Ekspor Kelapa dari Karimun Meningkat Selama Pandemi
Di tengah pandemi Covid-19, ekspor bungkil dan air kelapa dari Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau, justru meningkat 8 persen pada semester I-2020 dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Ekspor bungkil dan air kelapa dari Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau, meningkat 8 persen pada semester I-2020 dibanding periode sama setahun lalu. Selama pandemi ini Balai Karantina Pertanian serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bekerja sama mempermudah perizinan untuk menggenjot ekspor.
Kepala Stasiun Karantina Pertanian Kelas II Tanjung Balai Karimun Willy Yunan, Kamis (16/7/2020), mengatakan, hingga Juni 2020, nilai ekspor komoditas pertanian di kabupaten tersebut mencapai Rp 33 miliar. Sebagian besar, Rp 20,9 miliar, berasal dari produk olahan kelapa. Adapun ragam komoditas lain yang ikut menyumbang devisa ekspor adalah olahan kayu, alpukat, petai, madu, dan sarang burung walet.
Terakhir, pada 15 Juli 2020, 35 ton bungkil dan 5 ton air kelapa senilai Rp 446,5 juta diekspor ke Malaysia. Sepanjang 2020, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kepri mencatat 40 kali ekspor bungkil dan air kelapa dari Karimun dengan berat mencapai 2.807 ton. Jumlah itu meningkat 8 persen dibanding periode sama setahun sebelumnya.
Hal ini menjadi pelipur lara bagi warga di Karimun yang sejak pertengahan Maret 2020 mengalami kesulitan ekonomi. Sektor pariwisata dan industri manufaktur yang menjadi tulang punggung ekonomi kabupaten ini selama empat bulan belakangan babak belur akibat pembatasan mobilitas selama pandemi Covid-19.
Dalam pernyataan tertulis, Kepala Badan Karantina Kementerian Pertanian Ali Jamil mengatakan, keberhasilan kinerja ekspor komoditas pertanian tidak hanya dinilai dari segi peningkatan nilai. Namun, yang lebih penting adalah peningkatan jumlah eksportir, volume ekspor, dan keragaman jenis komoditas yang diperdagangkan.
Menurut Ali, Kabupaten Karimun dengan bentuk wilayah kepulauan tidak bisa terus bergantung pada perluasan lahan untuk mengembangkan pertanian warga. Pemerintah setempat harus ikut memfasilitasi warga agar mulai mengembangkan komoditas strategis di lahan sempit, misalnya sarang burung walet, madu, dan cacing nipah.
Ali juga mengimbau tentang pentingnya percepatan layanan karantina di daerah untuk mendukung tercapainya target peningkatan ekspor produk pertanian hingga tiga kali lipat pada 2024. ”Tidak cukup hanya cepat, tetapi juga harus bisa memastikan komoditas yang akan diekspor sudah memenuhi persyaratan sehingga dapat diterima di negara tujuan,” ujarnya.
Tidak cukup hanya cepat, tetapi juga harus bisa memastikan komoditas yang akan diekspor sudah memenuhi persyaratan sehingga dapat diterima di negara tujuan.
Kepala Kantor Wilayah DJBC Khusus Kepri Agus Yulianto mengatakan, kerja sama percepatan perizinan ekspor itu telah beberapa kali dibahas dalam rapat bersama Balai Karantina Pertanian serta Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan di provinsi tersebut. Salah satu masalah yang baru saja diatasi adalah perizinan ekspor ke China yang sebelumnya harus diurus di Jakarta.
Sebelumnya, pengurusan izin ekspor dalam jumlah besar, terutama komoditas ikan, dari Kepri ke China harus diurus di Tanjung Priok, Jakarta Utara, karena kapal pengangkutnya hanya bisa merapat di pelabuhan itu. ”Saat ini, kapal besar memang belum bisa masuk ke Kepri, tetapi perizinannya sudah bisa diurus semua di sini agar mempercepat proses ekspor,” kata Agus.
Ia berharap kemudahan perizinan itu bisa menjadi salah satu solusi untuk menggenjot kinerja ekspor komoditas pertanian di tengah lesunya sektor lain akibat pandemi Covid-19. ”Pandemi tidak sepenuhnya buruk karena pada masa sulit ini nyatanya justru muncul sejumlah terobosan kebijakan yang berhasil mendorong kinerja ekspor,” ucapnya.