Pandemi Covid-19 Menghambat Penyaluran KUR Bank BRI di NTT
Pandemi Covid-19 menghambat laju penyaluran kredit usaha rakyat dari Bank BRI di Nusa Tenggara Timur. Sampai Juni 2020, KUR tersalur Rp 1,5 triliun dari total target Rp 2,3 triliun.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Pandemi Covid-19 menghambat laju penyaluran kredit usaha rakyat atau KUR dari Bank BRI di Nusa Tenggara Timur. Sampai Juni 2020, KUR tersalur di bawah target. Sebagian warga belum memanfaatkan KUR karena belum paham.
Pimpinan Kantor BRI Cabang Kupang Stefanus Juarto dalam audiensi dengan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) di Kupang, Kamis (23/7/2020), mengatakan, penyaluran dana kredit usaha rakyat untuk NTT sejak Januari 2020 sampai Juni 2020 senilai Rp 1,5 triliun. Jumlah itu masih di bawah target Rp 2,3 triliun yang disiapkan BRI bagi 22 kabupaten/kota di NTT. Periode yang sama 2019, KUR tersalur sekitar Rp 2 triliun. ”Pandemi Covid-19 menghambat penyaluran KUR ini,” kata Juarto.
Ia mengatakan, jika tidak ada pandemi Covid-19, target Rp 2,3 triliun itu selesai disalurkan pada triwulan ketiga (Juli-September) seperti tahun-tahun sebelumnya.
Ada dua jenis KUR, yakni untuk sektor mikro dengan plafon Rp 500.000-Rp 50 juta, total dana yang disalurkan untuk sektor ini senilai Rp 1,1 triliun. KUR mikro dilayani BRI Unit. Plafon pinjaman di atas Rp 50 juta-Rp 500 juta disebut KUR Ritel (kecil) dilayani BRI Cabang. Dana yang telah disalurkan untuk ini senilai Rp 400 miliar. Dengan demikian, total dana yang telah disalurkan Rp 1,5 triliun. Bunga KUR mikro dan KUR kecil masing-masing 6 persen.
Menurut Juarto, animo masyarakat jauh lebih tinggi mengakses KUR di perbankan dibandingkan skema kredit lain karena bunga pinjaman KUR lebih rendah dibandingkan jenis kredit lain. Selain itu, persyaratan KUR pun lebih mudah bagi masyakat kelas menengah ke bawah. Dana KUR tersebut untuk semua jenis usaha ekonomi, seperti pertanian, peternakan, perdagangan, perkebunan, perikanan, dan industri rumah tangga.
BRI di NTT telah memiliki unit-unit di 309 kecamatan untuk memberikan layanan sektor mikro, termasuk layanan badan usaha milik desa (BUMDes) di 3.268 desa. Seluruh kantor BRI di 22 kabupaten/kota didorong melakukan penyaluran KUR dalam rangka membantu masyarakat untuk berdaya di tengah pandemi Covid-19. Pihak BRI memberikan relaksasi pembayaran angsuran kepada hampir seluruh debitur yang berdampak pandemi Covid-19.
Namun, di lain pihak, BRI tetap mengikuti perkembangan debitur sehingga relaksasi itu tidak berkepanjangan dan merugikan perbankan. Debitur tetap diajak untuk sama-sama memahami kondisi perekonomian bangsa saat ini, dan terus berjuang melunasi kredit.
Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat meminta kepala BRI Cabang Kupang yang baru agar mengkaji kekuatan ekonomi yang ada sehingga terus mendapat kepercayaan masyarakat terlibat dalam mengakses dana KUR. Data analisis usaha mikro dari perbankan juga menjadi data kekuatan Pemprov melakukan intervensi.
”Masyarakat NTT punya usaha masih bersifat kecil-kecil, berkaitan dengan kemampuan ekonomi dan daya usaha masyarakat. KUR mikro telah mendapat tingkat kepercayaan tinggi di kalangan masyarakat. Ini berarti manajemen KUR mikro telah sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat sehingga terjadi lonjakan dalam peminjaman,” kata Laiskodat.
Hasil rinci KUR mikro akan diketahui kondisi konkret di lapangan, terutama dalam membangun sinergitas dengan Pemda dalam menyusun sebuah terobosan ekonomi melalui bank-bank di NTT.
Sejumlah usaha kecil berusaha tetap bertahan di tengah pandemi Covid-19, dan sebagian mengandalkan KUR sebagian memilih mandiri. Hasnah Hani (37), penjual nasi kuning dan nasi pecel di Kelurahan Kayu Putih, Kota Kupang, mengatakan, tidak sulit meminjam paket KUR. Hasnah meminjam uang dari BRI Unit Tuak Daun Merah, Kupang, senilai Rp 5 juta untuk usaha itu. Setiap bulan ia harus setor ke bank Rp 300.000.
”Pandemi Covid-19, peminat pun sepi. Tetapi, saya tetap bayar cicilan di bank, dari simpanan saya sebelum Covid-19, sebagai bagian dari tanggung jawab saya kepada bank,” kata warga Madura ini.
Pandemi Covid-19, peminat pun sepi. Tetapi, saya tetap bayar cicilan di bank, dari simpanan saya sebelum Covid-19, sebagai bagian dari tanggung jawab saya kepada bank.
Berbeda dengan Ansel Rawit (29), penjual ikan di Oesapa, Kota Kupang. Ia memilih tidak mau berurusan dengan perbankan karena persyaratan berbelit dan debitur harus memiliki jaminan tertentu. Selain itu, pelunasan kredit pun harus tepat warga agar barang jaminan tetap aman.
Ansel mengaku saat ini membutuhkan modah usaha untuk berjualan ikan dalam jumlah yang banyak. Tetapi, dalam situasi pandemi Covid-19, meminjam uang di bank memiliki risiko besar karena usahanya ada peluang macet. Ia pun memilih berusaha sesuai kemampuan yang ada.
Serupa dengan Ansel, Enu Chang Way (56), pemilik UD Anugerah di Kelurahan Oebobo, Kota Kupang, mengatakan, tidak pernah berurusan dengan perbankan dalam hal permodalan. Meski ingin mengembangkan usaha serupa di lokasi lain di Kota Kupang, ia tidak mau memanfaatkan jasa bank.
”Tidak mau repot saja. Kata orang pinjam uang di bank urusan banyak, repot, dan bunga bank tinggi. Soal KUR pun saya belum paham. Kan tetap ada bunga juga,” kata Enu.