Tes Usap bagi Pekerja Industri Padat Karya di Jabar Jadi Prioritas
Kawasan industri padat karya di Bekasi, Karawang, dan Bandung Raya menjadi fokus utama pemeriksaan tes usap di Jawa Barat. Mayoritas industri itu bergerak pada sektor garmen dan otomotif.
Oleh
MELATI MEWANGI
·3 menit baca
KARAWANG, KOMPAS — Pemeriksaan tes usap untuk kawasan industri padat karya di Jawa Barat akan gencar dilakukan di Bekasi, Karawang, dan Bandung Raya. Sebagian besar pelaku industri berharap bantuan pemerintah karena mengaku tidak mempunyai anggaran cukup untuk membiayai tes itu secara mandiri.
Data Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Barat menyebutkan, sebanyak 1.970 perusahaan terdampak Covid-19. Akibatnya, 976 perusahaan merumahkan 80.067 pekerja dan 454 perusahaan lainnya memutus hubungan kerja 18.966 karyawannya. Mayoritas industri itu bergerak pada sektor garmen dan otomotif.
Kepala Disnakertrans Jabar Taufik Garsadi, Kamis (9/7/2020), menyampaikan telah berkoordinasi dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jabar terkait biaya dan pengadaan alat tes. Namun, ia mengatakan, sejauh ini belum diputuskan apakah bakal ada subsidi atau tidak.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil sebelumnya menyebutkan, minimal 10 persen dari total karyawan sebuah industri wajib mengikuti tes usap tenggorokan. Keputusan ini berkaca dari ditemukannya kasus baru pada suatu industri di Bekasi. Penyebaran itu berawal dari beberapa pekerja yang tinggal pada kawasan indekos yang sama di Karawang.
Ada kemungkinan para pekerja itu tinggal bersama dengan pekerja dari industri lain. Kekhawatiran penularan kian meluas harus segera dicegah dengan melakukan pengecekan. ”Kasus itu bukan berasal dari industri, tetapi di tempat kos. Saat pengecekan suhu, pekerja tersebut tidak menunjukkan gejala,” ujar Taufik.
Berdasarkan laman Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 Jabar per Kamis (9/7/2020) pukul 18.30, tercatat 4.843 kasus positif Covid-19. Sebanyak 2.846 orang di antaranya masih menjalani perawatan, 1.811 orang telah sembuh, dan 186 orang meninggal.
Usulan pembiayaan
Ketua Dewan Pertimbangan Apindo Jabar Deddy Wijaya mengusulkan agar keputusan tes usap tenggorokan mandiri hanya dilakukan pada zona merah dan kuning. Harapannya, pengaturan ini tidak akan membebani industri lain yang berada di zona aman.
Pihaknya mengatakan kesulitan mencari alat tes dalam jumlah besar di pasaran. Deddy berharap Pemprov Jabar supaya menyiapkan alat PCR dengan harga terjangkau. Pandemi telah memukul perekonomian sejumlah industri, tidak semua perusahaan memiliki anggaran untuk pembelian alat.
Apindo berharap Pemprov Jabar menyiapkan alat PCR dengan harga terjangkau. Pandemi telah memukul perekonomian sejumlah industri, tidak semua perusahaan memiliki anggaran untuk pembelian alat.
Bagi perusahaan lain yang tidak mampu menggelar tes usap akibat keuangannya terdampak Covid-19, Deddy merekomendasikan pembiayaan tes bisa dilakukan bersama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Alternatif lain, subsidi dari pemerintah atau iuran bersama (patungan) antara pengusaha dan pemerintah.
Hampir 80 persen industri otomotif di Indonesia berada di Jabar. Industri tersebut, kata Deddy, tidak keberatan melakukan pemeriksaan mandiri untuk pekerja. Pihaknya tengah mendata jumlah industri dan pekerja yang akan mengikuti tes usap. Saat ini, beberapa kawasan industri di Karawang telah mulai menggelar tes cepat Covid-19.
Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri Indonesia Sanny Iskandar sebelumnya mengatakan, baru 20-30 persen perusahaan di 13 kawasan industri Karawang yang telah melakukan pemeriksaan mandiri. Mereka berinisiatif melakukan tes cepat secara mandiri dengan menggunakan biaya sendiri. Upaya pencegahan ini tidak dilakukan semua perusahaan karena menyesuaikan anggaran masing-masing.
Protokol kesehatan ketat juga dilakukan semua perusahaan atau pabrik, antara lain pengurangan kapasitas pekerja hingga 50 persen dari normal dan pengaturan sif. Pengawasan dan pengontrolan pekerja perusahaan di kawasan industri, dinilai Sanny, lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan yang di luar kawasan.
Ia mencontohkan, para pekerja tidak mungkin bebas keluar-masuk di luar pabrik saat jam kerja. Apalagi menongkrong di warung luar saat istirahat, karena kantin sudah tersedia di dalam pabrik. Mereka juga disediakan bus khusus yang mengantar ke pabrik, tidak menggunakan angkot. ”Praktis, saya bisa mengatakan, sejak masuk sampai keluarpun terkontrol,” ucap Sanny sekaligus Direktur Kawasan Industri Karawang International Industrial City (KIIC).