Infrastruktur Pendukung Belajar Daring di Jateng Bakal Dikebut
Di Kabupaten Banyumas, ada siswa yang harus naik ke bukit untuk bisa mendapat sinyal agar tetap belajar. Sementara di Kabupaten Rembang, ada anak yang tetap berangkat ke sekolah karena tak memiliki gawai.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Sejumlah permasalahan dalam aksesibilitas pembelajaran jarak jauh atau PJJ masih mendera sejumlah daerah, termasuk Jawa Tengah. Pemerintah berupaya mencari solusi, sebagai janji di tengah peringatan Hari Anak Nasional, Kamis (23/7/2020), salah satunya dengan memperbaiki infrastruktur pendukung PJJ.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, di Kota Semarang, Kamis, mendorong anak tetap bersemangat di tengah pandemi Covid-19. Di tengah proses belajar-mengajar yang kini beralih ke daring, semangat untuk tetap meraih ilmu harus dijaga.
”Kita harus tetap survive (bertahan), eksis, dan tidak menyerah. Di samping itu, kita menjaga diri dengan kedisiplinan,” pesan Ganjar kepada anak-anak di Jateng melalui sambungan telekonferensi.
Ia menuturkan, ada anak di Kabupaten Banyumas yang harus naik ke bukit untuk bisa mendapat sinyal agar tetap belajar. Sementara di Kabupaten Rembang, ada anak yang tetap berangkat ke sekolah karena tak memiliki gawai. Itu wujud kegigihan anak-anak dalam menimba ilmu.
Ganjar berjanji untuk terus berupaya mencari solusi dengan mempersiapkan infrastruktur dalam mendukung PJJ selama pandemi. ”Kami akan siapkan infrastruktur, yang dalam waktu dekat akan dikebut. Tapi, tidak bisa langsung memberikan semuanya,” katanya.
Forum Anak Jawa Tengah melaporkan 20-25 persen pelajar di Jateng tak memiliki akses layanan PJJ. Data tersebut merupakan hasil survei tertutup yang dilakukan dengan responden 590 pelajar di Jateng, sejak diterapkan kebijakan belajar dari rumah selama masa pandemi.
Sekitar 20-25 persen pelajar di Jateng tak memiliki akses layanan PJJ. Data tersebut merupakan hasil survei tertutup yang dilakukan dengan responden 590 pelajar di Jateng.
”Masalah yang muncul, mulai dari siswa tidak memiliki telepon seluler untuk mengakses internet karena faktor kekurangan ekonomi orangtuanya. Selain itu, juga karena sulitnya sinyal di tempat tinggalnya,” kata Ketua Forum Anak Jateng, Amelia Adiputri Diansari.
Di Kota Semarang, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi, Kamis, mengakui, rata-rata keluhan dari anak-anak sekolah yang belajar dari rumah, yakni kuota internet. Dinas Pendidikan Kota Semarang pun akan terus menyosialisasikan peraturan agar kebutuhan-kebutuhan itu dapat terpenuhi.
”Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) bisa digunakan untuk melengkapi kuota siswa-siswinya. Dipilah dengan baik, mana saja sekolah yang kesulitan (dalam belajar) daring. Baik dari ketersediaan sarana maupun kemampuan siswanya. Segera dicarikan solusi,” ujarnya.
Hendrar menambahkan, penting untuk terus menumbuhkan pola kemandirian anak. Selain itu, kebiasaan baru dengan penerapan protokol kesehatan juga harus terus dibiasakan pada anak. Di antaranya, memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, dan pola hidup sehat.
Kebiasaan baru dengan penerapan protokol kesehatan juga harus terus dibiasakan pada anak. Di antaranya, memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, dan pola hidup sehat.
Kota layak anak
Selama 2017-2019, Kota Semarang mendapat predikat Kota Layak Anak yang terus meningkat, yakni kategori Pratama, Madya, dan Nindya. Setelah ketiganya, ada kategori Utama dan yang tertinggi, yakni Kota Layak Anak (KLA). Pada 2020, Kota Semarang berupaya untuk meraih kategori Utama.
Akan tetapi, karena adanya pandemi Covid-19, evaluasi dari pemerintah pusat kemungkinan baru dilakukan pada 2021. ”Namun, kami tak berhenti. Kami terus upayakan agar sekolah ramah anak terus bertambah guna mengejar target itu,” kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Semarang, M Khadhik.
Ia menuturkan, saat ini, untuk SMP negeri di Kota Semarang sudah seluruhnya mendeklarasikan sekolah ramah anak. Sementara SD negeri sudah sekitar 99 persen. Hal itu, antara lain, dilihat dari sarana prasarana, sumber daya manusia, dan kebijakan sekolah.