Penyelesaian 1.000 Vent-I Ditargetkan Rampung Akhir Juli 2020
Produksi 1.000 unit Vent-I menggunakan dana publik lebih kurang Rp 12,1 miliar dari 2.048 donatur. Selain itu, produksi ventilator sederhana ini melibatkan lebih kurang 405 personel dari 54 instansi.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Penyelesaian 1.000 unit ventilator buatan Indonesia, Vent-I, ditargetkan rampung akhir Juli 2020. Sebelumnya, sebanyak 790 unit telah didistribusikan ke 277 rumah sakit di seluruh Indonesia. Inovasi anak bangsa ini diharapkan bisa membantu tenaga medis dalam penanganan Covid-19 di Tanah Air.
Dalam kegiatan pertanggungjawaban publik di area Masjid Salman ITB, Bandung, Jumat (24/7/2020), perancang Vent-I, Syarif Hidayat, mengatakan, lebih kurang 200 unit ini masih dalam tahap penyelesaian dan 100 unit di antaranya masih menunggu peralatan impor yang belum mereka terima. Menurut rencana, alat berupa sensor tekanan udara ini tiba di Indonesia dalam pekan ini.
”Sebagian besar bahan baku, sekitar 90 persen, berasal dari dalam negeri. Namun, ada sebagian bahan baku, seperti komponen elektronik, belum ada di Indonesia, jadi masih diimpor dari luar negeri. Namun, hari ini diperkirakan bahan baku itu telah bisa kami terima dan target total 1.000 unit akan rampung akhir Juli ini,” ujarnya.
Dalam penyampaiannya, Syarif berujar, produksi 1.000 unit Vent-I ini menggunakan dana publik lebih kurang Rp 12,1 miliar dari 2.048 donatur. Selain itu, produksi ventilator sederhana ini melibatkan lebih kurang 405 personel dari 54 instansi.
Hingga pertengahan Juli 2020, Jawa Barat menjadi penerima terbesar dengan jumlah 156 unit, menyusul Jawa Timur sebanyak 133 unit dan DKI Jakarta 125 unit. Pada dasarnya, semua provinsi dengan total 34 provinsi menerima ventilator ini.
Tim Konsultan Medis Vent-I dan Dokter Ahli Anestesi Ike Sri Redjeki menuturkan, keberadaan Vent-I sangat membantu penanganan Covid-19 di Indonesia. Proses pemasangannya sederhana sehingga bisa dilakukan tenaga medis, petugas pembantu kesehatan, bahkan pasien sendiri.
”Ventilator ini sangat sederhana sehingga bisa dioperasionalkan dokter umum, perawat, bahkan oleh pasien sendiri. Hanya cukup 1-2 jam dengan membaca instruksinya, orang-orang bisa menggunakan ventilator ini,” ujarnya.
Ike menjelaskan, kondisi itu berbeda dengan ventilator impor yang lengkap dengan instrumen yang rumit. Kondisi ini juga diperparah dengan persebaran ventilator tersebut yang hanya terpusat di kota besar dan membutuhkan tenaga ahli.
”Covid-19 tidak hanya berada di Jakarta, Bandung, Surabaya, dan kota besar lainnya, tetapi sampai ke pelosok daerah. Kita berhadapan dengan kondisi Indonesia yang tersebar luas, sedangkan ahli yang bisa mengoperasikan ventilator lengkap dari luar negeri hanya ada di kota-kota besar,” ujarnya.
Covid-19 tidak hanya berada di Jakarta, Bandung, Surabaya, dan kota besar lainnya, tetapi sampai ke pelosok daerah. Kita berhadapan dengan kondisi Indonesia yang tersebar luas, sedangkan ahli yang bisa mengoperasikan ventilator lengkap dari luar negeri hanya ada di kota-kota besar.
Menurut Ike, keberadaan alat ini bisa mengurangi potensi pasien positif Covid-19 untuk masuk ke tahap lebih kritis. Ventilator ini ditujukan untuk pasien dengan kondisi ringan hingga menengah, di mana mereka masih bisa melakukan aktivitas mandiri, tetapi mulai mengalami kesulitan pernapasan.
Dengan memberikan suplai oksigen sekaligus mengurangi radang di paru-paru melalui udara yang telah dihangatkan, ventilator ini membantu pernapasan pasien sehingga kejadian gagal napas bisa dihindari.
Terus berinovasi
Meski telah menargetkan 1.000 unit pada akhir Juli, Syarif mengatakan program ini akan terus dilanjutkan dengan inovasi lainnya. Dia berujar, setelah Vent-I dengan dana publik ini rampung dan didistribusikan, pihaknya berencana membuat alat bantu pernapasan untuk penderita gangguan pernapasan dengan mekanisme mirip Vent-I.
Alat tersebut berupa High Flow Nasal Cannula (HFNC) yang dipergunakan sebagai alat bantu pernapasan untuk pasien gangguan pernapasan, seperti Covid-19, asma, dan tuberkulosis.
”Program ini tidak ditutup. Setelah Vent-I rampung dan masuk fase industri, kami akan melanjutkan dengan alat lain yang tidak kalah diperlukan, yaitu HFNC. Pada dasarnya, kami akan jadikan momen ini untuk memberikan inovasi alat kesehatan yang terjangkau,” ujarnya.