Kejati Kalimantan Tengah menahan tersangka korupsi proyek pembangunan Bandar Udara Haji Muhammad Sidik, Kabupaten Barito Utara. Tersangka yang merupakan rekanan proyek itu diduga merugikan negara miliaran rupiah
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah menahan tersangka korupsi proyek pembangunan Bandar Udara Haji Muhammad Sidik, Kabupaten Barito Utara. Bandara baru itu hingga kini tidak bisa beroperasi dan terbengkalai.
Hal itu disampaikan Asisten Pidana Khusus Kejati Kalteng Adi Santoso pada konferensi pers di Palangkaraya, Selasa (21/7/2020). Adi didampingi Kepala Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Kalteng Rustianto dan pejabat kejaksaan lainnya.
Adi menjelaskan, kasus dugaan korupsi pembangunan Bandara Muhammad Sidik di Kabupaten Barito Utara itu dimulai pada tahun 2014. Sebelumnya, pihaknya sudah menetapkan tiga tersangka di kasus yang sama pada tahun 2018 dan tersangka tambahan pada tahun ini (Kompas, Selasa 24 Juli 2018).
”Ini pengembangan dari tersangka sebelumnya. Saat ini pelaku kami tahan sambil menjalani pemeriksaan lebih lanjut,” kata Adi.
Adi menjelaskan, pelaku yang berinisial DHS itu merupakan pelaksana proyek yang mengerjakan halaman parkir di bandara tersebut. Berdasarkan hasil penyidikan, pihaknya menemukan pembangunan halaman parkir tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang disepakati. Kerugian negara dari pembangunan halaman parkir itu mencapai Rp 1,103 miliar.
Lokasi Bandara Haji Muhammad Sidik itu berada di Kelurahan Trinsing, Teweh Tengah, dengan luas mencapai 180 hektar. ”Bandara ini, kan, merupakan bandara baru yang rencananya dibangun untuk menggantikan bandara yang lama, tetapi saat diperiksa tidak memenuhi syarat,” kata Adi.
Data Dinas Perhubungan Provinsi Kalteng menunjukkan pembangunan Bandara Haji Muhammad Sidik menghabiskan anggaran Rp 253 miliar. Dana itu bersumber dari APBN ditambah APBD Kabupaten Barito Utara tahun 2014. Total anggaran itu sudah dicairkan.
Bandara yang harusnya selesai tahun 2016 itu hingga kini terbengkalai dan tidak bisa digunakan lantaran pengerjaan belum selesai. Pembangunan yang sudah dibuat, antara lain, landasan pacu dengan panjang 1.400 meter yang hingga kini mengalami kerusakan dan tidak bisa digunakan.
”Saat kami cek lapangan ada beberapa bagian yang belum selesai, bahkan belum dibuat sama sekali,” kata Adi.
Bandara yang harusnya selesai tahun 2016 itu hingga kini terbengkalai dan tidak bisa digunakan lantaran pengerjaan belum selesai.
DHS yang saat ditahan mengenakan rompi merah enggan memberikan komentar. Ia datang sekitar pukul 14.00 WIB dan dibawa ke Rumah Tahanan Negara Kelas II A Kota Palangkaraya pada pukul 16.00 WIB. Sebelum ditahan, ia diperiksa.
Ia datang tanpa ditemani kuasa hukumnya. Para pewarta dari berbagai media mencoba meminta komentarnya, tetapi ia tutup mulut dan langsung dibawa ke rutan menggunakan mobil tahanan kejaksaan.
Kepala Penerangan Hukum Kejati Kalteng Rustianto mengungkapkan, masih ada tersangka lain berinisial AH yang saat ini sedang menjalani persidangan kasus korupsi di proyek yang sama. AH dijadikan tersangka dan berperan sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam proyek tersebut.
AH saat ini sedang menjalani sidang kasus korupsi pembangunan landasan pacu di bandara yang sama. Kasus korupsi di bandara ini terbagi menjadi dua bagian, yakni kasus landasan pacu dan kasus pembuatan lahan parkir.
Kasus landasan pacu dimulai pada 2010, sedangkan kasus pembuatan lahan parkir dibuat pada 2014. Kedua proyek ini bersumber dari anggaran yang berbeda dengan pelaksana yang berbeda.
Rustianto menjelaskan, pihaknya melibatkan beberapa tenaga ahli teknis dari Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk menaksir kerugian negara. Untuk kasus pembangunan landasan pacu, setidaknya kerugian negara mencapai Rp 17 miliar.
Setelah tercium bau korupsi, salah satu tersangka pada kasus landasan pacu itu pernah mengembalikan uang kerugian negara sebesar Rp 3 miliar ke Kejaksaan Tinggi Kalteng. Uang itu merupakan sisa anggaran proyek yang tidak selesai dan menjadi barang bukti.
”Tidak menutup kemungkinan ada tersangka tambahan, tetapi kami masih melakukan penyidikan, jadi belum bisa memastikan,” kata Rustianto.