Ridwan Kamil Minta Pesantren Sementara Hanya Terima Santri asal Jawa Barat
Pesantren berpotensi menjadi kluster penularan Covid-19. Mengantisipasi hal itu, Gubernur Jawa Barat meminta pesantren hanya menerima santri asal provinsi tersebut untuk mencegah penularan dari luar daerah.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Pesantren berpotensi menjadi kluster penularan Covid-19 baru. Mengantisipasi hal itu, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil meminta pesantren hanya menerima santri asal provinsi tersebut untuk mencegah penularan dari luar daerah.
Menurut Kamil, fasilitas atau lembaga berasrama, termasuk pesantren, berpotensi menjadi lokasi penularan virus korona baru penyebab Covid-19. Meskipun, hingga Selasa (21/7/2020), belum ada laporan kasus Covid-19 di pesantren di Jabar.
”Pesantren di Jabar sudah diinstruksikan hanya menerima santri asal Jabar. Itu untuk mengurangi potensi yang dikhawatirkan (penularan Covid-19),” ujarnya.
Kamil berkaca dari lonjakan kasus baru Covid-19 di Jabar dalam sebulan terakhir. Sebagian besar berasal dari kluster Sekolah Calon Perwira (Secapa) TNI Angkatan Darat (AD) di Kota Bandung dengan 1.280 orang dan Pusat Pendidikan Polisi Militer (Pusdikpom) AD di Kota Cimahi dengan 101 orang.
”Kami mengamati tingginya penambahan kasus dalam sebulan terakhir. Rata-rata karena kedatangan individu dari luar Jabar,” ujarnya.
Kamil mengklaim, kasus Covid-19 di Jabar mulai terkendali. Hal itu berdasarkan angka reproduksi penularan yang turun menjadi 0,75 dari sebelumnya 1,6.
Rata-rata penambahan kasus dalam sepekan terakhir 60 orang per hari. Jumlah ini menurun dibandingkan dua pekan sebelumnya. Pada 9 Juli lalu, misalnya, terdapat 965 kasus baru yang sekaligus tertinggi selama pandemi.
Kiai, santri, dan asatidz tidak bersalaman atau kontak secara fisik, serta tidak berkerumun.
Pemerintah Provinsi Jabar telah menerbitkan Keputusan Gubernur Nomor: 443/Kep.326-Hukham/2020 tentang Perubahan Atas Keputusan Gubernur Jabar Nomor 443/Kep.321-Hukham/2020 tentang Protokol Kesehatan untuk Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Lingkungan Pondok Pesantren.
Protokol kesehatan itu meliputi berbagai hal, di antaranya mewajibkan penggunaan masker, menyediakan tempat cuci tangan dengan air mengalir yang dilengkapi sabun, dan menerapkan jaga jarak. Selain itu, pihak pesantren diminta mengukur suhu tubuh di setiap pintu masuk, menerapkan pola hidup bersih dan sehat serta menandatangani surat pernyataan kesanggupan menjalankan protokol kesehatan.
Keputusan gubernur itu juga mengatur protokol kedatangan kiai, santri, pengajar, dan pihak lainnya. Sebelum beraktivitas di pesantren, mereka diwajibkan melakukan isolasi mandiri selama 14 hari di pondok pesantren tersebut.
Sebelum kegiatan belajar-mengajar dimulai, seluruh sarana di ruang belajar dipastikan telah dibersihkan menggunakan disinfektan. Jarak antarorang juga diatur minimal satu meter.
”Kiai, santri, dan asatidz tidak bersalaman atau kontak secara fisik, serta tidak berkerumun,” begitu bunyi poin ke-4 tentang protokol kesehatan di tempat belajar yang tertera dalam keputusan gubernur itu.
Terkait protokol kesehatan di tempat penginapan santri atau kobong, diwajibkan membersihkan menggunakan disinfektan minimal tiga kali sehari. Apabila terdapat santri dengan gejala infeksi saluran napas, seperti demam, batuk, pilek, dan sakit tenggorokan, harus diisolasi di tempat khusus.
Sebelumnya, Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum menyampaikan, sejak penyusunan rancangan keputusan gubernur itu, pihaknya terus berkomunikasi dengan pengurus pesantren di Jabar. Protokol kesehatan yang ketat itu dibuat untuk mencegah penyebaran Covid-19 di masa adaptasi kebiasaan baru.
”Jangan sampai terjadi mudarat, ada kluster baru (penularan Covid-19) di Jabar dari lingkungan pesantren,” ujarnya.