Angkut Penumpang, Kapal Nelayan Kasih 25 Langgar Aturan
KM Kasih 25 yang tenggelam di Selat Pukuafu, NTT, Minggu (5/7/2020), berizin kapal nelayan, tetapi mengangkut penumpang.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Pemilik KM Kasih 25 harus menghadapi proses hukum karena dinilai lalai mengangkut penumpang. Padahal, izin kapal itu adalah kapal nelayan.
Kapal itu tenggelam di selat Pukuafu, antara Kupang dan Rote Ndao, Minggu (5/7/2020). Dari 29 orang, empat meninggal serta enam orang hilang sampai hari ini. Pencarian enam korban KM Kasih 25 resmi dihentikan, Sabtu (11/7/2020), setelah tujuh hari pencarian berlangsung.
Kepala Dinas Perhubungan Nusa Tenggara Timur Isyak Nuka di Kupang, Minggu (12/7/2020), mengatakan, pihaknya sudah melaporkan kasus KM Kasih 25 kepada Kantor Kesyahbandaran, Operator Pelabuhan dan Kepolisian Resor Kupang. Kapal itu mengangkut 29 orang yang terdiri dari 12 ABK dan 17 penumpang. Keseluruhannya adalah keluarga besar dari pemilik kapal.
Menurut Isyak, kapal itu memiliki izin kapal nelayan, tetapi difungsikan ganda sebagai kapal penumpang yang mengangkut warga dari satu pulau ke pulau yang lain. Fungsi ganda ini terjadi hampir di seluruh kapal milik warga yang berjumlah ratusan di NTT. ”Ini sudah berulang-ulang diperingatkan dan disosialisasikan, tetapi masih banyak yang melanggar,” katanya.
Ia mengatakan, KM Kasih 25 melanggar empat hal, yakni berlayar tanpa izin, mengangkut penumpang, mengabaikan peringatan dari BMKG, dan memiliki berat di bawah 15 GT tetapi mengangkut penumpang dan ABK sampai 29 orang. Hal seperti ini sering diabaikan semua pemilik kapal nelayan di NTT, terutama kapal nelayan di pulau-pulau dan daerah terpencil.
Risiko provinsi kepulauan selalu dihadapkan dengan masalah transportasi laut. Kapal penumpang yang disediakan pemerintah terbatas, yakni feri, perintis, dan kapal Pelni. Namun, tidak berarti semua orang boleh bertindak di luar aturan yang berlaku.
Jika terpaksa kapal nelayan itu mengangkut penumpang dengan alasan tertentu, harus ada pemberitahuan kepada Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan. Pemberitahuan ini penting untuk mengetahui jumlah penumpang, kelayakan kapal, lama berlayar kapal, dan pertimbangan laporan cuaca dari BMKG.
Kasus tenggelamnya 29 orang di selat Pukuafu, antara Kupang dan Pulau Rote Ndao, menjadi pembelajaran bagi semua kapal nelayan di NTT, yang selama ini selalu bandel mengangkut penumpang. Karena itu, kasus ini harus diproses hukum.
Muhamat Saleh (48), pemilik KM Indah Jaya, mengatakan, kapal itu untuk menangkap ikan sekaligus mengangkut penumpang dari Pulau Kera ke Pasar Oeba Kota Kupang. Sekitar 450 penduduk di Pulau Kera, Kabupaten Kupang bergantung hidup di Kota Kupang.
”Tidak ada kapal pemerintah yang melayani rute Pulau Kera-Kota Kupang, kecuali kapal milik masyarakat Pulau Kera. Hampir semua rumah tangga di Pulau Kera memiliki kapal sendiri karena setiap hari kami harus ke Pasar Oeba, Kota Kupang, untuk berbelanja dan bekerja,” kata Saleh.
Tidak ada kapal pemerintah yang melayani rute Pulau Kera-Kota Kupang, kecuali kapal milik masyarakat Pulau Kera.
Sejak tahun 1960-an, masyarakat Bajo Sulawesi mendiami pulau itu, sampai hari ini belum ada kecelakaan kapal laut milik nelayan di Pulau Kera, selama mengangkut penumpang ke Kota Kupang. Mereka selalu menganalisis kondisi cuaca laut, kapan laut itu boleh dilayari dan kapan tidak boleh.
Pulau Kera dengan luas sekitar 5 kilometer persegi tidak bisa ditanami sayur, buah-buahan, dan tidak memiliki air bersih. Semua kebutuhan hidup warga di pulau itu diperoleh dari Kota Kupang, termasuk air bersih, dengan jarak tempuh 25 menit perjalanan.
Kepala Badan Pencarian dan Pertolongan (SAR) Kupang Emi Frizer ketika memimpin rapat penutupan pencarian di Kupang, Sabtu (11/7/2020) malam, mengatakan, sesuai prosedur standar operasi pencarian korban berlangsung selama tujuh hari, maka operasi pencarian yang dimulai sejak Minggu (5/7/2020) dinyatakan dihentikan, Sabtu (11/7/2020).
”Atas persetujuan keluarga dan semua pimpinan dan anggota satuan yang bertugas melakukan pencarian selama tujuh hari berturut-turut, maka hari ini pencarian dihentikan. Jumlah korban yang ada di dalam KM Kasih 25 sebanyak 29 orang. Adapun korban selamat 19 orang, hilang 6 orang, dan meninggal dunia sebanyak 4 orang,” kata Frizer.
Kepada keluarga korban ia mengucapkan permohonan maaf karena masih ada enam korban yang belum ditemukan. Tim gabungan pencarian dan pertolongan sudah bekerja maksimal melakukan pencarian, tetapi belum membuahkan hasil maksimal sehingga masih tersisa 6 korban yang belum ditemukan.
Frizer mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang selama tujuh hari bergabung dengan tim Pencarian dan Pertolongan (SAR) kelas A Kupang. Mereka adalah Pos Siaga SAR Rote Ndao, ABK KM Antareja 233, Polairud Polda NTT, Navigasi Kupang, Tagana NTT, BPBD Kabupaten Rote Ndao, Polres Rote Ndao, Lanal Rote, Polsek Rote Timur, Pos AL Papela, keluarga korban, nelayan, dan insan pers.