Khazanah Peradaban Besar Masa Lalu di Kediri Bertambah
Misteri diduga benda cagar budaya pada awal Juli lalu di Dusun Kebonagung, Desa Brumbung, Kecamatan Kepung, Kabupaten Kediri, akhirnya diketahui sebagai petirtaan. Penelusuran lebih lanjut tengah dilakukan BPCB Jatim.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
KEDIRI, KOMPAS — Keberadaan Petirtaan Geneng menambah temuan peradaban bersejarah di Desa Brumbung, Kecamatan Kepung, Kediri, Jawa Timur. Diduga, selain kompleks percandian, kawasan itu merupakan permukiman tua.
Sebelumnya, petirtaan ini ditemukan tidak sengaja oleh Sulton, Kepala Dusun Kebonagung, Desa Brumbung, awal Juli lalu. Kini, proses ekskavasi sedang dilakukan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur.
Ekskavasi pertama dilakukan pada 12-17 Juli 2020, sedangkan ekskavasi kedua pada 21-27 Juli 2020. Hasil ekskavasi tahap pertama, BPCB Jatim menemukan struktur petirtaan yang terbuat dari batu bata. Diperkirakan petirtaan itu bagian dari kompleks percandian pada era Kediri-Majapahit abad ke-12-14 Masehi.
Arkeolog BPCB Jatim, Wicaksono Dwi Nugroho, saat dihubungi dari Malang, Senin (20/7/2020), mengatakan telah menemukan petirtaan berukuran 4,8 meter x 5 meter setelah menggali hingga 2 meter. Dinding bagian atas petirtaan sudah mulai rusak, sedangkan sisi timur masih utuh.
”Di sana ada profil, selasar, dan tiga bilik di bagian bawah. Selain struktur petirtaan, kami menemukan empat jaladwara (pancuran air) berbahan batu andesit,” katanya.
Di sana ada profil, selasar, dan tiga bilik di bagian bawah. Selain struktur petirtaan, kami menemukan empat jaladwara (pancuran air) berbahan batu andesit.
Menurut Wicaksono, jaladwara itu ditemukan di kedalaman 1,5 meter. Tiga di antaranya berupa makara dan satu arca dewa sedang mengendarai kuda. Kondisi jaladwara masih utuh dan menempel pada dinding petirtaan.
”Sejauh ini kami belum menemukan lantainya. Ekskavasi tahap pertama baru berlangsung lima hari. Kami akan melanjutkannya besok. Diduga, petirtaan itu adalah bagian kompleks percandian yang lebih luas yang tertimbun banjir lahar Gunung Kelud,” ucapnya.
Wicaksono pun menghubungkan temuan ini dengan Prasasti Geneng I dan Geneng II yang sebelumnya ditemukan di Brumbung. Prasasti Geneng I berasal dari masa Brameswara (Kediri) tahun 1128 M, sedangkan Prasasti Geneng II saat Majapahit dipimpin Tribhuwana Tungga Dewi tahun 1329 M. Petirtaan Geneng ini menjadi titik awal merekonstruksi daerah yang berada 7 kilometer di sisi utara Gunung Kelud itu, tepatnya dari masa Kediri-Majapahit.
Di kedua prasasti itu disebutkan adanya daerah bebas pajak (sima) bernama Geneng. Saat ini kedua prasasti tersimpan di Balai Desa Brumbung bersama temuan benda purbakala lain sebelumnya, seperti yoni, dwarapala, dan arca Brahma.
Penemuan petirtaan ini, kata Wicaksono, menambah khazanah baru tentang Brumbung sebagai sebuah titik penting peradaban di masa silam. Diduga, selain kompleks percandian, tempat itu juga merupakan permukiman.
”Yang ditemukan saat ini memang baru petirtaannya saja. Ke depan, harapannya ada potensi-potensi kepurbakalaan lain di daerah itu. Sejauh ini, permasalahannya, situs terpendam cukup dalam dan berada di lahan-lahan penduduk,” ucapnya.
Kepala Bidang Sejarah dan Purbakala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kediri Yuli Marwantoko mengatakan telah berkoordinasi dengan dinas pekerjaan umum dan perumahan rakyat setempat guna membantu proses ekskavasi tahap kedua. ”Peralatan apa saja yang dibutuhkan, kami dari pemerintah daerah siap membantu. Tadi kami sudah berkoordinasi dan mengecek ke lokasi,” ujarnya.
Ke depan, menurut Yuli, pihaknya menyerahkan ke pemerintah desa untuk memutuskan apakah akan dibuat desa wisata atau museum desa. Berdasarkan undang-undang cagar budaya, masyarakat bisa ikut merawat dan memanfaatkan.
Menurut Yuli, sejauh ini Pemerintah Desa Brumbung antusias merawat dan menjaga benda purbakala. Sejumlah benda cagar budaya yang ditemukan di tempat itu dikumpulkan di balai desa setempat. ”Harapannya bisa menjadi wahana edukasi. Apabila ada warga yang tengah mengurus keperluan di balai desa dan mengajak anak, anaknya bisa menyaksikan situs tersebut sambil belajar sejarah,” ucapnya.