Berharap Angin Segar Perubahan, Bukan Hantaman Badai Penyebaran Baru
Sektor pariwisata dan ekonomi kreatif di Jawa Barat perlahan berusaha bangkit. Berbagai terobosan yang disiapkan bagaikan angin segar bagi para pelaku.
Sektor pariwisata dan ekonomi kreatif di Jawa Barat ingin bangkit. Berbagai terobosan yang disiapkan bagaikan angin segar bagi para pelaku. Program ini menghadirkan harapan baru di tengah masih tingginya penambahan kasus Covid-19.
Film pendek berjudul Divergensi karya pelajar SMAN 3 Kota Sukabumi, Jabar, membuka diskusi daring bertema ”Bercerita Melalui Bahasa Visual Audio”, Rabu (15/7/2020) siang. Pada menit awal, latar berwarna hitam muncul diikuti audio keriuhan siswa di suatu sekolah.
Tak selang lama, gambar video pun mulai terlihat, tapi visualnya patah-patah. Bisa jadi akibat gangguan sinyal. Di bagian akhir video, ada seorang siswa yang bertutur menggunakan bahasa isyarat, ”Maaf teman-teman, saya tidak sempurna.”
Pelajar tersebut diceritakan dirundung teman sekelasnya. Tak ada satu pun teman mendekat. Hingga suatu saat, dia rela berkorban untuk membantu teman yang merundungnya itu agar tak dihukum guru.
Isu perundungan dikemas dengan minimnya dialog. Visual dan alur cerita menjadi kekuatan untuk ditampilkan. Film berdurasi 5 menit ini memberi petunjuk bahwa ide karya film bisa diperoleh dari lingkungan terdekat. Pelajar melihat masalah yang terjadi dalam keseharian, yaitu sekolah. Kreativitas ini relevan jika diterapkan pada masa pandemi Covid-19 yang serba terbatas ini.
Tak sedikit pelaku ekonomi kreatif yang terdampak Covid-19. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jabar mencatat, ada 49.633 pelaku sektor ekonomi kreatif, khususnya di bidang perfilman dan budaya yang terdampak. Namun, semuanya bukan alasan untuk berhenti berkarya.
Kali ini, salah satu yang diharapkan jadi pendorongnya adalah ”Ekonomi Kreatif Festival Film Jabar 2020” yang prosesnya akan dimulai bulan ini hingga 26 September mendatang. Dalam acara itu, kreativitas pelaku ekonomi kreatif terus dipelihara.
Temanya beragam, mulai dari kebiasaan khas suatu daerah hingga kisah tentang keindahan kawasan di Jabar. Kru film bisa mengambil orang di sekitarnya dengan harapan bisa meminimalkan mobilitas yang tinggi saat pandemi.
”Kami menginginkan ada pengembangan industri kreatif terhadap film yang dikemas melalui destinasi unggulan di Jabar,” kata Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Dedi Taufik.
Sutradara dokumenter Erlan Basri mengatakan, seorang pembuat film dokumenter punya kreativitas dan daya juang tinggi. Keterbatasan (di tengah pandemi) menjadi acuan untuk melawan dengan kreativitas.
”Semoga karya film yang dihasilkan memiliki nilai, pesan, dan pembelajaran bagi masyarakat terutama di masa sekarang, semua dalam kondisi keterbatasan (ruang dan gerak),” kata Erlan.
Akan tetapi, dia mengatakan, tak mudah untuk menghasilkan film di tengah pandemi. Banyak tantangan yang harus ditaklukkan. Segala tindak-tanduk menekankan keamanan dan protokol kesehatan harus diterapkan ketat.
Ketua Asosiasi Dokumenteris Nasional (ADN) Tonny Trimarsanto mengatakan, pandemi bukanlah halangan untuk tetap produktif, justru menjadi ruang pembelajaran. Banyak hal baru bisa ditemui dengan melihat fenomena yang berubah dan terjadi di sekitar tempat tinggal. Cara untuk menemukannya adalah terus mengasah kepekaan diri.
Pola baru produksi film, yang disarankan Tonny, yaitu merespons hal sederhana di kampung sendiri atau desa tetangga. Berawal dari hal sederhana, ia meyakini ada sesuatu yang penting dan menarik yang bisa diangkat. Pengerjaannya pun tetap mempertimbangkan manajemen risiko.
Ia mencontohkan, program Rekam Pandemi yang digarap ADN bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan selama pandemi. Pendokumentasian film dokumenter ini melibatkan sekitar 300 anggota ADN di seluruh Indonesia.
Mereka merekam tentang perubahan sosial dan budaya yang terjadi di masyarakat karena Covid-19. Tak sedikit masyarakat yang terkendala, sebagian mampu bertahan dan beradaptasi.
”Saya bersemangat menanti karya-karya yang dikirim nanti. Ini menjadi paradigma baru di masa mendatang,” kata Tonny.
Potensi daerah
Saat karya-karya itu dinantikan, tema yang sama sejatinya sudah hidup jauh sebelum pandemi. Video klip lagu berjudul ”Bukan Untukku” milik penyanyi Hanin Dhiya adalah salah satu contohnya. Video itu diunggahnya di platform Youtube pada November 2018.
Video berdurasi sekitar delapan menit itu menampilkan beberapa destinasi wisata di Purwakarta, Jabar. Hanin dan pasangannya mengunjungi sentra gerabah dan keramik di Plered, Taman Air Mancur Sri Baduga, dan menikmati senja dari atas perahu di Waduk Jatiluhur.
Video itu sukses besar, ditonton hampir 7 juta kali. Jumlah itu di atas realisasi kunjungan wisatawan ke Purwakarta tahun 2019 sebanyak 2,8 juta orang. Selain lagu, keindahan alam dan alur ceritanya jadi penarik masyarakat melihat video itu. Jika diperhatikan pada kolom komentar, beberapa penonton mengomentari keindahan lokasi yang ditampilkan dan tertarik berwisata atau sekadar berswafoto di tempat-tempat tersebut.
Akan tetapi, beberapa bulan lalu, sektor wisata di Purwakarta bahkan Indonesia meredup. Seluruh destinasi ditutup untuk mencegah penularan. Hal ini berpengaruh pada menurunnya jumlah kunjungan wisatawan.
Sejak awal tahun hingga Juni 2020, total kunjungan wisatawan di Jabar baru mencapai 19,908 juta wisatawan domestik dan 30.838 wisatawan mancanegara. Jumlah kunjungan tahun ini diperkirakan tidak mencapai realisasi pada tahun sebelum-sebelumnya.
Padahal, berdasarkan data Disparbud Jabar, jumlah kunjungan wisatawan domestik selama tiga tahun terakhir di Jabar sejatinya meningkat. Pada 2016 tercatat 58,728 juta kunjungan wisatawan dan 59,780 juta orang di tahun 2017. Jumlah wisatawan meningkat di tahun 2018 menjadi 63,298 juta orang.
Kini, empat bulan setelah wabah pertama kali jadi masalah di Jabar, sejumlah cara pun dilakukan. Salah satunya lewat Smiling West Java Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) Great Sale 2020, 1 Juli-30 Agustus 2020. Program ini menawarkan beberapa diskon dengan cara reservasi tiket yang bisa dibeli hari ini dan digunakan pada akhir tahun nanti. Sektor pariwisata di beberapa kabupaten dan kota Jabar akan terlibat.
Juni sampai Desember 2020, dinilai Kepala Disparbud Jabar Dedi Taufik, sebagai masa recovery pariwisata. Kemudian, normalisasi bakal dicoba tahun 2021. ”Ini perlu ada percepatan yang berkaitan dengan promosi konektivitas dari semua lini, mulai dari hotel, restoran, kuliner, hingga tempat destinasi yang perlu kita kolaborasikan bersama,” katanya.
Beberapa destinasi wisata di Jabar tidak dibuka bersamaan, misalnya Pantai Pangandaran dibuka 5 Juni 2020 dan Kawasan Puncak Bogor dibuka pada 26 Juni 2020. Pembukaan ini dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan kesiapan protokol kesehatan. Pada tahap awal, pengunjung yang diizinkan hanya wisatawan asal Jabar.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil menyebutkan, sebelum memberikan izin untuk membuka kembali destinasi wisata, pihaknya akan berkoordinasi dengan pimpinan daerah yang wilayahnya menjadi tujuan wisata. Kesiapan penerapan protokol kesehatan di sejumlah lokasi wisata dan sarana transportasi umum bakal dicek.
Pihaknya juga akan mempromosikan kembali potensi wisata jika sudah dinilai aman. Aspek bersih, sehat, indah, kreatif, aman, dan murah senyum akan terus dikampanyekan guna menumbuhkan kembali kepercayaan wisatawan terhadap potensi wisata di Jabar.
”Saya juga ingin cepat-cepat pariwisata kembali normal, hanya saya butuh jaminan bahwa pelaku industrinya sudah disiplin mengamankan wilayahnya dan wisatawannya juga sudah beradaptasi dengan kebiasaan baru,” kata Kamil.
Hal ini dirumuskan dalam tiga rumus pariwisata aman di masa AKB, yakni proses reservasi tiket daring, menjaga keamanan transportasi dan perjalanan wisata, serta menjaga kedisiplinan wisatawan dalam menerapkan protokol kesehatan, antara lain, pakai masker, jaga jarak aman, dan cuci tangan pakai sabun.
Upaya membangkitkan perekonomian ini tak akan berjalan tanpa kolaborasi baik dari berbagai pihak. Namun, tanpa persiapan matang, angina segar itu rentan jadi badai. Ujungnya, kegiatan kreatif hingga wisata hanya akan memunculkan kluster baru yang berbahaya.