Petani cabai dan sayuran di Lampung mulai menikmati kenaikan harga. Kegiatan masyarakat yang mulai beroperasi pada era tatanan normal baru meningkatkan permintaan komoditas hortikultura.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Petani cabai dan sayuran di Lampung mulai menikmati kenaikan harga. Kegiatan masyarakat yang mulai beroperasi pada era tatanan normal baru ikut meningkatkan permintaan komoditas hortikultura.
Ikbal Sutanto (35), petani cabai dan sayuran di Kecamatan Sekincau, Lampung Barat, Lampung, menuturkan, saat ini harga cabai merah di tingkat petani berkisar Rp 12.000-Rp 13.000 per kilogram. Harga itu lebih tinggi dibandingkan harga jual pada April 2020 yang hanya Rp 6.000 per kilogram.
Adapun harga sayuran, antara lain kol Rp 2.700 per kg, wortel Rp 1.800 per kg, dan tomat Rp 5.000 per kg. Harga sayuran itu juga lebih baik dibandingkan harga jual pada awal pandemi Covid-19.
Menurut Ikbal, pulihnya aktivitas masyarakat membuat konsumsi sayur meningkat. Selain itu, beroperasinya kembali sejumlah restoran dan hotel di Bandar Lampung juga berdampak pada bertambahnya permintaan bahan pangan.
”Pada awal pandemi sulit sekali menjual cabai dan sayuran. Kami harus berkeliling beberapa pasar agar hasil panen laku. Sekarang kondisinya sudah membaik. Kami memasok sekitar 3 ton cabai dan sayuran untuk memenuhi kebutuhan di satu pasar tradisional,” kata Ikbal saat dihubungi dari Bandar Lampung, Jumat (10/7/2020).
Menurut dia, petani sempat merugi saat harga cabai anjlok dua bulan lalu. Permintaan yang lesu juga membuat cabai petani tidak sepenuhnya terserap oleh pasar. Untuk memperkecil kerugian, petani memilih mengeringkan cabai yang mereka panen. Cabai kering itu bisa disimpan atau dijual pada industri makanan.
Kendati harga cabai berangsur membaik, tidak banyak petani di Kabupaten Lampung Barat yang kembali menanam cabai. Pasalnya, mereka kehilangan modal akibat merugi pada panen sebelumnya. Sebagian petani cabai yang kekurangan modal beralih ke tanaman hortikultura yang modal tanamnya lebih murah, seperti buncis atau sawi.
Petani membutuhkan pendampingan dari pemerintah agar mampu mengelola sistem penjualan daring.
Hebri (40), petani di Kecamatan Gisting, Tanggamus, menuturkan, permintaan buah lokal, seperti pepaya dan salak, juga mulai meningkat. Hal itu juga membuat harga jual buah di tingkat petani lebih tinggi.
Saat ini, harga jual pepaya lokal Rp 4.000 per buah dan salak Rp 6.000 per kg. Dua bulan lalu, harga jual pepaya sempat turun, yakni Rp 3.000 per buah dan salak Rp 4.000 per kg.
Sistem daring
Selama pandemi Covid-19, petani kesulitan mengakses perdagangan secara daring karena keterbatasan sinyal internet di desa. Selain itu, petani juga belum mempunyai kemampuan untuk mengelola sistem penjualan daring.
Selama ini, mereka mengandalkan pengepul untuk mendistribusikan hasil panen. Kondisi itu membuat banyak petani yang masih bergantung pada pinjaman modal dari para pengepul.
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Lampung Kaslan menuturkan, petani membutuhkan pendampingan dari pemerintah agar mampu mengelola sistem penjualan daring. Dengan begitu, mereka tidak harus bergantung pada pengepul. Apalagi, sistem penjualan secara daring diprediksi akan semakin meningkat penggunaannya.