Jelang peringatan Hari Anak Nasional 2020, publik kembali mendapat kabar duka tentang kejahatan seksual terhadap anak yang terjadi di Kabupaten Lampung Timur, Lampung.
Oleh
VINA OKTAVIA
·4 menit baca
Jelang perayaan Hari Anak Nasional 2020, publik kembali mendapat kabar duka tentang kejahatan seksual terhadap anak yang terjadi di Kabupaten Lampung Timur, Lampung.Kasus yang dialami NV (13) menjadi sorotan karena pelaku kejahatan itu justru oknum petugas pendamping yang seharusnya melindungi korban.
Raut wajah lelah masih tampak di wajah S (51), ayah kandung NV, Selasa (7/7/2020). Hari itu, dia harus menjalani pemeriksaan di Markas Besar Kepolisian Daerah Lampung sebagai pelapor atas kasus dugaan pemerkosaan yang dialami anak sulungnya.
Jika tak ada kasus ini, dia semestinya menemani putrinya mendaftar ke SMP. Namun, sepekan terakhir, dia harus rela bolak-balik menempuh jarak sekitar 80 kilometer dari Lampung Timur ke Bandar Lampung untuk mencari keadilan bagi anaknya. Sementara istrinya sedang bekerja di Malaysia.
Kekerasan seksual yang diduga dilakukan DA, petugas di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Lampung Timur itu membuat hati S hancur. Betapa tidak, selama ini DA dipercaya menjadi pendamping anaknya dalam kasus kekerasan seksual yang dialami NV pada 2019.
Tahun lalu, NV pernah menjadi korban kekerasan seksual oleh L (45), pamannya sendiri. L bahkan memaksa korban meminum pil kontrasepsi agar korban tidak hamil. Kasus itu terungkap setelah korban bercerita pada tetangganya. Atas kasus itu, L divonis 13 tahun penjara. Kasus selesai dan VN yang sebelumnya ditampung di rumah aman Pemprov Lampung di Bandar Lampung telah pulang ke rumah.
Ibarat lepas dari buaya, korban justru masuk ke kandang singa. Kasus justru berulang dan justru dilakukan oleh pendampingnya. Di tangan DA, korban diduga tidak hanya mengalami kekerasan seksual. Pelaku juga diduga pernah meminta korban menjadi pekerja seks.
Selama ini, S tidak menaruh curiga pada pelaku karena kerap memakai baju coklat mirip seragam aparatur sipil negara saat bertemu. Dia mengaku tidak mengetahui perbuatan keji DA jika anaknya tidak bercerita pada keluarga. ”Jelas saya tidak terima karena anak saya tidak dilindungi, malah dilecehkan,” ucap S.
Belum tertangkap
Kendati sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak 8 Juli 2020, aparat Polda Lampung belum dapat menangkap DA. Hingga Jumat (10/7/2020), polisi masih mencari jejak DA yang kabur dari rumahnya.
Kepala Bidang Humas Polda Lampung Komisaris Besar Zahwani Pandra Arsyad menyatakan, aparat masih berupaya mencari keberadaan DA. Petugas telah mengirimkan surat panggilan pada keluarganya. Polisi berharap, pelaku segera menyerahkan diri sebelum masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Dia menerangkan, DA bukan berstatus aparatur sipil negara maupun pekerja kontrak di Pemerintah Kabupaten Lampung Timur. DA merupakan pendamping dari lembaga P2TP2A, lembaga swadaya masyarakat yang bermitra dengan pemerintah.
Kasus kekerasan seksual terhadap anak di Lampung yang menyorot perhatian publik bukan kali ini terjadi. Pada 2016, kekerasan serupa juga diduga dialami Ms (10), anak perempuan di Lampung Timur. Ms ditemukan tewas dengan kondisi mengenaskan pada 17 April 2016, tiga hari sejak hilang, di sebuah gubuk bambu di tengah kebun karet. Ms juga mendapat kekerasan seksual dan dicekik sebelum tewas.
Rumah aman
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Lampung Theresia Sormin menyatakan, korban bersama keluarganya masih menjalani pemulihan di rumah aman milik Pemprov Lampung. Secara fisik, NV dalam kondisi sehat dan bisa berkomunikasi dengan baik. Meski begitu, petugas akan tetap memberikan pendampingan karena diduga mengalami trauma.
Dia mengungkapkan, NV sempat menolak ajakan pemerintah untuk didampingi pemerintah. Pelecehan yang dilakukan DA diduga membuat korban trauma dan takut menjalani pendampingan.
Berdasarkan catatan Dinas PPPA Lampung, sejak Januari 2020 sudah ada sekitar 70 kasus kekerasan seksual terhadap anak yang dilaporkan. Sebagian besar pelaku kekerasan seksual itu justru dilakukan oleh orang dekat korban.
Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Perempuan Damar Lampung Sely Fitriani mengungkapkan, sepanjang 2019, pihaknya menerima laporan kekerasan terhadap perempuan. Berdasarkan data, 60 kasus di antaranya dialami oleh anak perempuan berusia 0-17 tahun. Kondisi ini menunjukkan anak perempuan amat rentan menjadi korban kekerasan seksual dan fisik.
Dia menyakini, masih banyak kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di masyarakat. Sayangnya, masih banyak kasus yang tidak terpantau.
Berbagai faktor yang membuat kasus tertutup, antara lain, minimnya kesadaran dan pengetahuan anak-anak yang menjadi korban. Selain itu, keluarga korban juga enggan melapor karena menganggap hal tersebut sebagai aib. Bahkan, terkadang masyarakat juga enggan melaporkan kasus pemerkosaan anak karena merasa hal tersebut bukan tanggung jawabnya.
Karena itu, upaya menghapus kasus kekerasan seksual masih harus disuarakan dalam peringatan Hari Anak Nasional tahun ini. Terkuaknya kasus ini diharapkan mampu meningkatkan sinergi semua pihak, baik pemerintah, penegak hukum, masyarakat, maupun keluarga dalam melindungi anak. Tanpa langkah nyata, publik akan kembali mendengar kabar duka tentang anak-anak Indonesia yang menjadi korban kekerasan.