Harga Pangan Picu Peningkatan Kemiskinan di Lampung
Badan Pusat Statistik Lampung mencatat, jumlah penduduk miskin di Provinsi Lampung berkurang 7.840 jiwa karena meningkatnya harga pangan. Di tengah pandemi Covid-19, pemerintah harus mampu menggenjot perekonomian.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Badan Pusat Statistik Lampung mencatat, jumlah penduduk miskin di Provinsi Lampung bertambah 7.840 jiwa karena meningkatnya harga pangan. Di tengah pandemi Covid-19, pemerintah harus mampu menggenjot perekonomian dan menjaga stabilitas harga pangan untuk mencegah lonjakan jumlah penduduk miskin.
Hal itu terungkap dalam paparan hasil survei tingkat kemiskinan per Maret 2020 yang dirilis BPS Lampung di Bandar Lampung, Rabu (15/7/2020). Kepala BPS Lampung Faizal Anwar mengatakan, berdasarkan survei itu, jumlah penduduk miskin di Lampung 1.049.320 jiwa atau 12,34 persen dari total penduduk. Jumlah itu meningkat 0,04 persen dibandingkan dengan survei terakhir pada September 2019 yang mencapai 1.041.480 jiwa. Persentase penduduk miskin Lampung di atas rata-rata nasional yang mencapai 10,08 persen.
Dari jumlah itu, penduduk miskin yang berada di wilayah perdesaan masih mendominasi, yakni 812.220 orang. Sementara jumlah penduduk miskin di wilayah perkotaan 237.100 orang.
Faizal menjelaskan, meningkatnya harga bahan pangan menjadi faktor utama yang memicu bertambahnya jumlah penduduk miskin di Lampung. Harga bahan pokok, terutama beras, cabai merah, dan bawang merah, memang sempat mengalami kenaikan tahun ini. Dua komoditas itu juga tercatat menjadi komoditas penyumbang inflasi. ”Sumbangan makanan terhadap garis kemiskinan pada Maret 2020 tercatat 75,41 persen,” kata Faizal.
Selama September 2019-Maret 2020, garis kemiskinan (GKM) di Lampung naik dari Rp 434.675 per bulan menjadi Rp 453.733 per orang per bulan. Garis kemiskinan tersebut naik 4,38 persen. GKM adalah nilai pengeluaran kebutuhan minuman dan makanan per orang per hari yang setara dengan 2.100 kalori.
Kepala Bidang Statistik Sosial BPS Lampung Mas’ud Rifai menjelaskan, survei penduduk miskin yang dilakukan pada Maret 2020 belum dapat memotret secara langsung dampak pandemi Covid-19 terhadap tingkat kemiskinan. Pasalnya, gelombang penutupan hotel, toko, dan tempat wisata di Lampung baru terjadi pada awal April 2020.
Pemerintah daerah harus mampu menggenjot perekonomian dan menjaga stabilitas harga bahan pangan di tengah pandemi Covid-19.
Ke depan, pemerintah daerah harus mampu menggenjot perekonomian dan menjaga stabilitas harga bahan pangan di tengah pandemi Covid-19. Hal itu penting untuk mencegah semakin bertambahnya jumlah penduduk miskin di Lampung.
Sebagai daerah yang bertumpu pada sektor pertanian, pemerintah daerah harus memastikan agar produk pertanian yang dihasilkan oleh petani bisa terserap pasar secara optimal. Dengan begitu, petani bisa mendapat penghasilan secara kontinyu dan daya belinya terjaga.
Selain itu, pemerintah juga diharapkan terus menyalurkan bantuan bagi warga terdampak Covid-19. Bantuan hidup itu penting untuk menjaga daya beli masyarakat selama pandemi Covid-19.
Ketua Komisi V DPRD Lampung Yanuar Irawan menuturkan, pihaknya mendorong agar pemerintah memfokuskan anggaran daerah untuk program yang berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat. Program ini juga harus dipastikan tepat sasaran menjangkau masyarakat yang terdampak Covid-19.
Selain itu, pemerintah juga harus mendorong program yang bersifat pemberdayaan masyarakat dan menyentuh sektor UMKM. Dengan begitu, perekonomian di daerah diharapkan tetap berjalan di tengah kondisi pandemi Covid-19.
Di sisi lain, Tim Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Lampung juga harus terus melakukan pengkajian terhadap perkembangan kasus Covid-19. Hal itu penting agar pemerintah dapat mengambil kebijakan yang tepat untuk masyarakat.