Pembangunan Jalan Trans-Sulawesi di Konawe Mangkrak
Pembangunan Jalan Trans-Sulawesi di Kilometer 22 Sampara, Konawe, Sulawesi Tenggara, yang ambles pada 2019 mangkrak dan belum dilanjutkan. Pelaksana telah di-blacklist meski belum membayar denda dari keterlambatan.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Pembangunan Jalan Trans-Sulawesi di Kilometer 22 Sampara, Konawe, Sulawesi Tenggara, yang ambles pada 2019, mangkrak dan belum dilanjutkan. Pelaksana telah dimasukkan ke daftar hitam meski belum membayar denda dari keterlambatan proyek. Tidak tuntasnya jalan utama dari dan menuju Kendari selama setahun ini membuat pengendara terkendala.
Kepala Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) Wilayah II Sulawesi Tenggara Zulkarnaini menyampaikan, kontrak pelaksanaan jalan di Km 22 Sampara yang ambles telah diputus sejak Maret. Hal itu dilakukan karena tidak selesainya pengerjaan proyek meskipun telah diberikan waktu tambahan.
”Jadi harus diputus kontrak. Pelaksanaannya sudah mencapai 58 persen, dengan realisasi anggaran sekitar Rp 10 miliar dari total anggaran Rp 16,8 miliar,” kata Zulkarnaini, Sabtu (18/7/2020).
Jalan di Kilometer 22, Kelurahan Rawua, Sampara, Konawe, ini ambles sejak Juli 2019. Jalan yang bersisian dengan Sungai Pohara ini ambles sepanjang 50 meter dan tidak bisa dilalui kendaraan. Pembangunan jalan dilakukan sejak Oktober dengan pembetonan dan pemancangan dengan teknik bor pile.
Di lokasi, akhir pekan lalu, sejumlah beton penahan terlihat telah berdiri sepanjang sekitar setengah dari panjang jalan yang akan dikerjakan. Meski demikian, alat berat dan pekerja tidak lagi terlihat. Jembatan bailey sepanjang 60 meter yang telah dibangun sejak akhir tahun lalu menjadi akses satu-satunya untuk melintasi jalur tersebut.
Menurut Zulkarnain, struktur yang telah terbangun adalah tiang pancang dengan panjang sekitar 40 meter. Perkuatan tebing juga telah dilakukan. Penimbunan seharusnya dilakukan, tetapi terbatas waktu sehingga dibatalkan.
Kontrak diputuskan untuk menghindari pelanggaran. Terlebih pelaksana proyek telah diberi waktu tambahan selama tiga bulan, yaitu Januari-Maret 2020.
”Pelaksana proyek sudah kita masukkan ke daftar hitam (blacklist), dan dikenakan denda. Untuk dendanya, saya akan cek dulu apakah sudah dibayarkan atau belum. Setahu saya belum,” ujarnya. Rekanan proyek tercatat dilakukan oleh PT Rahmat Utama Mulia.
Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) XXI Kendari Yohanis Tulak Todingara menuturkan, pelaksanaan proyek terkendala karena alat berat yang akan digunakan terlambat datang. Alat disewa dari Manado oleh pelaksana menuju Kendari. Keterlambatan datangnya alat membuat pelaksanaan juga terhambat.
Penambahan waktu yang diberikan pun tidak mampu dimanfaatkan untuk menyelesaikan proyek. Pengawasan dan upaya percepatan telah dilakukan, tetapi pelaksana tidak bisa mengerjakan tepat waktu.
Saat ini, tutur Tulak, audit sedang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sultra untuk melihat kesesuaian pelaksanaan proyek. Hasil audit akan digunakan untuk kelanjutan proyek ini ke depannya.
Pembangunan lanjutan akan diupayakan sesegera mungkin dengan anggaran sekitar Rp 5 miliar. Anggaran tersebut rencananya akan dialokasikan untuk pengerjaan jalan agar setidaknya bisa segera digunakan.
”Saat ini, (warga) hanya bisa melalui jembatan bailey dengan maksimal 10 ton. Itu pun harus diturunkan lagi karena telah dipakai beberapa lama. Untuk yang berat kendaraannya di atas 10 ton agar melintasi jalur lain,” ucapnya.
Macet tak terhindarkan
Akses jalan nasional di Sampara, Konawe, terus tersendat setahun terakhir. Meski jembatan bailey telah terbangun, kendaraan kecil harus antre melintasi jalan. Macet panjang tidak terhindarkan, utamanya ketika hari kerja.
Badaruddin (30), seorang pengguna jalan, menyampaikan, panjang antrean kendaraan bisa mencapai lebih dari 1 kilometer hanya untuk melintasi jalan tersebut. Waktu kemacetan juga tidak bisa diprediksi, bisa di pagi hari, sore, bahkan malam.
Panjang antrean kendaraan bisa mencapai lebih dari 1 kilometer hanya untuk melintasi jalan tersebut. (Badaruddin)
”Sudah cuma satu jalan, pekerjaannya sangat lambat. Memang ada jalan lain, tetapi harus memutar. Itu pun penuh lumpur. Kami pengguna jalan sangat disusahkan,” ucap karyawan swasta ini. Jalan memutar menuju dan dari Kendari ini hanya dilalui oleh kendaraan berat. Tidak jarang truk terjebak lumpur atau rusak di tengah jalan.
Pengguna jalan lainnya, Asrun (42), mengatakan, hampir tidak ada proses pembangunan yang berarti di jalan yang menjadi penghubung utama warga untuk ke Konawe, Kolaka, bahkan ke Sulawesi Selatan ini. Akibatnya, pengendara harus bersiap menghadapi kemacetan panjang di ruas jalan yang hanya ada satu jalur kendaraan tersebut.
Setiap ke Kendari, tutur warga Konawe ini, ia harus berangkat pagi agar menghindari macet di ruas tersebut. Ia berharap agar ada langkah penanganan yang cepat supaya jalan bisa dimanfaatkan sesegera mungkin.