175.380 Meter Kubik Kayu Ilegal dari Maluku Disita di Maumere
Sebanyak 175.380 metrik kubik kayu ilegal jenis merbau dan meranti dari Maluku disita di Wuring, Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, yang diangkut dengan menggunakan dokumen palsu.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
MAUMERE, KOMPAS — Sebanyak 175.380 meter kubik kayu ilegal jenis merbau dan meranti dari Maluku disita di Wuring, Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Pengangkutan kayu ini menggunakan dokumen palsu. Penyidik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sedang mendalami kasus ini. Barang bukti kayu dan kapal pengangkut ditahan, kecuali para pelaku. Semua kebutuhan kayu untuk bahan bangunan di NTT 80 persen didatangkan dari luar NTT.
Kepala Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara (Jabalnusra) Muhammad Nur di Maumere, Selasa (21/7/2020), mengatakan, penyitaan dan penahan kayu ilegal dilakukan Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Komodo Balai Gakkum KLKH wilayah Jabalnusra, Senin (13/7/2020). Penyitaan atas informasi dari masyarakat sekitar.
Kami menemukan beberapa SKHHK di beberapa wilayah palsu. Jika pemalsuan dokumen untuk mengangkut kayu olahan antarpulau ini melibatkan oknum aparat keamanan, kami berkomitmen menindak tegas sesuai peraturan yang berlaku. (Sustyo Iriyono)
Pihak Gakkum menahan 175.380 meter kubik kayu yang dibawa dengan kapal layar motor (KLM) Melawali 09 dari Tanjung Pemali, Pelabuhan Wahai, Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, dengan tujuan pelabuhan Wuring, Sikka, Nusa Tenggara Timur.
”Surat keterangan sah hasil hutan kayu atau SKHHK palsu ini terungkap, diawali informasi masyarakat, ditindaklanjuti inteligen Gakkum KLKH. Hasil penyelidikan terungkap surat keterangan hasil hutan kayu itu palsu,” kata Muhammad Nur.
Kayu olahan jenis merbau dan meranti ini dimuat dari Pelabuhan Wehai, Maluku, 21-26 Juni 2020. Setelah muatan kapal Melawali 09 penuh, mereka berangkat menuju Pelabuhan Wuring, Sikka. Tiba di Wuring, 11 Juli 2020, kayu-kayu itu langsung dibongkar menuju gudang kayu milik UD I di Jalan Bengkunis, Wuring, Sikka.
Ia mengatakan, dokumen SKHHK palsu itu diterbitkan CV AA Industri Primer, di Dusun Parigi Desa Wahai, Kecamatan Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku. Dokumen palsu ini diketahui dari kepala surat, barcode, dan nomor surat untuk antarpulaukan kayu olahan. Tim Gakkum Jabalnusra akan berkoordinasi dengan tim Gakkum Sulawesi Maluku Papua menindaklanjuti kasus ini di Maluku.
Pengiriman kayu secara ilegal ini sudah dilakukan beberapa kali. Namun, baru kali ini terungkap atas laporan masyarakat. Jalur Sikka-Makassar-Maluku relatif dekat dan ramai dilayari kapal motor untuk mengangkut bahan pokok juga kayu-kayu untuk bahan bangunan.
Modus operandi berubah
Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan KLHK Sustyo Iriyono mengatakan, modus operandi pelaku, mengubah dari cara tradisional dan konvensional selama ini, dengan memanfaatkan kemampuan teknologi komputer. Namun, upaya ini mudah dilacak tim SPORC yang sudah paham soal jenis dan bentuk surat (dokumen) untuk angkut hasil hutan dari satu daerah ke daerah lain.
”Kami menemukan beberapa SKHHK di beberapa wilayah palsu. Jika pemalsuan dokumen untuk mengangkut kayu olahan antarpulau ini melibatkan oknum aparat keamanan, kami berkomitmen menindak tegas sesuai peraturan yang berlaku,” kata Iryono.
Saat ini penyidik KLKH mendalami keterangan dari lima pelaku, yakni nakhoda kapal, anak buah kapal, pemilik UD I dan gudang kayu, pemilik kayu, dan aparat desa setempat sebagai saksi.
Jika terbukti bersalah, para pelaku dikenai pasal berlapis dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan. Pelaku perseorangan diancam dengan hukuman pidana 1 tahun-5 tahun dan pidana denda Rp 500 juta-Rp 2,5 miliar. Pelaku korporasi diancam pidana penjara 5 tahun-15 tahun dan pidana denda Rp 5 miliar-Rp 15 miliar.
Ketua Asosiasi Pengusaha Kayu NTT Abdul Syukur mengatakan, belum mengetahui ada dokumen antarpulau kayu di Sikka palsu. Selama ini pengamanan di laut cukup ketat oleh Polairud Polda Maluku, Papua, dan Polda NTT. Tidak pernah ada pengusaha yang mengangkut kayu dari luar masuk NTT secara ilegal atau menggunakan dokumen palsu.
Menurut dia, NTT tidak ada sebaran hutan yang cukup luas untuk kebutuhan bahan bangunan kayu. Kebutuhan bahan bangunan kayu, 80 persen didatangkan dari Maluku, Sulawesi, dan Papua, termasuk kayu berkualitas seperti jenis merbau dan meranti.
”Kebutuhan perabot rumah tangga seperti kursi, meja, bangku, dan almari bahan baku cukup banyak tersedia di Timor, yakni kayu jati,” kata Syukur.
Jumlah pengusaha kayu di NTT sekitar 858 orang, tersebar di 22 kabupaten/kota, jumlah terbanyak di Kota Kupang, yakni 130 pengusaha. Mereka menyediakan kayu olahan, didatangkan dari luar Kupang untuk kebutuhan bahan bangunan masyarakat.
Ia mengatakan, tidak ada laporan dari setiap pengusaha, jumlah kayu yang didatangkan dari luar NTT setiap bulan. Setiap pengusaha mendatangkan kayu-kayu itu sesuai pesanan masyarakat dan kebutuhan di daerah itu.