Kerugian Negara akibat Korupsi di Papua Capai Ratusan Miliar
Kasus korupsi masih marak terjadi di Papua. Dari temuan sejumlah kasus korupsi oleh Kejati Papua, kerugian negara diperkirakan mencapai ratusan miliar.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Kejaksaan Tinggi Papua tengah menangani lima kasus dugaan korupsi dengan total kerugian negara hingga 190,3 miliar, dalam tujuh bulan terakhir. Pengejaran buron, yang beberapa di antaranya mantan kepala daerah, juga diklaim tengah dilakukan.
Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Nikolaus Kondomo, yang ditemui seusai perayaan Hari Bakti Adhyaksa yang ke-60 di Kota Jayapura, Rabu (22/7/2020), mengatakan, lima kasus itu sudah pada tahapan penyidikan dan ditangani tim Pidana Khusus Kejati Papua.
Kasus itu adalah dugaan penyalahgunaan dana hibah dan penyalahgunaan dana bantuan sosial di Kabupaten Keerom tahun 2017 serta kasus kredit fiktif Bank Papua Cabang Enarotali di Kabupaten Paniai tahun 2016. Sementara dua kasus lainnya adalah gratifikasi yang melibatkan Bupati Waropen Yermias Bisai selama 10 tahun terakhir dan penyalahgunaan dana hibah Pilkada di Kabupaten Sarmi tahun 2016.
”Penanganan kasus korupsi tetap berjalan walaupun di tengah pandemi Covid-19. Kami belum dapat memublikasikan 20 kasus lainnya karena masih tahap penyelidikan di sejumlah kejaksaan negeri,” kata Nikolaus.
Terkait kasus kredit fiktif di Bank Papua Cabang Enarotali yang diduga merugikan negara sebesar Rp 188 miliar, penyidik telah memanggil lima pegawai dari kantor pusat Bank Papua. Sementara terkait kasus Bupati Waropen, Nikolaus mengatakan adanya instruksi dari Kejaksaan Agung untuk menunda penanganan perkara tersebut hingga pelaksanaan pilkada tahun ini selesai.
”Kami akan menangani kasus ini dengan profesional. Tujuannya, agar tidak ada indikasi kepentingan pihak tertentu untuk menjatuhkan seorang kandidat kepala daerah dengan masalah hukum,” tambahnya.
Ia menuturkan, Kejati Papua juga akan fokus memburu tersangka dan terpidana kasus korupsi yang masih daftar pencarian orang (DPO). ”Saya akan menginstruksikan semua kepala kejaksaan negeri di Papua untuk mengumpulkan data tersangka hingga terpidana yang berstatus DPO. Kami harus segera menangkap mereka,” kata Nikolaus.
Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Papua Alexander Sinuraya mengatakan, ada sebanyak 16 DPO terkait kasus korupsi yang ditangani Kejati Papua. Sebanyak 15 orang berstatus terpidana dan seorang lainnya tersangka.
Saya akan menginstruksikan semua kepala kejaksaan negeri di Papua untuk mengumpulkan data tersangka hingga terpidana yang berstatus DPO. Kami harus segera menangkap mereka
Dua di antara 16 DPO ini adalah Philips Wona, Bupati Kepulauan Yapen tahun 2000-2005 dan Onesimus Jacob Ramandey, Bupati Waropen tahun 2005-2010. ”Mereka tersebar di sejumlah daerah di Papua ataupun sejumlah wilayah di luar Papua,” kata Alexander.
Direktur Papua Anti Corruption Investigation Anthon Raharusun berpendapat, kejaksaan harus meningkatkan kompetensinya di tengah pandemi Covid-19. Caranya, mengoptimalkan pemeriksaan, baik orang yang terindikasi terlibat maupun saksi, dalam sebuah kasus dugaan korupsi secara daring.
”Tidak boleh menjadikan pandemi untuk mengendurkan upaya penegakan hukum dalam kasus korupsi. Sebab, tindak pidana ini merupakan kejahatan luar biasa dan sangat merugikan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik yang baik,” tutur Anthon.