Temuan puluhan remaja terindikasi pergaulan bebas dan pesta seks dalam hotel mengungkap fenomena sosial di Kota Jambi. Perlu keseriusan mengatasi persoalan ini.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
Temuan 37 remaja bercengkrama dalam kamar-kamar hotel di Kota Jambi mengagetkan masyarakat di kota itu. Tak banyak mengira masalah pergaulan rupanya jadi momok sosial di kota yang relatif sepi itu. Persoalan yang memerlukan antisipasi cepat dan serius.
Fakta itu terungkap ketika tim petugas ketenteraman dan ketertiban Kecamatan Pasar Jambi, Kota Jambi, menggelar razia. Pertengahan Juli lalu, razia dilakukan bertahap pada malam hari. Hasilnya, terjaring dalam razia itu 37 remaja berada dalam kamar hotel, antara lain di Hotel C, S, BT, dan MS. Saat petugas masuk kamar, mereka ditemukan sedang bercengkerama. Dalam pemeriksaan, petugas mendapati pula kondom dan obat meningkat stamina.
Saat razia pada 8 Juli 2020, Mursida menyesalkan pihak hotel yang membiarkan anak-anak itu menginap tanpa orangtuanya.
Dari kanal Kompas.com diketahui bahwa penangkapan 37 remaja dilakukan tim gabungan TNI-Polri bersama Pemerintah Kecamatan Pasar Kota Jambi. Razia dilakukan untuk membersihkan penyakit masyarakat (pekat) sehingga tercipta situasi yang kondusif.
”Dalam operasi itu, banyak yang terjaring anak-anak remaja di bawah umur. Mereka menyewa kamar hotel. Sangat miris sekali. Laki-lakinya umur 15 tahun, ada perempuannya umur 13 tahun. Kami temukan ada 1 perempuan 6 laki-laki di satu kamar,” kata Mursida, yang dikutip Kompas.com, Kamis (9/7) malam.
Hasil razia itu menyimpulkan mulai maraknya pergaulan dan seks bebas di kalangan remaja dengan memanfaatkan kamar-kamar hotel. ”Banyak yang terjaring masih berusia di bawah umur. Ini sangat miris,” ujar Mursida.
Temuan ini pun mengundang keprihatinan Komisi Perempuan dan Anak Indonesia (KPAI). Komisioner KPAI Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak, Jasra Putra, menilai, anak terbentur beratnya beban di masa pandemi Covid-19. ”Anak anak dan remaja kini berada dalam situasi sangat rentan,” katanya.
Kebutuhan tumbuh kembang atau pubertas di usia produktifnya tidak tersalurkan dengan baik karena berbagai pembatasan. ”Semua akses dibatasi di masa pandemi ini,” lanjutnya.
Di sisi lain, ketidakpastian yang dialami masyarakat juga melemahkan pengawasan dan perhatian terhadap anak anak. Layanan publik bagi anak pun turut dikurangi.
Kondisi tersebut menyebabkan sejumlah perubahan pada anak. Mereka mengalami kecemasan berlebihan, tidak produktif dalam kehidupan sehari hari, konsentrasi menurun, emosi tidak stabil, dan mengalami kendala beradaptasi dengan tatanan hidup yang baru.
Anak-anak, lanjut Jasra, juga kehilangan panggung. Sebaliknya, mereka tenggelam dan larut dalam tayangan internet dalam ponsel. Itu turut meningkatkan agresivitas anak dan juga stres di tengah besarnya kebutuhan pencarian identitas dan eksistensi diri.
Berdasarkan data SIMFONI Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dari Januari sampai Juni 2020 tercatat 3.087 kekerasan terhadap anak. Angka ini selayaknya menjadi sirene berbahaya di masa Covid-19. Anak disebut-sebut masuk dalam kategori korban dan pelaku.
Dengan jumlah anak Indonesia yang 67 juta jiwa (Data BPS Tahun 2020), maka 25 persen dari total jumlah penduduk di negeri ini berpotensi mengalami peristiwa serupa.
Dengan jumlah anak Indonesia yang 67 juta jiwa (Data BPS Tahun 2020), maka 25 persen dari total jumlah penduduk di negeri ini berpotensi mengalami peristiwa serupa.
Pandemi jangan sampai mengurangi perhatian pada anak. Hal itu hanya akan menempatkan anak pada situasi kian sulit seperti membawa mereka pada persimpangan jalan.
Karena itu, diperlukan inovasi mengisi tatanan baru. Dengan energi yang besar, anak membutuhkan penyaluran. Itu memerlukan penyaluran yang mengarah pada hal-hal positif dan produktif.
Kepala Dinas Sosial Provinsi Jambi Arif Munandar membenarkan adanya kecenderungan meningkatnya masala sosial pada remaja di masa pandemi ini. Karena itu, dinas-dinas sosial di daerah perlu lebih proaktif. Pihaknya turut membantu bilamana anak-anak memerlukan bantuan khusus.
”Kami memiliki panti rehabilitasi dan pekerja sosial untuk mendamping mereka jika diperlukan,” katanya.