Polda Sulut Ringkus Empat Pemalsu Data Kartu Seluler
Kepolisian Daerah Sulawesi Utara meringkus empat pemalsu data elektronik untuk registrasi kartu SIM ponsel di Manado, Tomohon, dan Kotamobagu karena menyalahgunakan data pribadi warga untuk mendaftarkan kartu.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
MANADO, KOMPAS — Aparat Polda Sulawesi Utara meringkus empat pemalsu data elektronik untuk registrasi kartu SIM telepon seluler di Manado, Tomohon, dan Kotamobagu. Keempat pelaku diduga menyalahgunakan data warga yang didapat dari internet untuk mengaktivasi puluhan ribu kartu SIM sebelum menjualnya dengan keuntungan berlipat.
Dalam jumpa pers di Markas Polda Sulut, Rabu (22/7/2020), Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sulut Komisaris Besar Jules Abast mengatakan, seorang tersangka adalah TAK (48), manajer cabang sebuah perusahaan distributor kartu SIM di Manado, PT MDM. Ia menyalurkan 49.582 kartu SIM Indosat Ooredoo ke tiga tersangka lainnya di tiga kota.
Ketiganya adalah VRM (24) di Manado, FER (33) di Tomohon, dan AMP (26) di Kotamobagu, satu-satunya perempuan dalam kelompok ini. Ketiganya ditugasi mengunduh data pribadi masyarakat, seperti nama, nomor induk kependudukan (NIK), dan kartu keluarga, dari internet, lalu memakainya untuk meregistrasi puluhan ribu kartu SIM itu.
Dari hasil pemeriksaan, ketiga pelaku, yang disebut oleh Jules sebagai operator mikro, menggunakan metode sederhana untuk mengumpulkan data pribadi itu. ”Mereka sekadar mengumpulkan data dari Google (mesin pencari) untuk dipakai meregistrasi kartu,” kata Jules.
Keempatnya ditangkap secara terpisah pada 17-19 Juli 2020 setelah polisi mendeteksi ketidaksesuaian data dalam register kartu SIM dengan data pengguna. Aktivasi puluhan ribu kartu tersebut terlacak oleh Tim Subdirektorat Siber Polda Sulut di Manado.
Dari VRM di Manado, polisi menyita 46.823 kartu SIM, 450 kartu dari FER di Tomohon, dan 2.300 kartu dari AMP. Sedianya, mereka akan mengembalikan kartu-kartu itu kepada TAK yang akan mendistribusikannya ke kios-kios penjual kartu SIM.
Tim Khusus Maleo Polda Sulut yang diturunkan untuk meringkus pelaku juga menyita tiga alat modem pool untuk registrasi kartu SIM. Beberapa modem Wi-Fi serta perangkat komputer seperti monitor, unit prosesor komputer (CPU), tetikus (mouse), alat pemindai kode batang, dan beragam jenis kabel juga dijadikan barang bukti kejahatan.
Kelompok distributor kartu SIM ini diduga melanggar Pasal 51 Ayat 1 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 yang telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Hukuman kurungan penjara maksimal 12 tahun dan denda Rp 12 miliar menanti keempat tersangka.
Jules mengatakan, para pelaku diduga telah menjalankan praktik penyalahgunaan kartu SIM itu sejak awal tahun ini. Karena itu, besar kemungkinan banyak kartu yang telah mereka pasarkan. Namun, belum diketahui apa ada kartu SIM operator lain yang mereka registrasikan secara ilegal.
Kendati begitu, kepolisian belum mengetahui besaran keuntungan yang didapatkan dari penyalahgunaan data pribadi oleh keempat pelaku. Keuntungan dari penjualan maupun skema imbalan yang diberikan TAK kepada ketiga tersangka lainnya juga belum diketahui.
”Kami belum mengarah ke sana. Saat ini kami masih berfokus pada penyalahgunaan identitas masyarakat secara masif. Apalagi, kasus ini juga baru kami ungkap. Yang pasti, motifnya jelas ekonomi,” kata Jules. Ia tidak memperkenankan wartawan menanyai tersangka secara langsung.
Jules menambahkan, masyarakat dirugikan karena datanya dipakai secara tidak bertanggung jawab. Apalagi, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah menetapkan satu nomor KTP hanya dapat digunakan untuk meregistrasi maksimal tiga nomor telepon seluler. Kebutuhan warga untuk meregistrasi nomor ponsel bisa terganggu.
”Lebih buruk lagi, bisa saja data masyarakat mereka perjualbelikan. Kami akan terus menyelidiki kasus ini dan melihat perkembangannya, karena ini adalah kasus pertama di Sulut. Sebelumnya ada kasus serupa di Jawa Timur dan Kalimantan Timur,” ujar Jules.
Sementara itu, pihak Indosat Ooredoo belum dapat dimintai keterangan soal kasus ini. Manajer Relasi Media Indosat Ooredoo Eni Nur Ifati tidak menjawab panggilan telepon maupun membalas pesan teks.
Pada November 2019, Kepala Bidang Humas Polda Kalimantan Timur Komisaris Besar Ade Yaya Suryana juga mengungkap kasus serupa dengan barang bukti 14.300 kartu SIM yang telah diregistrasi maupun gagal diregistrasi. Metode yang digunakan pun sama, menggunakan NIK warga untuk meregistrasi kartu SIM sebelum memasarkannya.