Konstruksi Batu Diduga ”Ondo Budho” Ditemukan di Dieng
Konstruksi batuan diduga ”ondo budho” ditemukan di Dataran Tinggi Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah. Keberadaannya bisa menguatkan bukti kawasan Dieng pernah disinggahi banyak orang di zaman dulu.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
BANJARNEGARA, KOMPAS — Konstruksi batu diduga tangga kuno ditemukan di area pendakian di utara kompleks Candi Arjuna, Dataran Tinggi Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Penemuan ini bisa semakin menguatkan bukti adanya peradaban besar Dieng masa lalu.
Panjang konstruksi itu 10-15 meter. Letaknya di jalur pendakian Bukit Sipandu, perbatasan Banjarnegara dan Batang. Diduga, konstruksi itu adalah ondo budho. Di zaman Mataram Kuno, ada empat jalur menuju Dieng, dari sisi selatan, barat, timur, dan utara. Sebelumnya, bangunan seperti ini ditemukan di Desa Siterus, sisi selatan Dieng.
Kepala Subbagian Perencanaan, Evaluasi, dan Pelaporan Dinas Pariwisata Kabupaten Banjarnegara Aryadi Darwanto saat dihubungi dari Banyumas, Jateng, Senin (20/7/2020), mengatakan, tempat itu ditemukan sekitar dua minggu lalu oleh temannya, seorang pendaki gunung. Namun, ia baru memeriksanya pada Minggu (19/7/2020).
”Batuan ini ada di jalur pendakian menuju puncak Sipandu atau sekitar 1.200 meter dari permukaan laut. Kalau dari puncak Sipandu, ada di sebelah utaranya atau sekitar 30 meter dari puncak,” ujarnya.
Aryadi menambahkan, ukuran batu bervariasi, paling besar berukuran 50 sentimeter x 40 sentimeter. Batuan ini tertata rapi dengan kemiringan 30 derajat ke atas. Belum semua konstruksi batu itu bisa dilihat karena sebagian tertutup kebun kentang milik petani setempat.
”Belum tahu juga apakah tangga ini tersusun anak-anak tangga atau lurus memanjang seperti biasa digunakan jalan gerobak,” katanya.
Menurut Aryadi, penemuan batuan yang diduga tangga ini bisa jadi semakin menegaskan peradaban Dieng masa lalu ramai dikunjungi banyak orang. Karena berada di jalur pendakian, ia berharap tempat ini bisa dijaga semua pihak, terutama para pendaki.
Ketua Unit Candi Dieng Balai Pelestarian Cagar Budaya Jateng Eri Budiarto menyampaikan akan segera mengirimkan tim ke Dieng untuk mengecek, mendata, dan meneliti konstruksi itu. ”Saya besok baru mau ke sana (Dieng). Saya cek dulu,” ujar Eri.
Dataran Tinggi Dieng, situs peninggalan Kerajaan Mataram Kuno, memiliki luas wilayah sekitar 100 hektar, yang membentang di Wonosobo dan Banjarnegara. Karena merupakan situs besar dan sangat luas, setiap tahun selalu saja ada laporan temuan benda cagar budaya di kawasan Dieng. Karena berada di lahan pertanian, banyak benda kuno tidak sengaja ditemukan petani saat bercocok tanam.
Sebelumnya, arca Ganesha setinggi 140 cm, lebar 120 cm dan berat sekitar 800 kilogram ditemukan petani pada 27 Desember 2019. Arca itu berada di Desa Dieng Wetan, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jateng. Arcanya tidak berkepala dan tidak berlengan. Potongan belalai dan tangannya ditemukan di lokasi terpisah (Kompas, 23/1/2020).
Dalam Hindu, Ganesha dikenal sebagai dewa ilmu pengetahuan dan kecerdasan, dewa pelindung dan penolak bencana, serta diyakini pula sebagai penjaga mata air. Arca Ganesha biasanya berdiri di barat atau di belakang bangunan candi. Dalam wujud arca, Ganesha selalu digambarkan sebagai dewa berkepala gajah dan berbadan gemuk.
Eri mengatakan, temuan arca itu bukanlah Ganesha pertama. Sebelumnya, di Dieng, banyak ditemukan arca Ganesha berukuran kecil setinggi 80-90 sentimeter. Arca dewa lain yang sebelumnya ditemukan adalah Siwa Mahaguru atau Agastya. Selain simbol dewa, di Dataran Tinggi Dieng juga pernah ditemukan kinara kinari, makhluk surgawi berwujud setengah burung dan setengah manusia.
Adapun benda cagar budaya lainnya yang pernah ditemukan antara lain struktur bangunan candi dan jaladwara atau saluran air berukir. Ada pula lingga dan yoni yang merupakan simbol kesuburan sekaligus simbol Dewa Siwa dan Dewi Parvati.
Dalam bukunya, The History of Java, yang diterbitkan tahun 1817, Sir Thomas Stamford Raffles menyebutkan ada sekitar 400 situs candi di Dataran Tinggi Dieng. Namun, karena perubahan kondisi alam dan perilaku manusia, akhirnya sebagian situs kini tidak lagi ditemukan (Kompas, 23/1/2020).