Banjir Rendam Kabupaten Melawi dan Sintang, Ribuan Orang Terdampak
Banjir yang terjadi sejak akhir pekan lalu masih melanda sejumlah wilayah Kabupaten Melawi dan Sintang, Kalimantan Barat. Banjir di Melawi merendam ribuan rumah dan kerugian miliaran rupiah.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·4 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Banjir sejak akhir pekan lalu masih melanda sejumlah wilayah di Kabupaten Melawi dan Sintang, Kalimantan Barat, sekitar 300 kilometer dari Pontianak. Banjir, terutama di Melawi, merendam ribuan rumah dengan kerugian ditaksir miliaran rupiah.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Melawi Syafarudin, Selasa (14/7/2020), menuturkan, setidaknya ada sembilan kecamatan yang banjir. Jumlah rumah yang terendam di sembilan kecamatan itu 14.790 rumah atau 12.652 keluarga.
Selain itu, 193 fasilitas umum terdampak banjir luapan Sungai Melawi dan Pinoh. Total kerugian yang ditimbulkan akibat banjir di beberapa wilayah sejuh ini sekitar Rp 1,9 miliar. ”Ketinggian banjir hari ini masih berkisar 1-2 meter,” ujar Syafarudin.
Debora Meti Taggu (24), warga Melawi, menuturkan, Nanga Pinoh, ibu kota Melawi, masih direndam banjir. Bahkan, pusat kota masih direndam banjir. ”Warga di tepi Sungai Melawi masih mengungsi ke tempat kerabat,” ujarnya.
Jika ingin bepergian, warga menggunakan sampan atau perahu cepat karena pusat kota tergenang. Ada juga warga yang menggunakan ban karet. Secara umum, ketinggian banjir di Melawi masih stabil.
Sejumlah wilayah di Kabupaten Sintang juga masih banjir. Banjir di Sintang kini beralih ke daerah hilir, salah satunya di Kecamatan Kayan Hilir akibat meluapnya Sungai Kayan. Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Sintang Sugianto menuturkan, data sementara Selasa sore, 2.806 keluarga di Kayan Hilir terdampak. Jumlah warga yang mengungsi belum ada laporan hingga Selasa sore.
”Banjir di Kayan Hilir berkisar 1-2 meter. Distribusi kebutuhan pokok sudah dilakukan. Kami juga mendapat bantuan 10 ton beras dan ada juga makanan siap saji dari Pemerintah Provinsi Kalbar yang akan segera didistribusikan,” ujarnya.
Wilayah bagian hilir, misalnya Dedai, Sintang, Sepauk, Ketungau Hilir dan Binjai, saat ini sedang mewaspadai kiriman banjir dari perhuluan. Masyarakat diimbau mewaspadai kemungkinan banjir kiriman dari hulu.
Wilayah Kabupaten Sintang dilanda banjir sejak akhir pekan lalu. Banjir sebelumnya melanda wilayah hulu, yakni Serawai, Ambalau, dan Kayan Hulu. Banjir di Kayan Hulu beberapa hari lalu setinggi 3-7 meter. Namun, banjir di wilayah-wilayah tersebut sudah surut.
Banjir di Kayan Hulu yang terjadi beberapa hari lalu, ada 4.007 keluarga terdampak. Sebanyak 61 rumah hanyut terbawa arus banjir dan dua jembatan gantung putus. Banjir di Kayan Hulu karena sudah surut signifikan, maka sedang dalam proses pemulihan.
Untuk pemulihan bangunan yang rusak di Kayan Hulu akan dikoordinasikan dengan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Keluarga yang rumahnya rusak sementara waktu mengungsi di rumah kerabatnya.
Sementara itu, banjir setinggi 1,5-2 meter yang beberapa hari lalu melanda Kecamatan Jelai Hulu, Kebupaten Ketapang, pada Selasa sudah surut signifikan. Mando (30), warga Jelai Hulu, menuturkan, jalan utama di kota Riam, ibu kota Jelai Hulu, sudah bisa dilintasi. Pemilik toko di pasar juga sedang membersihkan toko pada Selasa siang.
Degradasi lingkungan
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalbar Nikodemus Ale menuturkan, daya dukung dan daya tampung lingkungan di wilayah-wilayah tersebut sudah tidak memadai. Saat daya dukung lingkungan menurun, maka ketika musim hujan terjadi banjir yang meluap ke permukiman warga.
Daya dukung dan daya tampung lingkungan menurun karena aktivitas industri ekstraktif yang marak. Hal itu berdampak pada bencana ekologis saat ini. Catatan Kompas, luas Kalbar 14,7 juta hektar. Sebanyak 11,7 juta hektar terbebani berbagai izin: sawit 4,5 juta hektar, tambang 2,7 juta hektar, hak penguasaan hutan 1,3 juta hektar, dan hutan tanaman industri 3,2 juta hektar. Wilayah kelola masyarakat hanya tersisa 3 juta hektar.
Hal itu diperparah kondisi sungai yang kritis. Di beberapa kawasan penyangga sungai rusak. Sungai semakin dangkal karena akivitas yang tidak arif. Aktivitas pertambangan emas tanpa izin (peti) marak. Peti bahkan berada di badan sungai.
Catatan Kompas, kondisi daerah aliran sungai (DAS) di Kalbar memprihatinkan. DAS di Kalbar, termasuk Kapuas, sudah kritis. Data dari Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung Kapuas, dari sekitar 14 juta hektar luas DAS di Kalbar, sekitar 1 juta hektar sudah kritis. Sebagian besar yang kritis di DAS Kapuas.
Namun, berdasarkan data Walhi Kalbar, DAS Kapuas dan sub-DAS Kapuas saja luasnya sekitar 10 juta hektar. Dari luasan itu, DAS Kapuas dan sub-DAS Kapuas yang sudah kritis sebetulnya mencapai 70 persen.
Pemerintah selama ini mengesampingkan isu lingkungan. Kabupaten Melawi, Sintang, dan Ketapang akan menggelar pilkada tahun ini. Pemimpin wilayah itu ke depan diharapkan memiliki perspektif lingkungan dan menjadikan isu lingkungan menjadi isu strategis. Bencana yang terjadi saat ini merupakan momentum daerah-daerah tersebut untuk berbenah.