Penembakan Warga di Nduga Harus Disikapi dengan Keterbukaan Data
Komnas HAM menyatakan penembakan dua warga oleh anggota TNI di Kabupaten Nduga telah melampaui prosedur. Kedua warga yang dinyatakan anggota kelompok separatis tidak memberikan perlawanan saat ditembak mati.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·2 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Keterbukaan semua pihak diharapkan tumbuh menyikapi kasus penembakan dua warga sipil di Kenyam, Kabupaten Nduga, Papua. Tujuannya, untuk mencegah beragam isu liar yang berpotensi semakin meresahkan masyarakat.
Kepala Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Wilayah Papua Frits Ramandey saat ditemui di Jayapura, Selasa (21/7/2020), mengatakan telah mendapat kronologi penembakan, baik dari warga maupun Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) III TNI. Penembakan itu terjadi pada Sabtu (18/7/2020).
Dari informasi warga, korban penembakan disebutkan pengungsi Kenyam. Mereka adalah ayah dan anak, Elias Karunggu (40) dan Seru Karunggu (20). Arus pengungsian terjadi di Nduga sejak penyerangan terhadap 28 pekerja PT Istaka Karya di Distrik Yigi oleh kelompok kriminal bersenjata Egianus Kogoya pada 2 Desember 2018. Warga mengungsi untuk menghindari konflik antara TNI-Polri dan kelompok Egianus.
Versi berbeda dikatakan Kogabwilhan TNI. Keduanya diklaim anggota kelompok Egianus. Mereka ditembak setelah bertransaksi senjata di Kenyam. ”Dari kronologi itu, pihak TNI menembak kedua warga tanpa peringatan,” ungkap Frits.
Menurut Frits, TNI seharusnya menangkap terlebih dahulu dan menyita barang buktinya. ”Sebaiknya ada peringatan sebelum menembak. Kedua orang ini masih berstatus warga negara Indonesia meskipun mungkin terlibat separatisme,” kata Frits.
Ia menambahkan, insiden ini berpotensi memicu masyarakat semakin gencar menyampaikan penolakan kebijakan otonomi khusus untuk Papua. Dia berharap TNI mengumumkan bukti yang menguatkan keterlibatan kedua orang ini secara terbuka. Tujuannya, untuk mengatasi beragam isu yang beredar di tengah masyarakat.
Kepala Penerangan Kogabwilhan III Kolonel Gusti Nyoman Suriastawa menegaskan, kedua orang itu anggota kelompok Egianus. Mereka bahkan terlibat transaksi senjata.
”Kami mendapat sejumlah barang bukti seperti revolver bernomor senjata S 896209, telepon seluler milik prajurit yang dirampas pelaku sebulan lalu, dua buah tas, parang, kampak, dan uang tunai Rp 9,5 juta,” papar Nyoman.
Ia menambahkan, Kolonel Yusup dan Letnan Satu Azlan selaku Danki-C Satgas Yonif PR/330 telah menjelaskan kronologi kejadian serta menunjukkan barang bukti itu kepada Bupati Nduga Yairus Gwijangge di Kenyam, Minggu (19/7/2020).
”Pertemuan ini bertujuan meluruskan berita tidak benar yang sudah beredar di masyarakat. Keduanya bukan warga sipil, melainkan anggota kelompok separatis,” tegas Nyoman.