Tantangan terbesar jurnalisme saat ini bukan hanya rendahnya pemahaman wartawan terhadap isu keberagaman, melainkan juga konten intoleran yang banyak diproduksi media sosial.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Belum semua wartawan di Provinsi Aceh memiliki pemahaman utuh terhadap isu keberagaman. Dampaknya narasi yang digunakan dalam pemberitaan isu keberagaman bias toleransi. Peningkatan kapasitas wartawan terhadap isu keberagaman sangat penting.
Hal itu mengemuka dalam pertemuan forum editor media massa di Aceh, Senin (20/7/2020), membahas pemberitaan isu keberagaman. Forum itu diinisiasi oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh. Pertemuan itu dihadiri 15 editor dari media lokal di Aceh.
Anggota Majelis Pertimbangan Organisasi AJI Banda Aceh, Hotli Simanjuntak, menuturkan, isu keberagaman sensitif bagi publik, tetapi jika dikemas dengan narasi yang damai, justru akan membuat orang semakin menghargai perbedaan.
”Namun, saya menemukan ada berita kriminal dan Covid-19 dikaitkan dengan etnis. Ini karena masih banyak wartawan yang belum paham soal keberagaman,” kata Hotli.
Hotli menuturkan, narasi yang digunakan dalam berita menunjukkan keberpihakan wartawan pada masalah yang sedang diliput. Narasi intoleran, seperti mengaitkan peristiwa dengan isu SARA, dapat memicu perpecahan.
Hotli mengatakan, dalam menulis isu keberagaman, wartawan perlu mendudukkan perkara secara utuh. Semua pihak yang berkepentingan harus diberikan ruang yang sama. ”Suara minoritas masih jarang diangkat ke media,” kata Hotli.
Suara minoritas masih jarang diangkat ke media. (Hotli Sumanjuntak)
Ketua Yayasan Hakka (Perkumpulan Keturunan Tionghoa) Aceh Kho Khie Siong menuturkan, media massa mulai memberikan tempat bagi kelompok minoritas, tetapi intensitasnya masih minim. ”Media cetak sangat jarang meliput kegiatan kami,” kata Kho Khie Siong.
Kho Khie Siong mengatakan, peran media dalam memberitakan isu keberagaman sangat dibutuhkan untuk merawat kerukunan antarkelompok. Menurut Kho Khie, kehidupan umat beragama dan antarkelompok di Banda Aceh sangat harmonis.
Bulan lalu, pengurus Hakka Aceh mengadakan pasar murah dan bakti sosial untuk warga terdampak Covid-19. Kegiatan sosial itu menjadi bagian upaya merawat toleransi di Banda Aceh.
Pemimpin Redaksi portal Aceh Kini, Adi Warsidi, menuturkan, tantangan terbesar saat ini bukan hanya rendahnya pemahaman wartawan terhadap isu keberagaman, melainkan juga kehadiran media sosial membuat tugas media massa semakin berat. Belakangan, semakin banyak konten intoleran diproduksi oleh pengguna media sosial.
”Karena itu, tugas media massa semakin berat karena harus meluruskan informasi hoaks di media sosial,” kata Adi.
Ketua AJI Banda Aceh Misdarul Ihsan mengatakan, tujuan pelaksanaan forum editor ini untuk meningkatkan menyamakan persepsi para editor terhadap pemberitaan isu keberagaman. Misdarul berharap editor sebagai gerbang terakhir pemberitaan memiliki perhatian mendalam pada isu tersebut.
”Targetnya, para editor dapat menebar semangat liputan keberagaman kepada wartawannya,” kata Misdarul.