KPK Ambil Alih Kasus Korupsi Kuburan di Ogan Komering Ulu
Komisi Pemberantasan Korupsi mengambil alih perkara dugaan korupsi yang melibatkan Wakil Bupati Ogan Komering Ulu Johan Anuar, penanganannya belum dituntaskan oleh penyidik Polda Sumsel sampai saat ini.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi mengambil alih perkara dugaan korupsi yang melibatkan Wakil Bupati Ogan Komering Ulu Johan Anuar yang sampai kini belum dituntaskan oleh penyidik Polda Sumsel. Pengambilalihan perkara ini oleh penasehat hukum Johan dinilai sarat dengan muatan politis.
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri ketika dihubungi dari Palembang, Sabtu (25/7/2020), mengatakan, Unit Koordinasi dan Supervisi Penindakan KPK telah mengambil alih perkara dari Polda Sumsel terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan tanah Taman Pemakaman Umum (TPU) Baturaja di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), dengan tersangka Wakil Bupati OKU Johan Anuar. Penyerahan berkas perkara dilakukan di Markas Polda Sumsel di Palembang pada Jumat (24/7).
Dengan diserahkan kepada KPK, diharapkan kasus bisa diselesaikan lebih cepat.
Pengadaan TPU Baturaja ini bersumber dari APBD Kabupaten OKU dengan nilai sebesar Rp 6 miliar dan ditaksir telah merugikan negara hingga Rp 5,7 miliar. Kasus ini pun sudah menyeret empat orang dan mereka pun telah menerima vonis dari pengadilan.
Kasus ini diserahkan kepada KPK atas pertimbangan pihak kepolisian yang menilai penanganan perkara ini sulit dilaksanakan secara baik. ”Dengan diserahkan kepada KPK, diharapkan kasus bisa diselesaikan lebih cepat,” ucap Ali. Pengalihan perkara ini ditandai dengan penyerahan berkas perkara, barang bukti, dan dokumen pendukung lainnya.
Kasus dugaan korupsi yang menyeret nama Johan memang sudah mencuat sejak Oktober 2017. Saat itu, Johan telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sumsel.
Kasus dihentikan
Namun, status itu dicabut setelah Johan menang dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Baturaja. Alhasil, kasus itu dihentikan pada Februari 2018.
Johan kembali ditetapkan sebagai tersangka pada Januari 2020, didasari atas penemuan bukti baru, yakni membengkaknya nilai kerugian negara dari Rp 3,49 miliar pada 2017 menjadi Rp 5,7 miliar pada 2020. Dia sempat ditahan di Polda Sumsel pada Selasa (14/1), tetapi pada 12 Mei atau empat bulan setelah ditahan Johan dinyatakan bebas.
Pembebasan ini dikarenakan batas waktu masa penahanan habis. Sampai batas waktu yang ditentukan, penyidik Polda Sumsel belum mampu melengkapi berkas perkara tersebut. Alhasil, perkara kasus Johan pun diambil alih oleh KPK.
Pengambilalihan perkara ini didasari pada Pasal 10 A Undang-Undang KPK ketika lembaga antirasuah ini memberitahukan kepada penyidik atau penuntut umum untuk mengambil alih perkara dengan sejumlah alasan. Salah satunya menyebutkan pengambilalihan bisa dilakukan jika ada keadaan lain, yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, menjadikan penanganan tindak pidana korupsi sulit dilakukan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Sementara itu, Titis Rachmawati, Penasihat Hukum Johan mengatakan, pihaknya belum menerima surat pemberitahuan dari KPK perihal pengambilalihan perkara dari Polda Sumsel. ”Saya juga belum tahu alasan KPK mengambil alih kasus ini,” ucapnya.
Menurut dia, kasus ini seakan dibiarkan berlarut-larut dan belum ada penyelesaiannya. ”Saya merasa klien saya sudah dizolimi,” ucapnya.
Dirinya khawatir pengambilalihan kasus ini sarat dengan nuansa politik. Terbukti dari proses hukum yang sangat lama, yakni sejak tahun 2017, sampai sekarang tak kunjung tuntas.
”Itulah penegakan hukum kita. Sepertinya ada penggiringan opini, demi kepentingan oknum tertentu,” kata Titis. Hal ini bisa saja terjadi karena Johan akan maju pada Pilkada Bupati OKU di tahun ini.
Seharusnya, lajut Titis, dalam proses penegakan hukum, penyidik harus berorientasi pada tujuan penyidikan, salah satunya adalah kepastian hukum. ”Oleh sebab itu, penegakan hukum wajib menaati azas hukum yang berlaku. Jadi, bukan dengan sewenang-wenang melimpahkan perkara ke KPK,” ucapnya.
Melihat situasi ini, ujar Titis, pihaknya akan menunggu surat resmi dari Polda Sumsel ataupun KPK perihal alasan pengambilalihan kasus ini. ”Setelah itu, saya akan mengambil tindakan hukum selanjutnya,” ucap Titis.