Tes Covid-19 Sasar Pesantren, Jumlahnya Masih Minim
Untuk mencegah kasus Covid-19 di lingkungan pesantren, pemerintah daerah di Kuningan dan Cirebon, Jawa Barat, terus melakukan tes usap tenggorokan dan tes uji cepat. Namun, jumlahnya masih minim.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·4 menit baca
KUNINGAN, KOMPAS — Untuk mencegah kasus Covid-19 di lingkungan pesantren, pemerintah daerah di Kuningan dan Cirebon, Jawa Barat, mengklaim terus melakukan tes usap tenggorokan dan tes uji cepat terhadap santri dan kiai. Namun, intesitas penapisan tersebut masih sangat minim.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit di Dinas Kesehatan Kuningan Denny Mustofa mengatakan, pertengahan Juni lalu, pihaknya menyasar lebih dari 300 tokoh agama dan masyarakat di lingkungan pondok pesantren untuk mengikuti tes usap tenggorokan. ”Namun, karena masih banyak yang libur hanya puluhan orang yang terjaring,” katanya, Kamis (9/7/2020).
Pihaknya berencana melakukan tes usap lagi di lingkungan pesantren. Namun, dia belum dapat memastikan jumlah sasaran dan waktunya. ”Kami tidak bisa melakukan tes terhadap semuanya, sekitar 33.000 santri. Kami enggak mampu,” ujarnya.
Sejumlah pondok pesantren akan mengadakan tes uji cepat mandiri terhadap santrinya. Pihaknya menyiapkan petugas untuk membantu pihak pesantren menggelar tes. Hal ini dilakukan seiring dimulainya kembali kegiatan belajar-mengajar di pesantren.
Sejauh ini, Pemkab Kuningan belum mengeluarkan regulasi terkait operasional pondok pesantren selama pandemi Covid-19. Namun, sudah ada Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 443/Kep-326-Hukham/2020 tentang Protokol Kesehatan untuk Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Lingkungan Pesantren.
Protokol kesehatan yang dimaksud, antara lain, menyediakan tempat cuci tangan dengan sabun, mengenakan masker, dan menyemprotkan cairan disinfektan di area pesantren minimal tiga kali sehari. Penghuni pesantren dilarang beraktivitas jika demam, sesak napas, batuk, atau sakit tenggorokan.
Dalam aturan itu, pihak pesantren harus membuat surat pernyataan kesanggupan melaksanakan protokol kesehatan dan ditembuskan kepada tim gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 di kabupaten/kota. Kedatangan santri harus dibagi dalam beberapa tahap agar tidak terjadi kerumunan.
Santri dan pihak lain yang akan tinggal di pesantren dituntut menjalani isolasi mandiri selama 14 hari. Selama masa isolasi, aktivitas pesantren tidak diperkenankan melibatkan pihak lain. Jika ditemukan santri dan pihak lain yang datang dengan suhu tubuh 37,5 derajat celsius atau lebih, mereka akan dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat.
Selain kedatangan santri, protokol kesehatan juga bakal diterapkan di kantin, tempat makan, tempat penginapan, dan tempat ibadah. Di seluruh tempat itu, semua pihak diminta menjaga jarak minimal 1 meter. Alat makan, mandi, pakaian, dan tempat tidur juga tidak boleh digunakan secara bersama-sama.
Aturan tersebut juga tidak mencantumkan keharusan tes usap tenggorokan (swab) atau tes cepat (rapid test) demi memastikan santri tidak terpapar Covid-19 sebelum kembali ke pesantren. Keputusan gubernur tersebut tidak mengatur terkait sanksi jika protokol kesehatan dilanggar.
”Beberapa pesantren telah berkonsultasi dengan kami. Puskesmas setempat akan melakukan pemantauan dan evaluasi terkait penerapan protokol kesehatan di pesantren,” katanya.
Di Kabupaten Cirebon, ratusan santri setempat telah menjalani tes usap sebelum berangkat ke pondok pesantren di luar Cirebon. Pemkab juga menyiapkan 15.000 tes uji cepat gratis terhadap santri di wilayah Cirebon. Terdapat 632 pondok pesantren dan sekitar 20.000 santri di Cirebon.
Kepala Dinkes Kabupaten Cirebon Eni Suhaeni mengatakan, pihaknya menargetkan tes usap hingga 22.000 atau sekitar 1 persen dari total penduduk Cirebon, yakni 2,2 juta jiwa. ”Swab akan dilakukan bulan ini. Santri termasuk salah satu sasarannya. Ada 27 santri yang masuk wilayah Cirebon dan sudah swab,” katanya.
Hingga kini, sebanyak 4.506 tes usap dan 2.277 tes uji cepat telah dilakukan di Cirebon. Sebanyak 26 kasus positif Covid-19 tercatat di Cirebon. Sebagian besar kasus berasal dari pendatang atau pelaku perjalanan.
Adinda Syawali (17), santri Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin, Cirebon, mengatakan, syarat untuk kembali ke pesantren antara lain membawa masker, cairan antiseptik, dan surat keterangan sehat. Pondoknya juga menyediakan wastafel di halaman.
Swab akan dilakukan bulan ini. Santri termasuk salah satu sasarannya. Ada 27 santri yang masuk wilayah Cirebon dan sudah swab.
”Belum ada rapid test atau swab. Khawatir sih sama Covid-19, tetapi saya sudah kangen pondok. Kan, harus pakai masker dan sering cuci tangan,” ujar warga Indramayu ini.
KH Salman Al-Farisi, Ketua Yayasan Lembaga Pendidikan Islam Pondok Buntet Pesantren Cirebon, mengatakan, pihak pesantren akan berupaya menjalankan protokol kesehatan sesuai aturan pemda. ”Namun, kemampuan setiap pesantren berbeda terkait sarana dan prasarana untuk menerapkan protokol kesehatan. Perlu bantuan pemerintah,” ujarnya.
Di Buntet, misalnya, diperlukan masker dan vitamin untuk meningatkan daya tahan tubuh sekitar 4.000 santri. Begitupun jika santri diharuskan menjalani tes dengan biaya sendiri. ”Bagi santri menengah ke bawah, hal ini cukup memberatkan,” katanya.