Tertunda Pandemi, Restorasi Gambut di Kalsel Dilanjutkan
Kegiatan restorasi gambut di Kalimantan Selatan kembali dilanjutkan setelah tertunda tiga bulan karena pandemi Covid-19. Restorasi harus dilakukan secara optimal untuk mencegah kebakaran lahan gambut saat kemarau.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Kegiatan restorasi gambut di Kalimantan Selatan kembali dilanjutkan setelah tertunda selama tiga bulan karena pandemi Covid-19. Pengecekan dan perbaikan infrastruktur pembasahan gambut, seperti sekat kanal dan sumur bor, mendesak dilakukan karena kemarau sudah di depan mata.
”Pandemi Covid-19 membuat kegiatan tersebut tertunda dari Maret sampai Juni. Kegiatan kami tahun ini jadi agak terlambat karena kami baru benar-benar bisa bergerak pada Juli ini,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalsel Dwi Nirwana Hanifah dalam kegiatan Sosialisasi Restorasi Gambut Kalsel 2020 yang dilakukan secara daring oleh BRG, Rabu (22/7/2020).
Pada 2020, fokus Badan Restorasi Gambut (BRG) bersama Pemprov Kalsel adalah memberikan tambahan paket revitalisasi ekonomi dan penguatan kapasitas masyarakat sekitar ekosistem gambut sebanyak enam paket. Selain itu, juga melakukan pemeliharaan dan perbaikan sekat kanal, pemeliharaan dan perbaikan konstruksi sumur bor dan mesin sumur bor, serta operasi pembasahan.
Menurut Hanifah, anggaran untuk tugas pembantuan restorasi gambut tahun ini juga harus disesuaikan dengan pandemi Covid-19. Alokasi anggarannya dari Rp 4,5 miliar direvisi menjadi Rp 2,7 miliar. Sampai dengan 19 Juli 2020, anggaran yang terserap baru 9,92 persen atau sebesar Rp 267 juta. ”Kami terus berupaya agar kegiatan yang sudah direncanakan bisa terealisasikan,” ujarnya.
Sampai dengan 19 Juli 2020, anggaran yang terserap baru 9,92 persen atau sebesar Rp 267 juta.
Sejak 2017 hingga 2019, BRG telah membangun 759 infrastruktur pembasahan gambut yang dibangun melalui mekanisme tugas pembantuan yang diemban Dinas Lingkungan Hidup Kalsel. Infrastruktur pembasahan gambut itu terdiri dari 629 sumur bor dan 130 sekat kanal.
Adapun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprakirakan puncak kemarau di Kalsel tahun ini terjadi pada Agustus. Untuk itu, Pemprov Kalsel telah menetapkan status siaga darurat penanganan bencana kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) berdasarkan Keputusan Gubernur Kalsel Nomor 188.44/0487/KUM/2020 terhitung 1 Juli sampai dengan 30 November 2020.
Kepala Kelompok Kerja Wilayah Kalimantan dan Papua BRG Rudy Priyanto menuturkan, area prioritas kerja BRG di Kalsel tersebar di empat Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG), yaitu KHG Sungai Balangan-Sungai Batangalai, KHG Sungai Barito-Sungai Tapin, KHG Sungai Utar-Sungai Serapat, dan KHG Sungai Barito-Sungai Alalak. ”Semua KHG itu lintas kabupaten,” katanya.
Empat KHG di Kalsel mencakup wilayah Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Utara, Tabalong, Hulu Sungai Tengah, Balangan, Barito Kuala, dan Tapin. Pada empat KHG itu sudah dilakukan kegiatan revegetasi seluas 42 hektar dan revitalisasi ekonomi sebanyak 33 paket. ”Infrastruktur pembasahan gambutnya juga sudah terbangun 100 persen,” ujarnya.
Jenis kegiatan revitalisasi ekonomi masyarakat di Kalselmantara lain peternakan ayam pedaging dan itik petelur, perikanan budidaya, pertanian dan perkebunan, aneka produk olahan, dan kerajinan purun. ”Restorasi gambut tidak dapat dilakukan secara instan dan harus melibatkan berbagai pihak,” kata Rudy.
Menurut Deputi Bidang Edukasi Sosialisasi Partisipasi dan Kemitraan BRG Myrna A Safitri, target restorasi gambut di Kalsel memang tidak sebesar target yang ada di enam provinsi lain, yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Papua. Meski demikian, kegiatan restorasi tetap harus dilakukan dengan baik untuk mencegah kebakaran lahan gambut. ”Kemarau sudah di depan mata. Kita semua harus siap siaga,” ujarnya.
Myrna mengajak pemangku kepentingan untuk mengecek kembali kondisi infrastruktur pembasahan gambut yang sudah dibangun, seperti sekat kanal dan sumur bor, guna memastikan apakah masih berfungsi dengan baik atau perlu diperbaiki. ”Operasi cepat pembasahan kembali harus dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran dan jangan sampai kebakaran meluas,” katanya.