Pemerintah Kota Ambon akan mengakhiri PSBB dan memulai transisi pada Senin (20/7/2020) pekan depan. PSBB selama empat pekan terakhir mulai membuat banyak warga terbiasa dan bisa beradaptasi. Selebihnya merasa tertekan.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Pemerintah Kota Ambon mengakhiri pembatasan sosial berskala besar pada Minggu (19/7/2020), kemudian dilanjutkan dengan masa transisi pada keesokan harinya, Senin (20/7/2020). Selama masa transisi, sejumlah aktivitas ekonomi mulai dibuka dengan tetap menerapkan protokol Covid-19 secara ketat. Transisi ini diharapkan dapat menjembatani warga menuju tahap adaptasi.
Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy pada Jumat (17/7/2020) menuturkan, salah satu bentuk kelonggaran pada masa transisi adalah beroperasinya toko dan pusat perbelanjaan nonpangan. Saat pelaksanaan PSBB selama empat pekan terakhir, tempat usaha itu ditutup. ”Selain itu, ada beberapa lagi yang sedang dibahas. Besok (Sabtu) akan diputuskan,” katanya.
Richard mengakui banyak pekerja dirumahkan. Mereka yang kehilangan pendapatan selama pandemi salah satunya dari tempat perbelanjaan. Di sini lain, tidak semua kebutuhan keseharian mereka dapat ditalangi oleh pemerintah lewat beragam bantuan. Menurut data yang dihimpun dari Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Maluku, lebih kurang 1.000 orang dirumahkan selama PSBB di Ambon.
”Memang serba dilematis. Pemerintah berusaha menjaga keseimbangan antara sektor kesehatan dan ekonomi. Kali ini aktivitas usaha dilonggarkan, tetapi protokol semakin diperketat. Saya setuju dengan rencana pemerintah pusat memberikan sanksi hukum bagi orang yang tidak mengenakan masker. Untuk hal ini, harus tegas,” ujarnya.
Kali ini aktivitas usaha dilonggarkan, tetapi protokol semakin diperketat. (Richard Louhenapessy)
Sementara itu, aktivitas ekonomi yang masih tetap dibatasi secara ketat adalah pasar tradisional. Waktu operasionalisasi masih sama seperti PSBB, yakni hingga pukul 18.00 WIT. Meski demikian, menurut pantauan Kompas selama PSBB, banyak pedagang dan pengunjung di Pasar Mardika, misalnya, mengabaikan protokol kesehatan. Mereka tidak menjaga jarak dan tidak mengenakan masker secara sempurna.
Sementara itu, angkutan kota masih tetap dibatasi. Setiap hari, di tiap-tiap jalur hanya boleh beroperasi separuh dari jumlah armada. Jumlah penumpang juga dibatasi paling banyak 50 persen dari kapasitas tempat duduk. Namun, menurut temuan Kompas di beberapa jalur, para sopir mengangkut penumpang hingga penuh. Jalur dimaksud tidak dijaga aparat.
Richard mengklaim PSBB menekan laju penularan dari belasan angka per hari menjadi satu digit. Angka kesembuhan pun naik. Hingga hari ke-25 PSBB, jumlah kasus Covid-19 di Ambon sebanyak 639 orang dari sebelumnya 422 kasus. Artinya, rata-rata laju peningkatan kasus dalam satu hari sebesar 8,3. Adapun angka kesembuhan pasien sebelum PSBB sebanyak 118 orang atau 27,9 persen, sedangkan pada hari ke-26 sebanyak 420 orang atau 65,7 persen.
Mulai terbiasa
Sejumlah warga yang ditemui mengatakan semakin terbiasa dengan pembatasan yang dilakukan pemerintah. ”Dulu setiap hari saya sarapan pagi di rumah kopi. Setelah rumah kopi hanya boleh menerima order, saya minum kopi di rumah sendiri. Awalnya agak sulit, tetapi sekarang mulai terbiasa,” ujar Niko Ngeljaratan (56), warga Ambon.
Di Ambon, rumah kopi menjadi ruang publik yang paling banyak didatangi setelah pasar tradisional, rumah ibadah, dan pusat perbelanjaan modern. Di rumah kopi, warga berkumpul dan bercerita dari hal remeh-temeh hingga serius. Saat asyik bercerita, mereka cenderung mengabaikan protokol kesehatan. Di pusat kota terdapat hampir 100 rumah kopi.
Taufiq (31), sopir angkutan kota jalur Kayu Putih, meminta pemerintah mengizinkan semua angkutan beroperasi. Pemasukan selama hari operasi pun tidak lebih dari Rp 100.000. Pemasukan itu kurang dari separuh yang biasanya sebelum pandemi.
”Bantuan yang diberikan pemerintah jauh dari kebutuhan makan kami. Belum lagi kami bayar kos dan kebutuhan lain. Tekor. Sudah beberapa bulan ini saya tidak bayar kos,” katanya. Ia berjanji tidak akan mengangkut penumpang melebihi 50 persen dari kapasitas tempat duduk.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Provinsi Maluku Benediktus Sarkol berharap aspirasi masyarakat dapat dipertimbangkan oleh Pemerintah Kota Ambon. Pengabaian terhadap sisi ekonomi dapat menimbulkan efek sosial. ”Sejauh ini belum terlalu tampak masalah sosial dan keamanan yang timbul. Kalau terus tertekan, orang bisa mengamuk. Oleh karena itu, jaring pengaman sosial dipastikan harus tepat sasaran,” katanya.