Pendapatan Negara Berkurang Rp 1,6 Miliar Selama Gunung Ijen Ditutup
Penutupan pendakian Gunung Ijen tak hanya membuat pariwisata Banyuwangi meredup. Negara juga kehilangan pemasukan hingga Rp 1,6 miliar hanya dari pemasukan negara bukan pajak retribusi Taman Wisata Alam Kawah Ijen.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·3 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Penutupan pendakian Gunung Ijen tak hanya membuat pariwisata Banyuwangi meredup. Negara juga kehilangan pemasukan hingga Rp 1,6 miliar hanya dari pemasukan negara bukan pajak retribusi Taman Wisata Alam Kawah Ijen.
Pendakian di Taman Wisata Alam Kawah Ijen ditutup selama empat bulan sejak Maret. Baru pada Sabtu (11/7/2020) destinasi wisata yang menjadi unggulan Banyuwangi tersebut kembali dibuka.
Hal tersebut disampaikan Kepala Konservasi Wilayah III Jember Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur Setyo Utomo di Banyuwangi, Senin (13/7/2020). ”Pemasukan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari TWA Kawah Ijen bisa mencapai Rp 4 miliar hingga Rp 5 miliar dalam setahun. Itu artinya dalam sebulan PNBP berkisar Rp 300 juta hingga Rp 400 juta,” ujarnya.
Bila pendakian ditutup selama empat bulan, selama itu pula tidak ada PNBP yang masuk ke kas negara. Itu artinya ada potensi kehilangan pemasukan negara sebesar Rp 1,2 miliar hingga Rp 1,6 miliar akibat penutupan pendakian Taman Wisata Alam Kawah Ijen.
Setyo menuturkan, Taman Wisata Alam Kawah Ijen memiliki daya dukung 450 orang. Sebelum pandemi, kunjungan per hari bisa mencapai 150 orang hingga 200 orang pada hari biasa. Namun, saat hari libur atau hari besar bisa mencapai lebih dari 1.000 orang.
Pada puncak musim liburan, misalnya saat tahun baru, jumlah kunjungan bisa mencapai 5.000 orang dalam sehari. Kini, setelah dibuka kembali, jumlah kunjungan dibatasi hanya 150 orang per hari.
”Jam pendakian juga kami batasi. Bila sebelumnya pukul 01.00 pendakian sudah dibuka, kini pendakian dibuka pukul 03.00. Aturan ini akan dievaluasi secara berkala. Bisa jadi bulan depan berubah lagi,” tuturnya.
Penutupan pendakian juga berpengaruh bagi para petambang dan pemandu wisata TWA Kawah Ijen. Selama empat bulan, mereka kehilangan pekerjaan.
Para petambang yang biasa mengangkut 150 kilogram belerang per hari dengan harga jual Rp 1.000 hingga 1.250 per kg. Sementara para pemandu wisata biasa mendapat Rp 200.00 hingga Rp 300.000 per rombongan yang ia bawa.
Nafian, salah satu petambang yang juga menjadi pemandu wisata TWA Kawah Ijen, mengaku, penutupan kali ini merupakan yang terlama selama ia menjadi petambang 20 tahun terakhir. Penutupan terakhir terjadi hanya dua bulan saat terjadinya kebakaran hutan dan lahan di sekitar Gunung Ijen, akhir 2019.
”Tahun lalu, saya terpaksa menjual dua ekor kambing saya. Tahun ini, karena penutupan pendakian, saya harus menjual empat ekor kambing saya. Mau bagaimana lagi, tidak ada pemasukan sama sekali,” tuturnya.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi M Yanuarto Bramuda menyebut, potensi kehilangan perputaran uang bisa mencapai Rp 277 miliar. Perhitungan tersebut didapat bila membandingkan jumlah wisatawan pada periode yang sama tahun lalu dan mengalikannya dengan rata-rata uang yang dibelanjakan wisatawan dalam sehari (spending money).
Pada April hingga Juni 2019, terdapat 158.511 wisatawan Nusantara dan 14.431 wisatawan mancanegara yang menginap di Banyuwangi. Adapun rata-rata uang yang dibelanjakan per orang per hari adalah Rp 1,5 juta bagi wisatawan Nusantara dan 2,8 juta bagi wisatawan mancanegara.
”Tahun ini, selama bulan April hingga Juni, sama sekali tidak ada wisatawan yang berkunjung ke Banyuwangi. Anggap saja jumlahnya sama seperti tahun kemarin, berarti ada potensi kehilangan sebesar Rp 277 miliar. Uang itu harusnya beredar di masyarakat, tetapi karena tidak ada wisatawan, uang itu tidak ada,” tutur Bramuda.
Tahun ini, selama bulan April hingga Juni, sama sekali tidak ada wisatawan yang berkunjung ke Banyuwangi.
Pandemi juga membuat persentase target pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Banyuwangi lebih sedikit dibandingkan pada tahun lalu. Kendati demikian, secara nominal, serapan PAD yang didapatkan masih lebih tinggi.
”Sampai akhir Juni 2020, PAD sudah mencapai 40,93 persen dari total target sebesar Rp 595 miliar. Persentase serapan itu lebih kecil dibandingkan dengan tahun lalu yang mencapai 49,09 persen dari total target sebesar Rp 517 miliar,” kata Alif Kartiono.