Banjir Berulang di Konawe dan Konawe Utara Buat Warga Kian Terpuruk
Banjir berulang di wilayah Sultra terus menyulitkan warga. Warga berharap ada penanggulangan signifikan dari pemerintah agar banjir tidak kembali datang dan membuat warga mengungsi dan kehilangan mata pencarian.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KONAWE, KOMPAS — Banjir berulang di Konawe dan Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, membuat warga terdampak kian terpuruk. Mereka berharap ada penanggulangan signifikan dari pemerintah agar banjir tidak kembali datang.
Banjir yang sempat surut kini meninggi kembali. Hingga Sabtu (18/7/2020) sore, ketinggian air di kawasan Bondoala, Konawe, rata-rata 70 sentimeter hingga 1,2 meter. Wilayah yang bersebelahan dengan Sungai Konawehaa ini terendam banjir selama sepekan terakhir. Wilayah ini juga dekat lokasi megaindustri pengolahan nikel di Morosi.
Air dari sungai itu limpas dan menggenangi rumah-rumah warga serta jalan desa. Sebagian warga terlihat harus mengungsi dan membuat rumah darurat untuk tempat tidur sementara.
”Air naik terus. Hari ini air di rumah sudah melewati bibir jendela. Keluarga mengungsi, saya yang jaga rumah,” kata Mansyur di kediamannya. Beragam perabotan dan alat elektronik di kediaman ayah empat anak ini terlihat telah dipindahkan ke tempat yang lebih tinggi. Hal itu untuk mengantisipasi ketika air bertambah tinggi.
Menurut Mansyur, banjir membuat ia dan keluarganya kesulitan berkegiatan. Sejumlah ternaknya juga hilang karena terseret arus dari Sungai Konawehaa, 100 meter di belakang rumahnya.
Oleh karena itu, ia berharap pemerintah memperhatikan kebutuhan warga yang terdampak banjir. Kebutuhan sehari-hari dan kesulitan ekonomi yang dialami harus dipenuhi.
Risna (40), warga Desa Rumbia, mengatakan, sudah sepekan ia mengungsi di bangunan darurat di depan rumahnya. Bersama dua anak dan suaminya, ia tidur di bangunan papan untuk menghindari banjir.
”Sudah dua kali banjir dalam sebulan ini. Tahun lalu malah sampai 2 meter di sini. Harusnya pemerintah tidak hanya pikirkan bantuan, tetapi juga harus ada penanggulangan banjir. Kami di sini kesulitan tiap hujan banjir pasti datang,” ucapnya.
Camat Bondoala Arifin mengatakan, banjir telah terjadi selama sepekan. Ketinggiannya 1,2 meter dan merendam ratusan rumah warga. Total warga terdampak mencapai 814 rumah tangga di tujuh desa dan satu kelurahan.
Menurut Arifin, sebagian warga bertahan di rumah masing-masing dengan membuat bangunan sederhana menghindari banjir. Pemerintah mulai menyalurkan bantuan ke warga, seperti kebutuhan pokok dan air minum.
”Daerah ini memang berdekatan dengan muara Sungai Konawehaa sehingga ketika sungai meluap langsung menggenangi permukiman warga. Ada rencana untuk membuat tanggul ke depannya,” ucap Arifin.
Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Konawe menyebutkan, jumlah bantuan yang telah diserahkan ke warga sebanyak 223 paket. Bantuan ini tersebar di sejumlah lokasi yang terdampak banjir di wilayah ini.
Kepala Subbagian Program BPBD Konawe Alfrida Yaurika mengucapkan, total wilayah terdampak mencapai 46 desa di 16 kecamatan. Jumlah warga terdampak sebanyak 8.314 jiwa. Jumlah pengungsinya lebih dari 3.000 jiwa. Jumlah lokasi dan warga terdampak terus bertambah seiring semakin bertambahnya ketinggian air.
Dengan banjir yang semakin tinggi, tutur Alfrida, warga diharapkan agar terus waspada, khususnya yang menetap di wilayah rentan banjir. Dua sungai utama, yaitu Sungai Konawehaa dan Sungai Lahumbuti, yang terus meninggi menjadi penyebab air meluap ke permukiman warga.
”Kami berharap masyarakat terus waspada. Meski di wilayah ini tidak hujan, tetapi air bisa saja terus naik karena hujan di daerah hulu. Kami terus mengupayakan agar warga terdampak bisa segera mendapatkan penanganan dan bantuan,” ujarnya.
Selain di Konawe, banjir juga masih merendam sebagian wilayah Konawe Utara. Banjir membuat warga semakin menderita. Selain merendam wilayah warga, banjir juga memutus jalur Trans-Sulawesi di tiga titik di Konawe Utara.
Banjir terus berulang di wilayah ini yang ditengarai akibat semakin kurangnya daya dukung lingkungan. Hal ini terjadi akibat pertambangan nikel serta perkebunan skala besar, khususnya sawit dan gula, yang terus beroperasi di wilayah ini. Pertambangan di daerah hulu yang membuka tutupan hutan dan perkebunan yang berderet di daerah aliran sungai membuat daerah tangkapan air berkurang.
Penelusuran Kompas di Konawe Utara, dari daerah hulu sungai sejumlah sungai di Langgikima hingga muara Sungai Lasolo di Molawe, awal Agustus 2019, menemukan masifnya pembukaan kawasan hutan. Aktivitas pertambangan terus mengupas bukit yang curam, perkebunan sawit yang masif di bukit dan sempadan sungai, juga terus terjadi penebangan pohon yang membuka areal hutan.
Lubang penggalian raksasa tersebar di sejumlah lokasi penambangan. Penambangan ilegal di kawasan hutan juga terus terjadi, tetapi tidak mendapat penindakan dari aparat hukum.