Sikap Kritis yang Berujung Intimidasi
Realokasi anggaran untuk penanganan Covid-19 di Biak Numfor, Papua, berujung perselisihan. Penyebabnya ditengarai karena tidak transparannya pemerintah setempat.
Realokasi anggaran untuk penanganan Covid-19 di Biak Numfor, Papua, berujung perselisihan. Penyebabnya ditengarai karena tidak transparannya pemerintah setempat. Anggota DPRD Biak Numfor, Jhon Mandibo, yang mempertanyakan realokasi anggaran itu, justru menerima ancaman pembunuhan. Ia juga mengaku dipukul koleganya di DPRD.
Suasana di ruang kerja ketua DPRD Kabupaten Biak Numfor, Kamis (7/7/2020) sore, memanas. Di rekaman yang diterima Kompas terdengar suara Ketua DPRD Biak Numfor Milka Rumaropen berteriak-teriak meminta semua tenang. ”Bapak Bupati, saya minta dengan hormat,” kata Milka berkali-kali meminta Bupati Herry Ario Naap untuk keluar.
Bapak Bupati, saya minta dengan hormat.
Namun, tak sedikit pula yang berteriak semua pihak tenang. ”Ini lembaga! ini lembaga yang terhormat!” Seorang perempuan pun terdengar berbicara dengan suara rendah. ”Pak Jhon, kau harus minta maaf. Masak minta maaf saja kau tidak mau,” kata perempuan ini.
Padahal, beberapa menit sebelumnya, pertemuan telah ditutup Milka. Salah satu anggota DPRD menyebutkan, anggaran sebesar Rp 152 miliar yang pernah disebutkan Jhon bukanlah realokasi anggaran untuk penanganan Covid-19, melainkan pendapatan Biak Numfor yang berkurang akibat Covid-19. Sempat tercetus juga pernyataan Milka agar Jhon minta maaf karena penyampaiannya tidak tepat.
”DPRD hanya mentoki (ketok) untuk mengesahkan segala sesuatu, terutama APBD, dana yang kita perlukan. Jadi, saya katakan kepada teman-teman jangan, kalau kita tidak ke mana-mana, kita tidak terima apa-apa, jangan salahkan kami, tiga pimpinan ini,” kata Milka.
Baca juga : Tol Laut Belum Efektif Tekan Harga di Biak Numfor
Awal kisruh
Kisruh ini berawal April lalu. Jhon sebagai anggota DPRD menjalankan fungsi pengawasannya, dengan mempertanyakan transparansi penggunaan dana Covid-19 di Biak Numfor. Pada Mei, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Biak Numfor lantas menyampaikan laporan. Akan tetapi, menurut Jhon, belum ada penjelasan tentang realokasi anggaran untuk Covid-19.
”Berapa jumlah yang digeser tidak disampaikan,” kata Jhon, Rabu (15/7/2020).
Jhon mengatakan, baru pada bulan Juni disebutkan ada pergeseran APBD Biak Numfor yang tidak prioritas sebesar Rp 152 miliar. Dalam sebuah diskusi daring, angka ini disampaikan Jhon kepada publik. Rupanya di situ Bupati tersinggung. Padahal, saya tidak menyampaikan kalau anggaran yang dipakai untuk Covid-19 itu Rp 152 miliar,” kata Jhon.
Sebaliknya disampaikan Herry Ario Naap. Menurut dia, Jhon menyampaikan kepada publik bahwa anggaran Covid-19 sebesar Rp 152 miliar. ”Karena, informasi Rp 152 miliar itu banyak politisi, bahkan masyarakat mengejar Bupati untuk minta bantuan. Begitu tidak dibantu, mereka marah- marah dan menyampaikan di mana dana Rp 152 miliar itu,” katanya.
Padahal, pergeseran anggaran untuk Covid-19, menurut Herry, hanya sebesar Rp 39 miliar. Rincian dari anggaran itu pun telah disampaikan kepada DPRD, April lalu. Di antaranya untuk rumah sakit umum daerah (RSUD) dan puskesmas, operasional gugus tugas, bantuan sosial mahasiswa dan masyarakat, pedagang usaha mikro, kecil, dan menengah yang terdampak Covid-19, serta pertanian.
”Dana Rp 39 miliar yang dianggarkan juga belum dipakai semua,” ujarnya.
Baca juga : Transparansi Data Menumbuhkan Partisipasi Warga
Oleh karena pernyataan Jhon tersebut, Herry meminta agar DPRD Biak Numfor mengadakan pertemuan untuk menanyakan kepada Jhon asal data yang diperolehnya. Awalnya, pertemuan diagendakan pada 25 Juni. Akan tetapi, setelah ditunggu empat jam, Jhon tidak hadir.
Pertemuan baru bisa digelar pada 7 Juli. Herry membenarkan isi rekaman yang diterima Kompas. Semula, dalam rapat, diagendakan Jhon untuk meminta maaf. Sebaliknya, Jhon merasa dirinya hanya perlu memberikan klarifikasi. ”Ternyata hasil pertemuan berbeda dengan agenda yang disampaikan. Saya emosi dan marah,” kata Herry, Kamis (16/7/2020).
Mendengar suara Herry yang berbicara keras dalam rapat, sopir dan dua ajudannya serta sekretarisnya yang tadinya menunggu di depan pintu ruangan masuk ke ruang rapat. ”Tapi, tidak ada seorang pun dari mereka yang menyentuh atau menganiaya Jhon Mandibo,” kata Herry.
Baca juga : Transparansi Data Bansos bagi Warga Terdampak Covid-19 Sangat Dibutuhkan
Intimidasi
Adapun Jhon merasa mendapatkan intimidasi dalam pertemuan itu. Apalagi ada kata-kata ”hajar dia, bunuh dia” yang ia dengar. Tak hanya itu, ia menyampaikan, ada salah satu koleganya di DPRD, yang memukulnya. Atas pengakuan Jhon tersebut, Herry mengaku tak memperhatikan hal itu karena sedang emosi. Akan tetapi, menurut dia, stafnya melihat sempat terjadi saling dorong antara Jhon dan anggota DPRD lainnya.
Saat insiden itulah, Jhon berusaha menahan tangan seorang anggota DPRD, tangan itu terdorong ke atas sehingga mengenai bibir Jhon. Herry mengatakan, beberapa anak buahnya sudah diperiksa polisi sebagai saksi, yaitu ajudan, sopir dan sekretaris pribadi. Ia sendiri belum dipanggil. ”Intinya, yang ingin saya sampaikan, saya dan ajudan tidak melakukan pemukulan,” tandasnya.
Ia menekankan, jika Jhon memiliki bukti-bukti penyalahgunaan anggaran Covid-19, lebih baik dilaporkan ke Polri atau kejaksaan. Herry mengatakan, dirinya bersedia diproses hukum jika hal itu betul. Akan tetapi, ketika Jhon membangun opini yang kurang baik tentang pemerintah, situasi menjadi runyam. Meski demikian, ia memilih tidak melaporkan Jhon ke Polri untuk kasus pencemaran nama baik.
”Jangan sampai masyarakat lihat ada konflik DPRD dan Bupati, kami juga ingin jaga kemitraan,” ujarnya. Sementara itu, Jhon mengatakan pertanyaannya soal anggaran untuk Covid-19 bagian dari tugasnya sebagai anggota DPRD. Walaupun mengakui bahwa dalam pertemuan itu ia ingin mengklarifikasi ucapannya, Jhon menyayangkan intimidasi dan serangan fisik yang ia alami.
Jhon yang baru berusia 25 tahun itu mengatakan, dirinya segera melaporkan intimidasi dan pemukulan yang ia alami ke Polri. ”Bagi saya, ini merupakan ukuran untuk memperbaiki perilaku pejabat,” kata Jhon.
Apa yang dilakukan Jhon adalah bagian dari upaya kontrol DPRD
Tindakan Jhon yang kritis pada anggaran daerah mendapat dukungan sejumlah kelompok masyarakat sipil di Papua. Menurut mereka, Jhon sebatas mempertanyakan tidak transparannya anggaran Covid-19. Seharusnya, upaya Jhon ini didukung, terutama oleh Bupati yang saat berkampanye berjanji untuk menjalankan transparansi anggaran.
Apalagi Jhon adalah anggota Badan Anggaran DPRD Biak Numfor yang sudah seharusnya mengetahui atau diberi tahu perihal setiap penggunaan anggaran, realokasi anggaran di Biak Numfor. ”Apa yang dilakukan Jhon adalah bagian dari upaya kontrol DPRD,” kata Korneles Materay, alumnus Sekolah Anti- Korupsi Indonesia Corruption Watch (ICW).
Dengan demikian, DPRD bisa menjadi mitra atau unsur penyelenggara pemerintahan daerah dalam merealisasikan janji pemerintahan dan representasi kepentingan rakyat di atas kepentingan orang atau kelompok tertentu. Oleh karena itu, pemerintah daerah didesak untuk membuka secara transparan penggunaan anggaran realokasi APBD dalam penanganan Covid-19
di Biak Numfor.
Masyarakat sipil juga mengecam aksi kekerasan dan intimidasi terhadap Jhon Mandibo serta individu yang kritis tentang keterbukaan informasi. Mereka juga mendesak kepolisian di Biak Numfor untuk menindaklanjuti dan menelusuri insiden kekerasan dan pemukulan terhadap John Mandibo secara komprehensif dan transparan.