Pendatang dari Luar Kawasan Aglomerasi Surabaya Wajib Bawa Hasil Tes Covid-19
Pemerintah Kota Surabaya mewajibkan semua pendatang dari luar kawasan aglomerasi yang masuk ke Surabaya untuk membawa hasil tes Covid-19. Syarat ini diberlakukan guna menekan potensi penularan dari warga luar daerah.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pemerintah Kota Surabaya mewajibkan semua pendatang dari luar kawasan aglomerasi yang masuk ke Surabaya untuk membawa hasil tes Covid-19. Syarat ini diberlakukan guna menekan potensi penularan dari warga luar daerah.
Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya Irvan Widyanto, di Surabaya, Sabtu (18/7/2020), mengatakan, syarat tersebut sudah diatur dalam Peraturan Wali Kota Surabaya Nomor 33 Tahun 2020 sebagai Perubahan atas Regulasi Nomor 28 Tahun 2020 tentang Pedoman Tatanan Normal Baru pada Kondisi Pandemi Covid-19.
Warga dari luar kawasan aglomerasi yang berdomisili di Surabaya ataupun kawasan aglomerasi juga tidak perlu menunjukkan hasil tes saat melintas di Surabaya jika memiliki surat keterangan domisili. (Irvan Wiyanto)
Dalam Pasal 24 Ayat 2 disebutkan, setiap orang yang masuk ke Surabaya wajib menunjukkan hasil pemeriksaan tes cepat atau tes usap atau surat keterangan bebas gejala. Kewajiban ini dikecualikan untuk penduduk Surabaya dan komuter yang tinggal di kawasan aglomerasi, dalam hal ini adalah warga Sidoarjo, Gresik, Lamongan, Kabupaten Mojokerto, dan Kota Mojokerto.
”Warga dari luar kawasan aglomerasi yang berdomisili di Surabaya ataupun kawasan aglomerasi juga tidak perlu menunjukkan hasil tes saat melintas di Surabaya jika memiliki surat keterangan domisili,” katanya.
Irvan menuturkan, pekerja yang berasal dari kawasan aglomerasi juga tidak diwajibkan menunjukkan hasil pemeriksaan tes cepat dengan hasil nonreaktif atau tes usap dengan hasil negatif yang berlaku selama 14 hari sejak pemeriksaan. Kewajiban ini hanya berlaku bagi pekerja yang tinggal di luar kawasan aglomerasi, seperti syarat pada kegiatan perjalanan orang dan barang.
”Penggunaan hasil tes cepat sebagai syarat masih kami gunakan atas pertimbangan dari Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi),” ucap Irvan.
Pembina Pengurus Daerah Persakmi Jawa Timur, Estiningtyas Nugraheni, mengatakan, hingga saat ini hasil tes cepat sebagai syarat perjalanan orang dalam negeri masih digunakan sebagai acuan, seperti dalam Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 9 Tahun 2020 tentang Kriteria dan Persyaratan Perjalanan Orang dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju Masyarakat Produktif dan Aman Covid-19.
”Bahkan, aturan dari Kementerian Kesehatan juga tidak ada larangan secara tegas mengenai penggunaan tes cepat karena masih bisa digunakan untuk screening pada populasi spesifik dan situasi khusus, termasuk pada pelaku perjalanan,” ujarnya.
Berbeda dengan Persakmi, epidemiolog Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo, menilai, penggunaan hasil tes cepat yang berlaku selama 14 hari sebagai syarat masuk Surabaya tidak tepat. Mengacu pada rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia, tes cepat tidak bisa digunakan untuk mendiagnosis orang yang terinfeksi Covid-19.
”Masa berlaku tes cepat selama 14 hari pun tidak tepat karena tidak ada kepastian bahwa dalam 14 hari seusai tes, seseorang yang dinyatakan nonreaktif tidak akan tertular,” ucap Windhu.
Pelaksanaan pemantauan syarat perjalanan dan kewajiban tes bagi pekerja dari luar kawasan aglomerasi hingga saat ini belum bisa diterapkan. Menurut Irvan, pihaknya masih berkoordinasi dengan berbagai stakeholder untuk merumuskan sistem pemeriksaan yang efektif.
”Pemeriksaan untuk pengguna kendaraan pribadi akan dilakukan di 17 lokasi perbatasan, sedangkan pemantauan bagi pengguna transportasi umum dilakukan di bandara, stasiun, terminal, dan pelabuhan. Namun, mekanisme pemeriksaan masih kami bahas dengan pihak-pihak terkait, segera kami laksanakan setelah koordinasi tuntas,” tuturnya.