Simulasi Bencana Erupsi Perlu Diperbarui Sesuai Protokol Kesehatan
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menemukan kecemasan sudah mulai muncul dari sebagian warga Kabupaten Boyolali. Beberapa warga ragu mengungsi ke tempat lain di luar kota/kabupaten karena khawatir akan tertul
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Simulasi evakuasi dan pengungsian terkait bencana erupsi Gunung Merapi perlu kembali digiatkan dengan sejumlah pembaruan mengacu pada protokol kesehatan. Dengan upaya ini, warga di lereng gunung pun dapat terlatih menyelamatkan diri dari bahaya erupsi sekaligus mengamankan kesehatan masing-masing dari serangan virus SARS-CoV-2.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan, dengan mempertimbangkan situasi pandemi, simulasi harus dilakukan dengan batasan-batasan tertentu. ”Meniru apa yang pernah dilakukan di Jepang, di pengungsian harus diterapkan aturan ketat, di mana pengungsi dibagi dalam kelompok-kelompok keluarga dan antara keluarga pengungsi harus ada batas satu sama lain, seperti diberi pembatas berupa kardus,” ujarnya saat ditemui dalam kunjungannya ke Kantor Pemerintah Kota Magelang, Jawa Tengah, Kamis (16/7/2020).
Tidak hanya menerapkan aturan, lanjut Ganjar, sosialisasi cara evakuasi yang aman dan memperhatikan protokol kesehatan juga harus disosialisasikan secara intensif kepada warga. Pasalnya, tanpa penyampaian batasan dan aturan secara benar, warga jadi cemas dan khawatir untuk mengungsi.
Saat berkunjung ke sejumlah daerah di lereng Gunung Merapi beberapa waktu lalu, dirinya menemukan kecemasan sudah mulai muncul dari sebagian warga Kabupaten Boyolali. Beberapa warga ragu mengungsi ke tempat lain di luar kota/kabupaten karena khawatir akan tertular Covid-19.
Saat berkunjung ke sejumlah daerah di lereng Gunung Merapi beberapa waktu lalu, dirinya menemukan kecemasan sudah mulai muncul dari sebagian warga Kabupaten Boyolali. Beberapa warga ragu mengungsi ke tempat lain di luar kota/kabupaten karena khawatir akan tertular Covid-19.
”Sejumlah warga mengatakan enggan ke luar daerah karena di wilayah yang biasa dituju sebagai tempat mengungsi kini diketahui memiliki banyak kasus Covid-19, sementara desanya sendiri masih nihil kasus Covid-19,” ujarnya.
Sebagian warga di Kabupaten Boyolali selama ini sudah terbiasa mengungsi ke Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang. Pengungsian antardesa antarwilayah ini merupakan bagian dari sistem penanganan bencana erupsi Kabupaten Magelang yang memakai konsep sister village atau desa bersaudara. Dalam sister village itu, setiap desa yang berisiko tinggi terdampak erupsi atau yang termasuk dalam kawasan rawan bencana (KRB) III memiliki ”pasangan” desa lain yang berada di lokasi aman sebagai tempat tujuan mengungsi.
Sejak Januari hingga 21 Juni 2020, Gunung Merapi telah 10 kali erupsi.
Mengacu pada saran dari Badan Geologi dan melihat perkembangan aktivitas Gunung Merapi saat ini, Ganjar mengatakan, saat ini simulasi bencana erupsi perlu digiatkan kembali. Sejak Januari hingga 21 Juni 2020, Gunung Merapi telah 10 kali erupsi.
Namun, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Magelang Edy Susanto mengatakan, simulasi belum diperlukan karena saat ini status Gunung Merapi masih berada pada level II atau berstatus Waspada. Pada level ini, menurut dia, segenap warga diminta untuk tetap tenang dan waspada terhadap pada segala perkembangan terkait aktivitas vulkanik Gunung Merapi.
”Berdasarkan masukan dari desa, simulasi pada kondisi sekarang justru bisa mengganggu kondisi kesiapsigaan warga terhadap aktivitas vulkanik Merapi,” ujarnya.
Ismail, Kepala Desa Krinjing, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, mengatakan, saat ini pihaknya masih terus memfokuskan diri pada pengawasan dan pemantauan kondisi Gunung Merapi. Upaya pemantauan dilakukan dengan mengintensifkan kegiatan ronda, yang setiap hari dilakukan dengan melibatkan puluhan warga.
Kegiatan ronda untuk pengamatan gunung ini mulai rutin dilakukan setiap hari setelah Gunung Merapi erupsi pada 21 Juni 2020, yang akhirnya menimbulkan dampak hujan abu yang dirasakan terjadi hingga ke Kabupaten Purworejo.