Sekitar 25 persen hewan kurban yang dijual di Palembang tidak standar karena usianya masih terlalu muda. Minat warga tinggi karena harganya lebih murah dan kebanyakan pembeli tidak menanyakan umur hewan.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG,KOMPAS — Sekitar 25 persen dari total hewan kurban yang dijual di Palembang, Sumatera Selatan, tidak standar karena usianya masih terlalu muda. Namun, minat masyarakat membeli hewan kurban muda tinggi karena harganya jauh lebih murah dibanding hewan yang lebih tua.
Ketua Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PHDI) Sumatera Selatan Jafrizal, Rabu (15/7/2020), mengatakan, sama seperti tahun-tahun sebelumnya, pihaknya masih menemukan hewan kurban yang dijual sebelum waktunya. ”Standarnya hewan kurban yang layak disembelih berusia sekitar dua tahun ke atas untuk sapi dan di atas satu tahun untuk kambing,” ucapnya. Namun, kenyataannya, masih banyak kambing atau sapi yang dijual di bawah usia tersebut.
Untuk mengetahui apakah sapi atau kambing itu sudah pantas untuk disembelih, lanjut Jafrizal, dapat dilihat dari bentuk giginya. Jika hewan tersebut sudah mengalami masa ” ganti gigi”, bisa disembelih. Jika belum, sebaiknya jangan dulu.
Walau demikian, sejak melakukan pemeriksaan pada Juni 2020, ujar Jafrizal, masih ada saja pedagang yang menjual hewan kurban yang usianya sangat muda. Yang paling banyak dijual adalah kambing muda dengan alasan kambing itu bukan untuk kurban, melainkan untuk akikah. ”Padahal, baik akikah maupun kurban, sama saja, selama hewan itu belum pantas disembelih, ya, jangan disembelih,” ucapnya.
Setiap musim kurban, di Palembang ada sekitar 6.600 sapi yang terjual, adapun untuk kambing ada sekitar 7.100 ekor. Dari jumlah itu, sekitar 10 persen sapi dan 25 persen kambing yang dijual masih berusia muda.
Memang, lanjut Jafrizal, penyembelihan hewan kurban muda, tidak berpengaruh signifikan pada kesehatan manusia. Namun, pada usia tersebut, kambing dan sapi masih dalam usia pertumbuhan belum masuk dalam fase perkembangan otot.
Adapun untuk penyakit, untuk saat ini belum ditemukan kasus penyakit yang menimpa hewan kurban di Palembang. ”Hanya saja, kita perlu waspada dengan sejumlah ancaman penyakit yang sudah mendera beberapa daerah,” ucapnya. Ia memberi contoh penyakit antraks sudah terjadi di Gorontalo dan sejumlah tempat di Jawa. Selain itu cacing pita (Taenia Saginata) dan cacing hati (Fasciolosis) pada hewan.
Pedagang hewan kurban di Palembang, Julkafi Teman Gumay, mengakui masih adanya pedagang yang menjual hewan kurban di bawah umur. ”Hal itu karena masih ada pasarnya,” ucap Julkafi. Kebanyakan pembelinya adalah warga yang membeli hewan kurban dengan sistem arisan.
Kebanyakan konsumen tidak menanyakan usia hewan. Mereka lebih tertarik membeli hewan kurban dari harga dan bobot hewan. ”Selama harganya masih murah dan badannya kelihatan besar, ya, pasti banyak yang memesan,” ucapnya.
Untuk standar harga hewan kurban Rp 2,5 juta-Rp 7 juta untuk kambing dan Rp 16,1 juta-Rp 30 juta untuk sapi. Adapun untuk sapi dan kambing yang berusia masih sangat muda harganya di bawah kisaran tersebut.
Pria yang sudah berjualan hewan kurban sejak 2004 ini mengatakan, sejak mulai berjualan hingga saat ini, dirinya tidak berani menjual hewan kurban yang terlalu muda karena tidak sesuai dengan ajaran agama.
Penjualan hewan kurban di tahun ini merosot tajam hingga lebih dari 50 persen.
Menurut dia, dalam kondisi pandemi Covid-19 seperti sekarang, besar kemungkinan masih banyak pedagang yang menjual hewan tidak standar. Hal itu karena penjualan hewan kurban di tahun ini merosot tajam hingga lebih dari 50 persen. ”Saya saja hingga hari ini baru menjual 10 kambing dan sapi. Padahal, di masa yang sama tahun lalu, saya bisa menjual 36 sapi dan 47 kambing,” katanya.
Julkafi menerangkan, memang kebanyakan pedagang hewan kurban di Palembang hanya melakukan pembesaran dan penggemukan hewan kurban. Kebanyakan pedagang mengambil sapi dan kambing dari Lampung saat berusia 1 tahun 6 bulan kemudian digemukkan hingga masa Idul Adha tiba.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Palembang Sayuti menerangkan, masih banyaknya hewan kurban yang tidak standar disebabkan masih ada pedagang yang belum mengantongi izin surat keterangan kesehatan hewan (SKKH) yang dikeluarkan pejabat otoritas veteriner Kota Palembang. Hal itu terjadi karena ada pedagang yang menjual daging kurban secara dadakan (pedagang musiman).
Sayuti mengungkapkan, di tahun lalu saja ada sekitar 206 pedagang hewan kurban di Palembang. Dari jumlah tersebut, hanya 69 pedagang yang terdata dan memiliki SKKH, sedangkan sisanya tidak terdata karena mereka adalah pedagang musiman.