Kapal Cantrang Terlihat Beroperasi, Nelayan Natuna Minta Zona Tangkap Dipertegas
Nelayan di Kabupaten Natuna mengaku sering melihat aktivitas kapal cantrang di perairan yang kurang dari 20 kilometer dari garis pantai saat surut terendah. Mereka meminta pemerintah lebih tegas mengatur zona tangkap.
Oleh
PANDU WIYOGA/KRISTI UTAMI
·4 menit baca
BATAM, KOMPAS — Nelayan di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, mulai kerap melihat kapal cantrang beroperasi di perairan yang kurang dari 20 kilometer dari garis pantai saat surut terendah. Mereka meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan lebih tegas mengatur zona tangkap.
Pengurus Aliansi Nelayan Natuna Suherman, Jumat (17/7/2020), mengatakan, sekitar seminggu lalu nelayan di Pulau Subi melaporkan sejumlah kapal cantrang berbendera Indonesia beroperasi di wilayah tangkap nelayan tradisional setempat. Mereka khawatir hal ini akan membuat tangkapan nelayan setempat berkurang dan bisa memicu konflik antarnelayan.
Ketegangan nelayan tradisional di Natuna muncul akibat kehadiran kapal cantrang berawal dari keputusan Kementerian Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan yang mendatangkan kapal dari pantai utara Jawa untuk mengisi kekosongan di zona ekonomi eksklusif (ZEE) atau Laut Natuna Utara. Saat itu, kehadiran kapal cantrang dari pantura Jawa dinilai pemerintah bisa mencegah penangkapan ilegal oleh kapal asing.
Akan tetapi, rencana mobilisasi nelayan pantura Jawa itu kandas di tengah jalan. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan, 30 kapal cantrang dari pantura Jawa sudah kembali ke daerah asal pada medio April 2020. Hal itu diungkapkan Direktur Pemantauan dan Operasi Armada Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pung Nugroho Saksono saat berkunjung ke Pangkalan PSDKP Batam pada 23 April lalu.
”Itu katanya (mereka), fakta di lapangan masih ada lebih dari 50 (kapal cantrang),” kata Suherman melalui telepon saat dihubungi dari Batam.
Suherman mengatakan, pihaknya belum dapat memastikan asal daerah kapal cantrang berbendera Indonesia yang dilihat nelayan di Pulau Subi tersebut. Namun, untuk mencegah konflik antarnelayan, ia meminta KKP segera bertindak dan lebih tegas mengatur zona tangkap.
Kepala Bidang Pemberdayaan Nelayan Dinas Perikanan Natuna Dedy Damhudy mengatakan, seharusnya kapal cantrang sudah tidak ada di perairan Natuna setelah nelayan pantura Jawa kembali ke daerah asalnya. Namun, besar kemungkinan kapal cantrang yang dilihat nelayan di sekitar Pulau Subi itu adalah kapal pukat mayang atau purse sein dari sekitar Sumatera Utara.
Data Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Kepulauan Anambas, Kepri, menunjukkan, terdapat sekitar 830 kapal purse seine dari berbagai daerah di Laut Natuna, yang juga mencakup wilayah Kepulauan Anambas. Kapal purse seine yang berukuran lebih dari 30 gros ton (GT) ini sering menimbulkan konflik dengan nelayan tradisional di Kepulauan Anambas karena menangkap ikan di perairan yang kurang dari 20 kilometer.
Pembina Kelompok Nelayan Teluk Baruk, Kecamatan Bunguran Timur, Natuna, Mursalim, mengimbau, semua pihak agar menahan diri menanggapi laporan mengenai kapal cantrang itu. Ia menyarankan, pemerintah daerah dan juga kelompok nelayan di Pulau Subi memastikan dulu jenis alat tangkap dan asal daerah kapal yang membuat heboh tersebut.
”Ke depan, zonasi harus diatur dengan tegas, misalnya kapal purse seine dan cantrang hanya boleh beroperasi di perairan ZEE yang tidak dapat dijangkau nelayan tradisional Natuna. Pendaratan dan pelelangan ikan yang ditangkap di Laut Natuna juga seharusnya hanya boleh dilakukan di sini,” ujar Mursalim.
Ketua DPRD Natuna Andes Putra menyatakan, pihaknya sudah mendengar keluhan nelayan mengenai kapal cantrang yang meresahkan di Pulau Subi. Ia juga telah meminta bantuan kepada TNI Angkatan Laut dan Badan Keamanan Laut (Bakamla) untuk memastikan laporan nelayan itu.
Ke depan, zonasi memang harus diatur dengan tegas, misalnya kapal purse seine dan cantrang hanya boleh beroperasi di perairan ZEE yang tidak dapat dijangkau nelayan tradisional Natuna. Pendaratan dan pelelangan ikan yang ditangkap di Laut Natuna juga seharusnya hanya boleh dilakukan di sini.
Nelayan pantura
Nelayan pantura barat Jawa Tengah mengonfirmasi, hingga saat ini belum ada lagi nelayan cantrang yang berangkat ke Natuna. Lebih kurang 30 kapal cantrang yang mengikuti program mobilisasi nelayan sudah kembali ke pantura sejak awal Mei.
”Sementara ini belum ada (nelayan pantura) yang ke sana. Itu perlu dicek lagi kapal dari mana. Kalau pantura, panturanya mana?” ujar Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Tegal Riswanto di Tegal.
Riswanto mengatakan, para nelayan cantrang Kota Tegal belum memiliki rencana melaut di perairan Natuna dalam waktu dekat ini. Nelayan Kota Tegal masih menunggu perubahan aturan terkait izin penggunaan kembali cantrang.
”Nanti, kalau peraturannya sudah keluar, tentu akan ada pembagian wilayah pengelolaan perikanan (WPP) bagi nelayan cantrang. Setelah jelas WPP-nya di mana, kami baru akan berangkat,” kata Riswanto.
Ketua HNSI Kabupaten Batang Teguh Tarmujo juga mengatakan, tidak ada nelayan cantrang dari Batang yang saat ini melaut di Natuna. Nelayan cantrang dari Batang biasanya melaut di perairan Papua.