Tugu Makam Sesepuh Sunda Wiwitan di Kuningan Disegel Satpol PP
Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, menyegel tugu makam sesepuh masyarakat Adat Karuhun Urang (Akur) Sunda Wiwitan. Masyarakat Akur Sunda Wiwitan telah mengurus legalitas makam, tetapi ditolak.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
KUNINGAN, KOMPAS — Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, menyegel tugu makam sesepuh masyarakat Adat Karuhun Urang atau Akur Sunda Wiwitan. Penyegelan bisa dibuka kembali setelah pihak berwenang mengeluarkan izin mendirikan bangunan bukan gedung.
Penyegelan dengan pengawalan puluhan petugas Satpol PP itu berlangsung di Blok Curug Go’ong Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Senin (20/7/2020). Massa sejumlah organisasi masyarakat turut serta menyaksikan penyegelan tugu makam yang berupa bangunan bebatuan itu.
Penyegelan dengan garis oranye tersebut dilakukan setelah Satpol PP Kuningan melayangkan tiga kali surat peringatan terhadap pemilik tugu makam untuk menunjukkan surat izin mendirikan bangunan (IMB) bukan gedung. Ini diatur dalam Pasal 5 (g) Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 13 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan IMB.
”(Pemilik bangunan) masih diberikan kesempatan untuk bisa menunjukkan legalitas kepada kami. Kalau bisa, segel dibuka,” ujar Kepala Satpol PP Kuningan Indra Purwantoro. Meskipun perda tersebut tidak mengatur kriteria tugu, Indra menganggap bangunan yang disegel adalah tugu, bukan makam.
Pihaknya memberikan waktu tujuh hari kepada perwakilan masyarakat Sunda Wiwitan untuk mengurus izin tersebut. Jika belum memiliki izin, pihaknya memberikan waktu 30 hari bagi pemilik membongkar bangunan tersebut. ”Jika tidak, kami yang akan bongkar,” ucapnya.
Menurut Indra, ini pertama kalinya Satpol PP menyegel sebuah tugu di Kuningan.”Penyegelan ini bukan karena desakan massa yang tidak tahu dari mana datangnya. Kami tidak pandang bulu. Bangunan pengusaha dan tempat hiburan yang tidak punya izin kami akan segel,” katanya.
Bagi masyarakat Akur Sunda Wiwitan, bangunan tersebut disiapkan untuk tempat peristirahatan terakhir sesepuh sekaligus pimpinan masyarakat Akur Sunda Wiwitan, Pangeran Djatikusumah (88) dan istrinya. ”Kami sudah mengurus IMB, tetapi ditolak karena belum ada regulasinya. Lalu, apa dasar penyegelan?” kata Okky Satrio, menantu Pangeran Djatikusumah.
Pihaknya telah mengirimkan surat permohonan pengurusan IMB kepada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTS) Kuningan pada 1 Juli atau dua hari setelah surat peringatan pertama oleh Satpol PP. Namun, surat tersebut baru dibalas pada 14 Juli, sehari setelah terbitnya surat teguran ketiga Satpol PP.
Kami sudah mengurus IMB, tetapi ditolak karena belum ada regulasinya. Lalu, apa dasar penyegelan?
Dalam surat DPMPTS setempat, permohonan IMB oleh masyarakat Akur Sunda Wiwitan ditolak. Selain belum ada regulasinya, sejumlah kelompok masyarakat juga meminta pembangunan makam itu dihentikan. Alasan lainnya, tertulis, ”Untuk proses permohonan izin IMB, salah satu unsur yang harus dipenuhi adalah kondusivitas lingkungan warga”.
Okky menilai, penolakan dan penyegelan makam sesepuh Akur Sunda Wiwitan oleh pemerintah daerah menunjukkan belum terlindunginya masyarakat adat. ”Ini kasus ketiga. Sebelumnya, kami menghadapi sengketa tanah. Seharusnya, pemerintah mengayomi semua golongan, termasuk minoritas. Kami akan melaporkan kasus ini kepada Komnas HAM,” katanya.