Pergerakan Manusia Antardaerah di Pantura Jawa Barat Kembali Diwaspadai
Kewaspadaan dilakukan untuk mengantisipasi kasus impor Covid-19 yang berpotensi memengaruhi angka reproduksi dengan penambahan pasien positif. Setiap sekolah juga diminta hati-hati dalam kegiatan belajar-mengajar.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Pergerakan manusia yang tinggi di kawasan pantai utara Jawa Barat kembali jadi perhatian. Apabila tidak diantisipasi sejak dini, hal ini rentan semakin meningkatkan penambahan kasus baru di Jabar.
Dalam kunjungan di Kabupaten Majalengka, Rabu (22/7/2020), Gubernur Jabar Ridwan Kamil meminta Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Majalengka untuk mewaspadai kasus impor. Untuk meminimalkan munculnya kasus itu, pemeriksaan reaksi rantai polimerase (polymerase chain reaction/PCR) harus ditingkatkan sesuai dengan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
”Saat ini, Majalengka masuk kategori risiko rendah dengan 26 kecamatan yang masuk (zona) hijau. Namun, pemeriksaan (PCR) harus ditingkatkan, dari sekarang masih untuk 2.600 jiwa harus naik mendekati 7.500 jiwa,” tuturnya.
Kamil berujar, tindakan tersebut perlu dilakukan di tengah potensi kedatangan warga dari luar daerah menyambut Idul Adha 1441 Hijriah. Kasus impor yang terjadi, tuturnya, bisa saja memengaruhi status suatu daerah yang tadinya rendah menjadi sedang, bahkan tinggi.
Tidak hanya di Majalengka, Kabupaten Subang yang menjadi salah satu daerah pelintasan di pantura Jabar pun mendapatkan peringatan. Kamil menyarankan kawasan pelintasan masuk ke Subang yang dilalui orang dengan domisili non-Jabar diawasi ketat. Kasus impor ini, tuturnya, bisa merusak angka reproduksi efektif (Rt) Covid-19 sebesar 0,75 per 16 Juli 2020.
Karena itu, Kamil meminta para petugas melakukan pengetesan masif di terminal, stasiun, pasar, tempat wisata, institusi pendidikan kenegaraan, dan lembaga pemasyarakatan.
”Tantangan Jabar datang dari individu dari luar. Karena itu, pendatang bisa berpotensi. Kunci adaptasi kebiasaan baru adalah pengetesan. Jangan sampai ekonomi dibuka, tetapi pengetesannya tidak agresif. Itu bisa menjadi bom waktu,” tuturnya.
Hati-hati
Salah satu pendatang yang masuk ke Jabar adalah para peserta pendidikan, termasuk santri. Karena itu, untuk sementara ini Kamil menyarankan pesantren hanya menerima warga Jabar yang masuk zona aman. Jika masih ke dalam risiko sedang, bahkan tinggi, sekolah tersebut disarankan belum dibuka.
”Santri kalau bisa jangan dulu (terima kembali) yang dari luar Jabar. Jadi, pesantren yang dibuka kali ini untuk santri domisili Jabar,” ujarnya.
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar di sekolah, Kamil meminta setiap daerah untuk menerapkan prinsip kehati-hatian. Sekolah di daerah berstatus zona hijau akan mempersiapkan aktivitas belajar tatap muka, tapi hanya untuk warga di kecamatan yang sama.
”Siswa dengan domisili di daerah yang bukan zona hijau diminta untuk tetap belajar daring meski sekolahnya sudah masuk ke dalam zona hijau,” tutur Kamil.
Kepala Dinas Pendidikan Dedi Supandi menuturkan, selain berada di zona aman, sekolah diperbolehkan mengadakan kegiatan tatap muka jika sekolah telah memenuhi syarat protokol kesehatan. Hal tersebut perlu menjadi pertimbangan karena pihaknya memastikan keselamatan dan kesehatan peserta didik di tengah pandemi.
Dedi menuturkan, proses belajar-mengajar di Jabar perlu tetap berjalan meski tidak tatap muka. Karena itu, dia meminta setiap sekolah untuk berkomunikasi dengan orangtua siswa ataupun peserta didik untuk menerapkan pembelajaran jarak jauh yang sesuai dengan kebutuhan.
”Pembelajaran tetap berjalan meski tidak bisa tatap muka karena kami mengutamakan kesehatan dan keselamatan peserta didik. Komunikasi antarpihak sangat penting dalam pembelajaran daring melalui teknologi komunikasi yang mudah diakses,” ujarnya.