadi di lahan pertanian yang memiliki karakter pasang surut atau lebak,” ujarnya.
Lahan jenis ini tersebar di kawasan Ogan Komering Ilir, Banyuasin, Musi Banyuasin, dan Muara Enim. Kabupaten ini pun merupakan kawasan yang rawan terbakar.
Namun, ujar Antoni, sebagian besar lahan pertanian sampai sekarang masih digenangi air sehingga risiko terbakar masih kecil. Sejumlah persiapan sudah dilakukan untuk menanggulangi kebakaran, salah satunya dengan menyiapkan traktor bagi petani untuk membuka lahan.
Keberadaan traktor roda empat terbukti membantu petani membuka lahan tanpa membakar. Hanya saja jumlahnya masih terbatas. ”Ketersediaan traktor saat ini baru memenuhi 30 persen dari kebutuhan petani,” ujar Antoni.
Keberadaan traktor roda empat terbukti membantu petani membuka lahan tanpa membakar.
Butuh inovasi dan kreativitas untuk menyediakan alat agar tak ada lagi petani yang membakar. ”Salah satunya dengan memanfaatkan fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk membeli traktor,” ujarnya.
Sebelumnya, Gubenur Sumatera Selatan Herman Deru mengatakan, penyerapan KUR di Sumsel masih rendah. Dari Rp 4,4 triliun dana tersedia, penyerapan baru sekitar Rp 1,3 triliun. ”Jika petani butuh jaminan, asal petani sudah memenuhi syarat, Pemprov Sumsel pasti mau menjamin,” kata Herman.