DPRD Jember Sepakat Ajukan Pemakzulan Bupati Jember
Rapat Paripurna DPRD Jember menyepakati penggunaan hak menyatakan pendapat untuk memakzulkan Bupati Jember Faida yang dinilai melanggar sumpah jabatan sehingga patut mendapat sanksi administrasi berupa pemberhentian.
BANYUWANGI, KOMPAS — Rapat Paripurna DPRD Jember menyepakati penggunaan hak menyatakan pendapat untuk memakzulkan Bupati Jember Faida. Bupati Jember dinilai melanggar sumpah jabatan sehingga patut mendapat sanksi administrasi berupa pemberhentian tetap atau sementara.
Hak menyatakan pendapat merupakan hak DPRD untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan bupati atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah. Hak menyatakan pendapat ini merupakan penyelesaian atau tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket yang pernah dilakukan sebelumnya.
Secara politik, DPRD memakzulkan bupati. Pemakzulan ini pemecatan secara politik. Ini merupakan tindak lanjut hak interpelasi dan hak angket yang rekomendasinya diabaikan dan tidak ditindaklanjuti oleh bupati.
Sidang paripurna tersebut digelar di Gedung DPRD Jember, Rabu (22/7/2020). Dari total 50 anggota DPRD, 44 orang hadir dalam rapat paripurna tersebut. Semua peserta sidang dari tujuh fraksi sepakat mengusulkan pemberhentian Bupati Jember Faida.
”Secara politik, DPRD memakzulkan bupati. Pemakzulan ini pemecatan secara politik. Ini merupakan tindak lanjut hak interpelasi dan hak angket yang rekomendasinya diabaikan dan tidak ditindaklanjuti oleh bupati,” ujar Ketua DPRD Jember Itqon Syauqi.
Baca juga: Sengkarut Jember, demi Apa atau Siapa?
DPRD Jember, lanjut Itqon, menilai bahwa Bupati Jember melanggar sumpah jabatan dan melanggar peraturan perundang-undangan. Atas dasar itu, DPRD akan mengajukan permohonan fatwa pemberhentian Bupati Jember kepada Mahkamah Agung.
Mengkaji putusan rapat
Itqon mengatakan, unsur pimpinan DPRD Jember akan mengkaji putusan rapat paripurna bersama para ahli. Selanjutnya, pimpinan DPRD Jember akan melengkapi persyaratan sebelum nantinya mengirim pengajuan fatwa ke MA.
”Secara administrasi, DPRD tidak bisa memecat bupati. Pemecatan hanya bisa dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri sesuai dengan fatwa MA. Oleh karena itu, permohonan kepada MA akan kami kirimkan segera, sesaat setelah kami rampung mengkaji putusan ini bersama para ahli. Jangan sampai keputusan ini gagal hanya karena urusan berkas yang tidak sempurna,” ujarnya.
Keputusan untuk memberhentikan bupati disetujui oleh semua peserta sidang setelah tujuh fraksi menyampaikan pandangannya. Ardi Pujo Prabowo, juru bicara Fraksi Gerakan Indonesia Berkarya, mengatakan, terlalu banyak fakta keburukan, kegagalan, pelanggaran, dan segala karut-marut berjalannya pemerintahan Kabupaten Jember sejak kepemimpinan Bupati Faida.
Ia mencontohkan Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan terhadap APBD 2018 menunjukkan predikat wajar dengan pengecualiaan (WDP) dan APBD 2019 dengan predikat disclaimer (opini tidak menyatakan pendapat).
Baca juga: DPRD Jember Layangkan Hak Angket untuk Bupati
”Dari tahun ke tahun SILPA (sisa lebih penggunaan anggaran) juga terus meningkat. Ini menunjukkan bahwa Pemerintah Kabupaten Jember di bawah kepemimpinan Faida gagal menjalankan amanat untuk mengelola anggaran uang rakyat,” ujarnya.
Atas dasar itu, Fraksi Gerakan Indonesia Berkarya mendukung penuh Hak Menyatakan Pendapat untuk memberhentikan Bupati Faida. Ardi mengatakan, hal itu dilakukan demi menyelamatkan Kabupaten Jember.
Hal serupa disampaikan juru bicara Fraksi PKB, Sri Winarni. Ia meminta kepada pemerintah pusat melalui Mendagri agar lebih tegas dalam menerapkan aturan, salah satunya dengan menjatuhkan sanksi administratif berat kepada Bupati Jember.
”Fraksi PKB menyatakan pendapatnya agar ada sanksi pemberhentian tetap sebagai Bupati Jember dengan memperoleh hak-hak keuangan dan fasilitas lainnya serta dipublikasikan di media massa. Atau setidaknya sanksi administratif sedang kepada Bupati Jember berupa pemberhentian sementara sebagai Bupati Jember selama enam bulan dengan memperoleh hak-hak jabatan,” tutur Sri.
Hamim, juru bicara Fraksi Nasdem, juga menyetujui usulan hak menyatakan pendapat untuk memberhentikan Faida MMR dari jabatan Bupati Jember. Menurut dia, di bawah kepemimpinan Faida, Kabupaten Jember tidak semakin baik, tetapi justru semakin memburuk.
Baca jug: Pemkab Jember Mangkir Lagi dari Panggilan Pansus Angket
Tidak hadir
Keputusan untuk memberhentikan Bupati Jember diambil tanpa ada tanggapan dari pihak Bupati Jember Faida yang tidak hadir dalam rapat paripurna tersebut. Faida semula berencana mengikuti sidang paripurna melalui konferensi video. Namun, usulan itu ditolak anggota DPRD. Faida yang tidak hadir hanya mengirimkan tanggapan tertulis sebanyak 21 lembar yang ditujukan kepada para anggota DPRD.
Kompas sempat mencoba menghubungi Faida dan Gatot Triyono, Kepala Dinas Kominfo selaku juru bicara Pemerintah Kabupaten Jember. Namun, hingga pukul 17.00, pesan singkat yang dikirim tidak dibalas kendati nomor keduanya aktif.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember, Rachmat Hidayat, menilai, fenomena politik yang terjadi di Jember merupakan proses pendidikan politik yang baik. Proses yang terjadi selama ini menjadi bukti bahwa proses demokrasi di tingkat daerah berjalan baik.
”Pemakzulan ini merupakan hak DPRD yang dilindungi konstitusi, sah dan diperkenankan. Proses demokrasi ini menunjukkan ada check and balance antara legislatif dan eksekutif,” ujarnya.
Namun, Rachmat menilai, pemakzulan ini terjadi karena konflik politik di tataran elite politik lokal. Kebuntuan komunikasi yang tak kunjung selesai dibenahi membuat konflik ini terus bergulir.
Baca juga: DPRD Jember Layangkan Hak Angket untuk Bupati
”Kondisi ini membuat masyarakat Jember tidak beruntung. Pasalnya, daerah mereka diterpa badai politik lokal di tengah upaya penanganan pandemi Covid-19. Situasi ini tentu akan menyita energi pemerintah daerah yang sedang berupaya menangani pandemi,” katanya.
Faida dan wakilnya, Muqit Arief, dilantik menjadi Bupati dan Wakil Bupati Jember pada 17 Februari 2016. Belum genap setahun memimpin, 13 anggota DPRD Jember dari empat fraksi mendaftarkan usulan pelaksanaan hak interpelasi kepada Bupati Faida menyusul pergantian Sekretaris DPRD Jember yang dinilai tidak sesuai dengan prosedur perundang-undangan.
Kondisi ini membuat masyarakat Jember tidak beruntung. Pasalnya, daerah mereka diterpa badai politik lokal di tengah upaya penanganan pandemi Covid-19. Situasi ini tentu akan menyita energi pemerintah daerah yang sedang berupaya menangani pandemi.
Di pengujung 2019, DPRD Jember kembali mengajukan interpelasi kepada Bupati Jember. Kali ini terkait sengkarut kedudukan struktur organisasi dan tata kelola (KSOTK) serta pengadaan barang dan jasa.
Agenda interpelasi semula dijadwalkan Jumat (27/12/2019). Namun, pada kesempatan tersebut, Bupati Jember tidak hadir dan hanya mengirim surat untuk penjadwalan ulang.
Suasana memanas seusai Bupati Jember menyebut ”tidak penting” ketika wartawan Kompas TV menanyakan tanggapan Bupati terkait hak interpelasi yang digulirkan DPRD Jember dan mengapa tidak menghadiri agenda interpelasi.
DPRD Jember akhirnya bermusyawarah untuk mendorong dan mengusulkan hak angket. Dalam sidang paripurna hak angket, Senin (30/12/2019), dari 50 anggota DPRD, hanya 4 orang yang tidak hadir. Semua anggota DPRD yang hadir sepakat melayangkan angket kepada Bupati Jember.
DPRD Jember akhirnya resmi menggulirkan ”Hak Angket Tata Kelola Pemerintah Kabupaten Jember Periode Tahun 2016 Sampai Dengan Tahun 2019”. Dalam Angket tersebut ada lima kebijakan Pemerintah Kabupaten Jember yang ingin diselidiki oleh DPRD Jember.
Kelima materi penyelidikan tersebut ialah hilangnya kuota formasi CPNS 2019 untuk Jember; mutasi yang tidak sesuai dengan perundangan; serta penerbitan Peraturan Bupati tentang Kedudukan, Susunan, Organisasi, Tugas, dan Fungsi serta Tata Kerja (KSOTK).
Penyelidikan lain pengadaan barang dan jasa yang diduga melanggar peraturan sehingga mengakibatkan ambruknya bangunan gedung serta kebijakan Pemerintah Kabupaten Jember lainnya yang memiliki dampak meluas kepada masyarakat yang akan ditentukan kemudian oleh panitia khusus hak angket untuk dilakukan penyelidikan.