Pembelajaran jarak jauh kala pandemi Covid-19 mustahil dilakukan di daerah terpencil, seperti di Kepulauan Aru, Maluku.
Oleh
Fransiskus Pati Herin
·4 menit baca
KOMPAS/ARSIP HERLINA GAITEDY
Guru di padalaman Kepulauan Aru, Maluku, dayung perahu demi mengajar anak didiknya di tengah pandemi Covid-19 seperti pada Juni 2020 lalu.
Pembelajaran jarak jauh kala pandemi Covid-19 mustahil dilakukan di daerah terpencil, seperti di Kepulauan Aru, Maluku. Ketiadaan internet dan listrik membuat guru rela mendatangi murid satu per satu meski harus mendayung menyusuri pantai.
Herlina Gaitedy (26) dan Kamaria Watafuhan (25) menanggalkan kasut, menggulung celana, lalu berjalan menghampiri perahu kosong di pesisir pantai Desa Tasinwaha, Pulau Kola, Kabupaten Kepulauan Aru. Perahu sepanjang sekitar 3 meter dan lebar 0,5 meter, tanpa cadik, itu akan mereka dayung menuju Desa Foket.
Tanpa baju pelampung, Herlina naik perahu, diikuti Kamaria yang mengambil dayung kemudi. Naik perahu tanpa cadik memang berisiko. Keseimbangan wajib dijaga. Oleng sedikit, perahu bisa tenggelam. Apabila terjadi, kedua perempuan itu bakal kerepotan menyelamatkan diri bersama perangkat belajar dan buku-buku yang dibawa.
Kamaria mulai mendayung perahu menuju Desa Foket, melewati perairan dalam, berarus kencang, dan sedikit bergelombang. Pulau Kola, sebelah utara Kepulauan Aru, berada di tepian Laut Arafura yang tak pernah berhenti mengirim gelombang. Seperti pada Juli ini, daerah di bagian tenggara Maluku tengah dilanda cuaca buruk. Warga menyebutnya musim timur.
Meski Desa Foket yang menjadi tujuan mereka juga berada di Pulau Kola, perjalanan dari Desa Tasinwaha tidak bisa ditempuh lewat jalur darat karena ketiadaan akses jalan. Mereka harus mendayung perahu sekitar 1 kilometer untuk sampai ke Desa Foket.
Sekali mendayung, perahu bergerak maju tidak lebih dari 2 meter. Bisa jadi, butuh lebih dari 1.000 kali mendayung untuk perjalanan pergi-pulang. Jika arus datang dari arah berlawanan, perlu energi lebih. Laju perahu melambat, bahkan bisa terseret mundur. Hidup di pesisir, mereka terbiasa membaca arah arus.
Guru di pedalaman Kepulauan Aru, Maluku, mengajar dari rumah ke rumah di tengah pandemi covid-19 seperti pada Juni 2020 lalu.
Lebih dari 40 menit, mereka baru bisa tiba di Foket. Bedak di wajah yang luntur dikikis keringat dan panas matahari tak lagi dipedulikan dua guru muda itu. Tak perlu lagi merias wajah. Setelah merapatkan perahu ke pesisir, mereka langsung bergegas menuju permukiman. Di sana, keduanya telah dinanti anak didik mereka, murid Sekolah Menengah Pertama Satu Atap Tasinwaha.
Keduanya kemudian berpencar mendatangi satu per satu murid lalu mengajar. Di dalam rumah, murid sudah menanti, lengkap dengan seragam dan masker. Mereka mengajar, memeriksa pekerjaan rumah, lalu memberikan tes. Pada akhir pertemuan, murid diberi tugas.
”Ketemu mereka, lihat senyum mereka, itu cukup membuat kami bahagia,” kata Herlina saat dihubungi pada pertengahan Juli 2020.
Mendatangi murid dari rumah ke rumah menjadi rutinitas Herlina dan Kamaria, sejak pandemi menyeruak pada Maret lalu. Seminggu tiga kali, mereka bergantian dengan empat guru lainnya untuk mendatangi 29 murid yang sebagian tinggal di Tasinwaha, sebagian lagi di Foket. Menjelang sore, guru-guru itu kembali ke Tasinwaha.
Sebelum pandemi, murid-murid yang datang ke sekolah mereka di Tasinwaha. Sebagian mendayung, sebagian lagi diantar orangtuanya.
Mendatangi murid jadi satu-satunya metode yang dapat dilakukan di sana saat pembelajaran bersama di sekolah dihindari untuk mencegah penyebaran Covid-19. Pembelajaran jarak jauh, sebagaimana anjuran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sulit dilakukan karena ketiadaan jaringan internet. Sinyal telepon hanya ada di Dobo, ibu kota Kabupaten Kepulauan Aru, sekitar 7 jam perjalanan mengarungi laut dari Pulau Kola.
Stevin Melay, dosen pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pattimura, Ambon, membentuk Gerakan Mengajar Covid-19 di Pulau Seram, Maluku.
Berdasarkan data Statistik Potensi Desa Indonesia tahun 2018, desa di Maluku yang belum terjangkau sinyal telepon seluler dan internet mencapai 58,2 persen dari total 1.231 desa. Kondisi itu tak banyak berubah saat ini.
Alternatif pembelajaran jarak jauh melalui siaran Televisi Republik Indonesia juga tidak sepenuhnya menjangkau seluruh wilayah karena ketiadaan jaringan listrik. Di Pulau Kola, sebagian warga mengandalkan listrik tenaga surya dengan daya terbatas untuk penerangan.
Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tahun 2019 menunjukkan, rasio elektrifikasi Maluku baru 54,51 persen, dengan jumlah desa yang teraliri listrik sekitar 82,7 persen. Itu sudah termasuk listrik tenaga surya.
Minim perhatian
Pengajar pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pattimura Ambon, Stevin Melay, menilai pendidikan di daerah terpencil belum banyak jadi perhatian selama pandemi. Kebijakan pemerintah dinilai lebih banyak mengarah ke sektor kesehatan dan ekonomi. Minim dukungan, banyak sekolah tak melaksanakan pembelajaran lebih dari empat bulan terakhir.
Masa depan pendidikan di wilayah kepulauan dipertaruhkan. Saat keadaan normal, daerah itu tergolong minim sarana dan prasarana, seperti tidak adanya fasilitas belajar berupa komputer, laboratorium, dan jaringan telekomunikasi; serta mengalami keterbatasan jumlah guru. Ketika pandemi, pendidikan di wilayah kepulauan semakin terpuruk. Hal ini ikut memengaruhi indeks pembangunan manusia di Maluku yang kini masih 69,45.
KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN
Petugas memeriksa suhu anak sekolah di perbatasan Maluku Tengah dan Kota Ambon. Kota Ambon, Maluku, resmi memberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat pada Senin (8/6/2020).
Menurut Stevin, perlu langkah afirmatif untuk pendidikan di wilayah kepulauan. Pemerintah daerah sebagai pengampu wilayah seharusnya memiliki konsep yang lebih jitu.
”Perhatian untuk sektor pendidikan di daerah kepulauan masih sangat kurang. Padahal, sesungguhnya, kebodohan akibat pandemi Covid-19 adalah ancaman terbesar saat ini,” katanya.
Perhatian untuk sektor pendidikan di daerah kepulauan masih sangat kurang.
Ketua Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Maluku Kasrul Selang mengatakan, sebagian besar energi pemerintah masih diarahkan untuk sektor kesehatan. Tujuannya agar pandemi segera berakhir. Urusan pendidikan menjadi tanggung jawab kabupaten/kota.
Selain Herlina dan Kamaria, masih banyak guru di pedalaman dan pulau terpencil yang terus bekerja mendidik anak bangsa. Pandemi tak membuat mereka patah semangat, apalagi bermalas-malasan. Mereka bekerja dalam diam, tak banyak menuntut. Salut untuk ketulusan mereka.