Pemecatan 109 Tenaga Kesehatan RSUD Ogan Ilir Malaadministrasi
Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Selatan menemukan dugaan malaadministrasi dalam kasus pemecatan 109 tenaga kesehatan honorer di RSUD Ogan Ilir, Sumatera Selatan, Mei 2020.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Selatan menemukan dugaan malaadministrasi pada proses pemecatan 109 tenaga kesehatan honorer di RSUD Ogan Ilir, Sumatera Selatan, Mei 2020. Ombudsman mengeluarkan saran korektif untuk mempekerjakan kembali tenaga kesehatan tersebut dan mengevaluasi manajemen rumah sakit.
Kepala Perwakilan Ombudsman Sumatera Selatan Adrian Agustiansyah, Rabu (22/7/2020), di Palembang, menerangkan, kajian dan pemeriksaan yang telah dilakukan selama dua bulan menemukan sejumlah fakta yang menyatakan proses pemecatan itu menyalahi sejumlah aturan.
Hal yang paling mendasar adalah ke-109 tenaga kesehatan ini tidak mengantongi surat pengangkatan pegawai, hanya berupa perjanjian pemberian insentif/honorarium. Selain itu, Surat Keputusan (SK) Bupati Ogan Ilir Nomor 191/KEP/RSUD/2020, yang menjadi dasar pemecatan juga telah digunakan untuk surat keputusan lain pada Februari 2020. ”Hal ini tentu menyalahi aturan,” ucapnya.
Selain itu, alasan pemecatan pun tidak bisa dibuktikan. Pertama, pemecatan dilakukan karena pegawai tersebut dalam lima hari berturut-turut tidak bekerja. Padahal, fakta di lapangan menunjukan, tidak ada satu pegawai pun yang melanggar aturan tersebut lantaran sistem kerja pegawai honerer di RSUD itu adalah sif. Bahkan, di antara mereka yang dipecat ada dua orang yang sedang menjalankan cuti hamil dan satu orang telah mengundurkan diri.
Selain itu, ujar Adrian, pemecatan ini terjadi karena pegawai dinilai telah melanggar kode etik lantaran menolak merawat pasien Covid-19. Padahal, pelanggaran kode etik hanya bisa dibuktikan oleh asosiasi/organisasi yang menaungi, bukan pemerintah daerah.
SK ini juga tidak didasari rekomendasi atau usulan resmi dari RSUD Ogan Ilir. Adrian menduga dalam proses pemecatan tidak ada koordinasi antara direksi RSUD Ogan Ilir dengan Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kabupaten Ogan Ilir sehingga kesalahan administrasi yang mendasar seperti itu masih terjadi.
Oleh karena itu, Ombudsman Sumsel mengeluarkan saran korektif kepada Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir untuk membatalkan pemecatan terhadap 109 tenaga kesehatan dan mempekerjakan mereka kembali. Adrian juga menyarankan agar manajemen RSUD Ogan Ilir segera dievaluasi.
Ombudsman Sumsel memberikan batas waktu hingga 30 hari kerja bagi Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir untuk menindaklanjuti keputusan ini. ”Jika dalam jangka waktu tersebut tidak ada tindak lanjut, saran korektif ini akan diajukan kepada Ombudsman RI untuk dibuatkan rekomendasi dengan kekuatan hukum yang lebih besar,” ucapnya.
Saat ini pun Pemkab Ogan Ilir bersama Inspektorat Kabupaten Ogan Ilir juga telah menerjunkan tim investigasi untuk mengkaji kasus tersebut.
Mei lalu, 109 tenaga kesehatan honorer di RSUID Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, diberhentikan secara tidak hormat oleh Bupati Ogan Ilir Ilyas Panji Alam karena dianggap lalai dalam menjalankan tugas. Para pegawai itu tidak bersedia menangani pasien Covid-19 karena tidak tersedia alat pelindung diri yang memadai. Pihak RSUD menyatakan telah menyediakan alat pelindung diri yang mencukupi.
Menanggapi hal ini, Sekretaris Daerah Ogan Ilir Herman berjanji akan menyampaikan saran korektif ini kepada Bupati Ogan Ilir Ilyas Panji Alam untuk segera ditindaklanjuti. Saat ini pun Pemkab Ogan Ilir bersama Inspektorat Kabupaten Ogan Ilir juga telah menerjunkan tim investigasi untuk mengkaji kasus tersebut.
Hasil dari investigasi tersebut juga akan dijadikan bahan masukan bagi bupati. Ada beberapa hal yang menjadi perhatian, salah satunya terkait surat keputusan yang menjadi dasar pemecatan. ”Saran ini akan diserahkan, selanjutnya, Bupati Ogan Ilir-lah yang akan mengambil keputusan,” ucap Herman.
Direktur Utama RSUD Ogan Ilir Rorreta Arta Guna Riama menuturkan, saat ini semua proses sudah diserahkan sepenuhnya kepada tim yang sudah dibentuk oleh inspektorat. Dirinya mengakui ada beberapa hal yang memang benar, salah satunya RSUD tidak pernah memberikan rekomendasi untuk memecat tenaga kesehatan.
Walau ada pemecatan terhadap 109 nakes, Rorreta mengatakan, aktivitas di dalam rumah sakit tetap berjalan seperti biasa. Hingga kini ada 350 pegawai yang bekerja di RSUD Ogan Ilir, sekitar 250 orang di antaranya adalah pegawai honorer.
Rorreta menegaskan, tenaga yang ada masih mencukupi sepanjang tidak ada penambahan pelayanan. Sampai saat ini pun RSUD masih menjadi rujukan untuk kasus Covid-19 di Kabupaten Ogan Ilir.