Diduga Dibekingi Aparat, Penambangan Ilegal di Blok Matarape Terus Berlangsung
Kawasan hutan di Blok Matarape, Konawe Utara, Sultra, terus dibuka untuk penambangan nikel ilegal. Sejumlah oknum aparat diduga terlibat dalam penambangan ilegal yang membuka kawasan lebih dari 100 hektar ini.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Penambangan ilegal di dalam kawasan hutan di Blok Matarape, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, terus berlangsung meski telah mendapat penindakan sebelumnya. Sejumlah oknum aparat diduga terlibat dalam penambangan ilegal ini. Selain kerugian negara, dampak kerusakan lingkungan terus terjadi, dan masyarakat luas merasakan dampaknya.
”Sejak kami turun ke lapangan akhir Juni lalu, sampai sekarang ini aktivitas penambangan ilegal masih terus berlangsung. Sempat ada mobilisasi alat keluar dari lokasi, tetapi info dari warga, mereka masuk lagi dengan peralatan yang lebih banyak,” ucap Saharuddin, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sultra, di Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis (16/7/2020).
Sejauh ini, tutur Saharuddin, tidak ada upaya penghentian proses penambangan ilegal di kawasan tersebut. Penambangan dilakukan dengan terbuka, dengan mobilisasi puluhan alat berat, dan ratusan kendaraan. Proses penambangan di kawasan Langgikima, Konawe Utara, telah membuka lebih dari 100 hektar kawasan hutan.
Sejak kami turun ke lapangan akhir Juni lalu, sampai sekarang ini aktivitas penambangan ilegal masih terus berlangsung. (Saharuddin)
Penambangan nikel ilegal yang dilakukan, lanjut Saharuddin, diduga kuat melibatkan oknum aparat kepolisian. Oknum tersebut berperan sebagai beking dan penghubung beberapa pihak yang melakukan penambangan, baik pemilik alat, pemilik modal, maupun sejumlah nama petinggi. Dari hasil investigasi, penambangan nikel ilegal telah berhasil mengapalkan ore nikel sebanyak lima kali.
”Kemarin bahkan saya sempat ketemu salah satu oknum dan ditawari untuk menambang di blok tersebut. Ini, kan, sudah kelewatan. Apalagi sekarang dibiarkan saja begini, tidak ada penindakan. Tidak hanya aparat, Dinas ESDM Sultra, Dinas Lingkungan Hidup Sultra, dan beragam instansi lainnya patut diduga ikut terlibat karena tidak adanya penindakan,” katanya.
Data oknum dan pelaku penambangan ilegal, tutur Saharuddin, saat ini telah berada di Satuan Tugas Saber Pungli yang sebelumnya juga telah turun ke lokasi penambangan bersama Walhi. Ia berharap pihak kepolisian menindak oknum aparat yang diduga terlibat serta segera mengambil langkah penindakan terhadap pelaku penambangan ilegal di kawasan tersebut.
”Dampak banjir sekarang yang terjadi di Konawe Utara karena kawasan hutannya habis menjadi pertambangan, salah satunya di Blok Matarape ini. Bisa dipastikan, ketika hujan sebentar, daerah tersebut kembali terus akan diterjang banjir. Dan, masyarakat menjadi korban,” ujar Saharuddin.
Banjir memang telah melanda enam kecamatan di Konawe Utara sepekan terakhir. Banjir yang berulang ini membuat ribuan warga mengungsi dan ratusan hektar areal persawahan terendam air. Banjir juga membuat tiga titik di jalan Trans-Sulawesi terputus dan belum bisa dilalui. Kendaraan harus memakai rakit untuk melintas di jalur yang menghubungkan Sultra dan Morowali, Sulawesi Tengah, tersebut.
Kabid Humas Polda Sultra Komisaris Besar Ferry Walintukan menuturkan, jika memang ada dugaan oknum terlibat, segera saja dilaporkan. Penindakan bisa dilakukan jika ada laporan dan bukan hanya informasi.
”Kalau untuk penindakan tambang ilegalnya, itu wilayah Direktorat Kriminal Khusus. Saya belum mendapatkan keterangan dari beliau,” ucapnya.
Wilayah Blok Matarape memiliki luas 1.681 hektar yang terletak di Langgikima, Konawe Utara. Wilayah ini merupakan lokasi bekas wilayah PT Vale Indonesia yang diciutkan. Pada 2018 PT Antam memenangi lelang blok ini di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Meski belum menetapkan siapa pemegang izin, lebih dari 100 hektar kawasan hutan di wilayah tersebut sudah dibuka. Ribuan pohon hutan telah hilang dengan dataran yang terbuka. Bukit-bukit terbuka dan sejumlah lubang bekas galian terlihat jelas. Alat berat bebas berlalu lalang
Sebelumnya, Kepala Bidang Tata Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Sultra Aminoto Kamaluddin menjabarkan, pemegang izin Blok Matarape memang belum jelas hingga saat ini. Setelah dilelang dua tahun lalu, statusnya masih menggantung dan belum ada keterangan lanjutan.
Meskipun telah memegang izin, menurut Aminoto, pemegang izin tersebut pun harus melalui persyaratan berjenjang, mulai dari memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH), analisis mengenai dampak lingkungan, izin eksplorasi dan produksi, serta berbagai persyaratan administrasi lainnya.
”Setahu kami sampai sekarang belum ada yang memegang izin tersebut. Jadi, kalau ada yang menambang, sudah pasti ilegal. Tetapi, sampai sekarang belum ada laporan dari Dinas Lingkungan Hidup Konawe Utara terkait adanya aktivitas ilegal di lokasi tersebut,” ucapnya.
Pengawasan lapangan oleh DLH Sultra, tambah Aminoto, belum bisa dilakukan jika tanpa laporan dari daerah. ”Selain sumber daya terbatas, harus ada laporan dulu dari wilayah karena kewenangan pengawasan itu ada di mereka. Sampai sekarang belum ada laporan terkait lokasi tersebut,” katanya.