Harimau Sumatera Korban Konflik dengan Manusia Tunggu Lokasi Lepas Liar
Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dharmasraya menunggu survei lokasi untuk pelepasliaran harimau. Sebagian harimau sumatera yang direhabilitasi di tempat ini sudah siap untuk kembali ke habitat alaminya.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
DHARMASRAYA, KOMPAS — Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dharmasraya yang dikelola Yayasan Arsari Djojohadikusumo menunggu survei lokasi untuk pelepasliaran harimau sumatera. Sebagian harimau yang direhabilitasi di tempat ini sudah siap dilepasliarkan ke habitatnya.
Manajer Operasional Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dharmasraya (PR-HSD) Sauredi Simamora di Dharmasraya, Sumatera Barat, Senin (27/7/2020), mengatakan, saat ini ada lima harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang direhabilitasi. Secara umum, kondisi harimau-harimau itu sudah sehat dan sebagian siap dilepasliarkan.
”Kondisi mereka secara umum sudah sehat. Kami menunggu lokasi rilis yang tepat. Saat ini lokasinya masih disurvei oleh BKSDA (Sumatera Barat dan Riau),” kata Simamora yang juga dokter hewan di PR-HSD.
Kelima harimau yang direhabilitasi di PR-HSD adalah Corina dan Ria dari Riau serta dua bersaudara Putra-Putri Singgulung dan Ciuniang Nurantih dari Sumbar. Corina dan Ria ditempatkan di kandang habituasi, sedangkan Putra-Putri Singgulung dan Ciuniang Nurantih ditempatkan di kandang perawatan.
Menurut Simamora, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar sedang menyiapkan lokasi lepas liar untuk Ciuniang Nurantih dan Putra-Putri Singgulung. Sementara itu, untuk Corina dan Ria, PR-HSD masih menunggu informasi lebih lanjut dari BKSDA Riau.
Simamora menjelaskan, di antara kelima harimau itu, Ciuniang Nurantih dan Corina yang paling siap untuk dilepasliarkan. Ciuniang Nurantih, meskipun baru dievakuasi pada Senin (13/7/2020), kondisinya sudah siap. Tidak ada masalah kesehatan dan gigi harimau betina berusia sekitar dua tahun itu sudah lengkap sehingga sanggup berburu di alam liar.
Sementara itu, Corina, yang dievakuasi akhir Maret 2020, kondisi kaki depan bagian kanannya sudah sembuh. Sebelumnya, kaki Corina luka parah akibat jerat kawat seling.
Untuk Putra-Putri Singgulung, kondisi kesehatan mereka bagus. Namun, gigi permanen harimau berusia sekitar setahun itu belum tumbuh sempurna sehingga masih kesulitan untuk berburu.
Menurut Simamora, butuh waktu dua-tiga bulan agar gigi permanen sepasang harimau yang dievakuasi pada pertengahan dan akhir Juni 2020 itu tumbuh sempurna. Walaupun demikian, jika hendak dilepasliarkan sudah bisa asalkan masih satu hamparan dengan induknya.
Adapun Ria tidak memiliki masalah secara fisik, tetapi secara psikis masih diragukan. Ria yang dievakuasi awal Mei 2020 dan diduga pernah membunuh manusia itu masih memiliki perilaku menyimpang. Dari pengamatan tim PR-HSD, Ria tidak menghindar ketika bertemu manusia, bahkan seperti menyambut kedatangan petugas yang memberikan makan.
”Tergantung BKSDA dan KLHK nanti mau bagaimana. Ria ada sejarah membunuh manusia. Dari literatur yang kami baca, harimau yang pernah membunuh manusia direkomendasikan tidak dirilis,” kata Simamora.
Simamora menambahkan, kali ini jumlah harimau terlibat konflik yang masuk ke PR-HSD meningkat dibandingkan dengan setahun lalu. Tahun lalu, harimau yang direhabilitasi hanya dua ekor, Palas dan Inung Rio.
Sementara itu, tahun ini, pada periode akhir Maret-Juli, sudah lima harimau yang masuk untuk direhabilitasi. Konflik harimau-harimau tersebut beragam, mulai terkena jerat, menyerang manusia, menyerang ternak, hingga menampakkan diri kepada manusia ketika berladang di dekat hutan.
Secara terpisah, Kepala Seksi Konservasi Wilayah II BKSDA Sumbar Eka Dhamayanti mengatakan, pihaknya sedang menyurvei lokasi untuk pelepasliaran Ciuniang Nurantih. Proses lepas liar diupayakan segera, tetapi belum dapat dipastikan kapan dilakukan.
”Kami sedang persiapan. Rekomendasi dari PR-HSD sudah layak rilis. Akan kami lakukan dalam waktu dekat,” kata Eka. Seksi Konservasi Wilayah II BKSDA Sumbar membawahkan Padang, Padang Pariaman, Pariaman, Kepulauan Mentawai, Tanah Datar, dan Padang Panjang.
Eka menjelaskan, lokasi lepas liar diupayakan di lanskap yang sama dengan habitat Ciuniang Nurantih sebelumnya di Suaka Margasatwa Barisan. Namun, lokasinya kemungkinan tidak di Lubuk Alung, Padang Pariaman, tempat Ciuniang Nurantih dievakuasi karena memangsa setidaknya tujuh kambing warga.
Menurut Eka, lokasi lepas liar harimau harus memenuhi persyaratan ekologis dan teknis. Lokasi harus sesuai habitat asli, ketersediaan pakan harus cukup, pertimbangan keberadaan harimau lain, serta bebas dari jerat dan pemburu satwa.
Lokasi lepas liar harimau harus memenuhi persyaratan ekologis dan teknis. Lokasi harus sesuai habitat asli, ketersediaan pakan harus cukup, pertimbangan keberadaan harimau lain, serta bebas dari jerat dan pemburu satwa.