Memilih Sehat Lewat Yoga
Jauh dari hiruk-pikuk kota, sejumlah orang mereguk keheningan dengan berlatih yoga. Sembari menghirup segarnya udara di sekitar lereng Gunung Slamet, Desa Karangsalam, Baturraden, Banyumas, Jawa Tengah
Jauh dari hiruk-pikuk kota, sejumlah orang mereguk keheningan dengan berlatih yoga. Sembari menghirup segarnya udara di sekitar lereng Gunung Slamet, Desa Karangsalam, Baturraden, Banyumas, Jawa Tengah, mereka meregangkan otot, mengatur pernapasan, serta bermeditasi menyatukan diri bersama alam sekitar.
ereka memilih sehat lewat yoga. ”Kita rileks..., tutup mata. Dengan menutup mata, kita menutup salah satu panca indera kita. Mari kita fokus pada pernapasan kita,” kata Theodora Anita, instruktur yoga yang memimpin latihan yoga di rumahnya di Desa Karangsalam, Kamis (9/7/2020).
Matahari belum begitu terik. Awan putih sedikit bercampur mendung memayungi puncak Gunung Slamet. Semburat sinar matahari berpendar di antara pepohonan nan teduh dan memantul di birunya air kolam renang. Di layar telepon seluler, suhu udara tertera 23 derajat celsius. Genta angin saling beradu melahirkan denting-denting lembut seolah menuntun siapa pun masuk ke keheningan batin.
Delapan orang duduk bersila di atas matras. Dengan punggung tegak lurus sembari mengatur napas yang dihirup dan dilepaskan, mereka mendengarkan instruksi permulaan meditasi dari Anita, pendiri Anita Yoga Shala. ”Meditasi selalu menjadi bagian dari latihan yoga. Di sini kita latihan yoga. Yoga yang sebenarnya adalah di luar matras dengan kehidupan kita sehari-hari,” tutur Anita.
Angin sepoi pegunungan terasa membelai permukaan kulit sekaligus menguarkan wangi aroma dupa yang dibakar di sekitar tempat latihan. Ranting pepohonan saling beradu. Bunga kertas dan bugenvil saling bergesek berpadu dengan alunan musik instrumental yang diputar lirih.
Sekitar 30 menit menapaki napas demi napas dalam sesi prana yoga disertai dengan peregangan otot pada lengan dan tangan. Latihan mulai beralih ke asana yoga, yaitu berlatih sejumlah posisi yoga sambil tetap konsentrasi pada pernapasan, mulai dari berbaring, tubuh bertelungkup, tubuh memutar ke samping, hingga mengangkat kaki ke udara. ”Aduh, sakit. Tidak tahan,” rintih beberapa peserta saat mencoba menahan berat tubuh dengan tangan dan ujung jari-jari kaki.
Salah satu posisi yang dilatihkan saat itu, misalnya, posisi king pigeon atau eka pada rajakapotasana. Sambil duduk, kaki diletakkan di depan dan di belakang. Kemudian kaki belakang diangkat serta ditahan dengan tangan yang dilingkarkan dari atas kepala. Posisi ini, antara lain, bermanfaat untuk meregangkan otot paha dan meningkatkan fleksibilitas pinggul.
Winda Viska (47), salah satu peserta latihan yoga, mengatakan, dirinya sudah lebih dari setahun berlatih yoga demi kesehatan. Ia tidak tahu secara pasti mengapa terjadi saraf kejepit di bagian pinggulnya hingga tidak bisa berjalan semasa mengandung. ”Saya punya saraf kejepit sejak 2013. Dokter menyarankan harus operasi, tapi saya tidak mau, takut. Saya lalu coba yoga dan alhamdulillah sekarang sudah sering tidak terasa sakit,” tutur Winda.
Alasan kesehatan untuk mengikuti yoga juga disampaikan Ida (27). ”Manfaatnya banyak sekali, terutama untuk kesehatan. Jadi lebih tenang dan rileks. Menjalani kehidupan itu tidak grasa-grusu (gampang panik),” kata Ida.
Ida mengisahkan, setahun terakhir ia mengalami depresi dan mengonsumsi obat penenang dari dokter. Ida sering mengalami ketakutan perihal kematian sehingga sulit tidur di malam hari dan juga asam lambung yang tinggi. ”Ikut yoga jadi tambah rileks,” tutur Ida, yang sudah tiga kali berlatih yoga.
Selain Winda dan Ida, ada pula S Ari Nugroho (41) yang ikut yoga karena pernah cedera punggung akibat kecelakaan. ”Dulu saya tidak bisa mengangkat tangan, tapi sekarang dengan latihan yoga sudah bisa,” tutur Ari.
Selain alasan kesehatan, sejumlah peserta juga tertarik mendalami yoga karena gerakannya yang perlahan dan bisa membantu menciptakan ketenangan batin. Sutriyani (48), misalnya, menyukai olahraga mulai dari tenis meja, voli, hingga futsal, tetapi ia kemudian juga memilih yoga untuk mengendalikan emosinya.
”Saya tertantang mendalami yoga karena saya ingin emosional saya seimbang. Apalagi, usia saya yang mau setengah abad, saya harus mengimbangi olahraga saya dengan yoga ini,” kata Sutriyani, yang sudah mengikuti yoga hampir dua tahun.
Menurut Anita yang sudah mendalami yoga sejak tujuh tahun lalu, yoga sebagai gaya hidup membantunya untuk introspeksi diri. ”Yoga membuat saya berani berhadapan dengan sisi saya yang jelek. Introspeksi, itulah dasar spiritual saya. Oh, ini kejelekan saya, saya harus hadapi, setelah itu baru ada perubahan. Kalau tidak berani menghadapi kejelekan saya, maka tidak ada perubahan. Di situlah yang memberikan saya ketenangan yang luar biasa,” paparnya.
Baca Juga: Svara Semesta Kenalkan Indonesia di India
Dalam situasi pandemi saat ini, lanjut Anita, yoga bisa membantunya untuk melihat dunia secara jernih. Yoga bukan hanya melatih fisik, tetapi juga mental, emosional, dan spiritual.
”Dalam keadaan apa pun, jika mentalitas kita positif, kita melihat ini semua adalah sifatnya sementara. Saat korona, dengan berlatih yoga, kita bisa tetap menjadi tenang, fokus, tidak terlalu konsentrasi ke hal-hal negatif,” katanya.
Kebiasaan baru
Secara terpisah, pengajar Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Ugung Dwi Ario Wibowo, menyampaikan, situasi normal baru akibat pandemi melahirkan norma baru atau aturan baru, kebiasaan baru, dan juga gaya hidup yang baru. Secara umum, norma baru dan kebiasaan baru mengarah kepada protokol kesehatan.
Adapun gaya hidup baru, lanjut Ugung, antara lain, ditunjukkan dengan bagaimana orang mulai memilih makanan yang sehat dan meningkatkan imunitas dan juga munculnya kesadaran untuk olahraga, mulai dari bersepeda ataupun yoga.
”Pertama, gaya hidup bagian dari normal baru. Kedua, situasi karantina mandiri, bekerja dari rumah, sekolah dari rumah membuat satu titik jenuh orang berada di rumah. Jadi, orang sekarang ingin keluar rumah dan alasan yang paling enak adalah kesehatan,” papar Ugung.
Ugung mengatakan, ada kecenderungan orang tiba-tiba bersepeda atau mungkin juga tiba-tiba yoga karena terpengaruh viralnya kegiatan itu di media sosial. Namun, motivasi seseorang perlu ditelisik lebih dalam, apakah memang lahir dari kebutuhan atau sekadar ikut-ikutan.
Baca juga : Komodifikasi Yoga
”Secara umum, orang akan melakukan sesuatu itu karena ada intensi. Intensi ini karena ada informasi yang mengatakan bahwa ini baik atau tidak baik buat saya,” tuturnya.
Menurut Ugung, yoga adalah aktivitas sinergi antara tubuh, pernapasan, dan ketenangan atau relaksasi. Yoga itu olah tubuh, olah napas, dan olah jiwa. Yoga juga merupakan sebuah spiritualitas. Oleh karena itu, waktulah yang akan membuktikan keseriusan orang menekuni yoga.
”Nanti terlihatnya gampang. Kalau dia lama dengan yoganya, berarti dia serius, tapi kalau dia hanya selama di era pandemi ini, itu artinya dia hanya latah,” katanya.
Pada Maret 2017 lalu, Kompas mendapatkan kesempatan meliput Festival Yoga Internasional di Rishikesh, India. Lebih dari 1.000 orang dari 101 negara hadir mengikuti festival di tepi Sungai Gangga itu. Perdana Menteri India Narendra Modi, saat membuka Festival Yoga Internasional melalui sambungan video jarak jauh, Kamis (2/3/2017), menyampaikan, yoga membawa orang pada ketenangan pikiran dan juga kejayaan dalam hidup. Di tengah tekanan kehidupan, ketergantungan pada tembakau, alkohol, dan narkoba, yoga menawarkan alternatif yang sederhana dan sehat.
Tantangan kehidupan global umat manusia, menurut PM Modi, adalah terorisme dan perubahan iklim. ”Hanya individu yang penuh kedamaian yang bisa membuat keluarga damai. Hanya keluarga yang penuh kedamaian yang bisa menciptakan masyarakat yang damai. Jalan yoga menciptakan kedamaian dan harmoni,” katanya.
Titik-titik keringat menetes di dahi para peserta. Seiring dengan irama napas dan ditemani semilir angin lereng Gunung Slamet, energi positif seakan terpancar dari senyum para peserta yang baru saja usai berlatih yoga.